Kutai Timur

Kejari Kutim Korupsi Pengadaan Sumur Bor Kasus korupsi di Kutim Korupsi Pengadaan Sumur Bor di Bengalon Pengadaan Sumur Bor 

Kejari Kutim Tahan Dua Tersangka Korupsi Pengadaan Sumur Bor di Bengalon



Kejari Kutim langsung melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka terkait dugaan kasus tindak pidana dugaan korupsi proyek pengadaan sumur bor di Kecamatan Bengalon. P
Kejari Kutim langsung melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka terkait dugaan kasus tindak pidana dugaan korupsi proyek pengadaan sumur bor di Kecamatan Bengalon. P

SELASAR. CO, Sangatta - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutai Timur (Kutim) langsung melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka terkait dugaan kasus tindak pidana dugaan korupsi proyek pengadaan sumur bor di Kecamatan Bengalon. Proyek tersebut bersumber dari  APBD-Perubahan bantuan keuangan (Bankeu) Provinsi Kaltim tahun 2019. 

Kepala Kejari Kutim, Hendriyadi W Putro, mengatakan kedua tersangka tersebut berinisial RA selaku pelaksana kegiatan dan RR selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Penahanan ini merupakan tindak lanjut dari proses perkara sebelumnya yang sudah dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi kemudian didukung beberapa alat bukti dan keterangan ahli. 

“Sehingga hari ini kita tetapkan sebagai tersangka dan untuk mempermudah pelaksanaan proses selanjutnya, mulai hari ini kita juga akan melakukan penahanan terhadap kedua tersangka tersebut selama 20 hari ke depan. Kemudian nantinya akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Samarinda untuk diproses lebih lanjut. Untuk saat ini rencananya tahanan tersebut akan kita titipkan di Mapolres Kutim,” jelas Kajari saat memberikan keterangan kepada awak media, Rabu (14/4/2021).

Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim penyidik, kerugian negara yang ditimbulkan dari perbuatan para tersangka sebesar kurang lebih Rp 268 juta. Angka tersebut berdasarkan keterangan ahli dari  BPKP Kalimantan Timur.

“Untuk nilai proyek sendiri, untuk satu pekerjaan senilai kurang lebih Rp 164 juta anggaran tahun 2019, lokasinya di Desa Muara Bengalon, Desa Tepian Indah, dua titik yaitu di RT 05 dan RT 09,” bebernya.

“Jadi ada perhitungan dari teknis dan BPKP di sini dari total kerugian adalah Rp 451 juta, tapi untuk dua rekanan ini adalah 268 juta, itu ada beberapa kegiatan yang tidak dilaksanakan. Ini bukan fiktif, dikerjakan tapi tidak sesuai dengan spek yang ada,” ucap Kajari.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya kedua tersangka tersebut diancam pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor dengan pidana penjara  minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sementara itu, selaku kuasa hukum dari tersangka, Abdul Karim SH mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pembelaan hukum yang akan disampaikan pada saat berlangsungnya proses persidangan. Karena sebagai kuasa hukum, pihaknya juga menemukan beberapa alat bukti, dan kesaksian serta fakta yang terjadi.

“Di mana apa yang disangkakan, dan ditetapkan penyidik dalam kasus ini, kami juga memiliki alibi, karena faktanya adalah pekerjaannya secara teknis sudah selesai dilaksanakan di lapangan, sehingga tidak ada unsur-unsur tidak dilaksanakannya pekerjaan tersebut secara lengkap,” katanya.

Terlebih, berdasarkan hasil pemeriksaan BPKP ada kerugian negara sebesar Rp 451 juta. “Yang mana pekerjaan yang dilakukan oleh klien kami, hanya terdapat 3 titik, di mana pekerjaan tersebut jika dikalkulasikan hanya mencapai Rp 450 juta saja. Berarti kalau ditetapkan kerugian Rp 451 juta, berarti fiktif. Sedangkan faktanya pekerjaan tersebut sudah berjalan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam kontrak kerja dan SPK yang tertuang dalam perjanjian tersebut," tegasnya.

Penulis: Bonar
Editor: Awan

Berita Lainnya