Utama
Buzzer doxing Doxing pimpinan media Doxing content creator Cyber Polda Kaltim 
SAKSI Unmul Minta Tim Cyber Polda Turun Tangan di Kasus Doxing Terhadap Pimpinan Media Selasar

SELASAR.CO, Samarinda - Pendiri media daring Selasar.co, Achmad Ridwan (Awan), menjadi korban doxing oleh akun tidak bertanggung jawab, usai dirinya menyampaikan kritik di media sosial. Identitas dan informasi pribadi Awan dan istrinya disebarluaskan tanpa izin, memicu kekhawatiran soal keamanan digital para pekerja media.
Diketahui, doxing ini terjadi usai Selasar memposting video monolog Awan yang berisi kritikan terhadap buzzer yang menyebarluaskan identitas pribadi seorang konten kreator (kingtae.life) yang kerap mengkritik pembangunan kota Samarinda dalam postingannya.
Kasus ini tengah menjadi sorotan publik karena dianggap mengancam kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan keamanan pribadi jurnalis maupun warganet secara umum.
Menanggapi peristiwa tersebut, Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini, menekankan pentingnya penegakan hukum berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Nomor 27 Tahun 2022.
"Data pribadi itu terbagi dua, data umum dan data khusus. Data umum seperti nama, jenis kelamin, dan sebagainya. Data khusus misalnya riwayat kesehatan. Tergantung jenis data apa yang disebarkan dan apa tujuannya," ujar Orin, Senin (26/5/2025).
Menurutnya, apabila unsur pelanggaran terpenuhi, maka pelaku doxing dapat dijerat pidana sesuai Pasal 67 dan 68 UU PDP. Ia mendorong agar kasus ini segera diproses secara hukum.
“Ini perlu diproses supaya memberi efek kejut bagi pelaku dan pelajaran bagi masyarakat agar tidak sembarangan menyebarkan data pribadi orang lain. Apalagi ini dilakukan terhadap insan pers,” tambahnya.
Kasus doxing ini menjadi lebih kompleks karena sebelumnya dalam sebuah wawancara media, Wali Kota Samarinda membantah sejumlah isu yang mengaitkan dirinya terkait doxing itu. Hal ini pun memunculkan spekulasi terkait motif di balik aksi penyebaran data pribadi itu.
“Kalau lamban diproses, ini bukan hanya menyangkut kepentingan korban, tapi juga menyangkut reputasi pemerintah. Harus diketahui apa motifnya,” tegas Orin.
Ia juga mengingatkan bahwa kepolisian memiliki kategori dalam penanganan kasus, mulai dari ringan, sedang, hingga berat, yang dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya proses hukum. Untuk kasus seperti ini, keterlibatan tim siber sangat penting.
“Seharusnya tim cyber di kepolisian daerah bisa turun tangan, atau dikoordinasikan langsung dengan tim cyber Mabes Polri,” pungkasnya.
Sementara itu, komunitas jurnalis dan pegiat media menyerukan solidaritas dan perlindungan hukum yang lebih kuat terhadap pekerja pers di era digital ini.
Penulis: Boy
Editor: Awan