Kutai Kartanegara

Curhatan warga Sangasanga  Sungai tercemar Sungai di Sangasanga tercemar migas Sungai tercemar karena tambang Perusahaan migas dan tambang Kondisi air sungai buruk 

Curhat Warga Sangasanga, Sungainya Dicemari Perusahaan Minyak hingga Tambang



Salah satu postingan warga Kecamatan Sangasanga yang terkena dampak pencemaran sungai akibat migas dan tambang. Selasar/Ist
Salah satu postingan warga Kecamatan Sangasanga yang terkena dampak pencemaran sungai akibat migas dan tambang. Selasar/Ist

SELASAR.CO, Sangasanga - Warga di empat Rukun Tetangga (RT) di Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, mengeluhkan pencemaran lingkungan yang diduga berasal dari aktivitas sumur minyak milik PT Pertamina. Pencemaran tersebut berdampak pada aliran parit hingga Sungai Sangasanga, bahkan turut memengaruhi kualitas air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari warga.

Peristiwa bermula pada Kamis, 19 Juni 2025, saat terjadi semburan disertai api dari sumur LSE 1176 RIG PDSI yang berada di Jalan Habibah, RT 04, Kelurahan Kampung Jawa, Kecamatan Sangasanga. Warga sekitar mulai mencium bau menyengat pada sore harinya. Air di parit berubah menjadi keruh dan berlumpur, mengindikasikan adanya pencemaran.

Akibat insiden ini, bau menyengat menyerupai gas menyebar ke permukiman warga di RT 04, RT 05, RT 08, dan RT 02. Beberapa warga mulai mengalami gejala kesehatan ringan seperti sesak napas dan mual.

Kondisi memburuk pada Sabtu, 21 Juni 2025. Warga melaporkan munculnya bau minyak dari air PDAM yang mereka konsumsi. Air tersebut bersumber dari Sungai Sangasanga lokasi yang sama dengan aliran limbah dan tempat pengambilan air untuk PDAM yang melayani seluruh Kecamatan Sangasanga.


Salah satu warga Kelurahan Sangasanga Dalam, Fajar, mengungkapkan bahwa dampak pencemaran juga dirasakan di wilayahnya meski lokasi sumur berada di Kelurahan Kampung Jawa. "Karena intake air PDAM berada di Sungai Sangasanga, semua wilayah di kecamatan ini terdampak, termasuk tempat saya," ujar Fajar, Sabtu (28/6/2025).

Ia juga menceritakan bahwa pada 19 Juni, anaknya yang masih berusia 10 bulan mengalami iritasi kulit berupa bercak merah setelah mandi menggunakan air dari PDAM. Awalnya ia mengira hal tersebut disebabkan oleh makanan. Namun, keesokan harinya bercak semakin parah hingga menyebar ke wajah anaknya. "Tanggal 21 Juni kami baru tahu kalau penyebabnya ternyata dari air yang sudah tercemar," ujarnya.

Sejak itu, Fajar dan keluarganya memutuskan untuk menggunakan air galon sebagai alternatif air bersih. Meskipun saat ini kualitas air PDAM secara kasat mata terlihat normal, bau menyengat masih tercium.

Fajar juga mengungkapkan bahwa belum ada tindakan langsung dari pihak Pertamina ataupun PDAM ke wilayah Kelurahan Sangasanga Dalam. "Sejauh ini sepertinya hanya di Kampung Jawa saja yang ditangani. Padahal dampaknya menyebar ke seluruh kecamatan," katanya.

Ia berharap, ke depannya ada respons cepat dari pihak terkait dalam menangani insiden serupa. “Jangan sampai harus ada warga yang menjadi korban dulu baru ada tindakan. Harusnya bisa dicegah sejak awal,” tambahnya.

Sementara itu, Diana, warga Kelurahan Sangasanga Dalam, menambahkan bahwa air sungai yang menghitam sebenarnya sudah terjadi sejak lama, bahkan sebelum adanya semburan disertai api dari sumur milik Pertamina itu. Ia menyoroti tidak adanya kejelasan hasil laboratorium terkait sampel air yang diambil.

“Air yang menghitam itu sudah lama, Mas, sebelum kejadian semburan itu. Tapi sampai sekarang hasil lab-nya belum juga keluar. Terkesan ditutup-tutupi,” ujarnya.

Diana juga mengungkapkan bahwa pihak PDAM maupun instansi terkait enggan menyebutkan secara pasti penyebab air berwarna hitam tersebut. “Kalau ditanya penyebabnya, PDAM tidak pernah menjelaskan. Seolah-olah takut bicara,” tambahnya.

Menurut Diana, warga menduga kuat bahwa air menghitam berasal dari aktivitas pertambangan batu bara yang berlangsung di sekitar kawasan tersebut. Ia menyebut pencemaran air sungai sudah dirasakan masyarakat sejak lama, sebelum insiden minyak yang menyeruak ke permukaan.

“Dulu pun sudah sering tercemar. Limbah dari aktivitas tambang itu yang diduga jadi penyebab. Tapi sejak kejadian kemarin, baunya makin terasa. Kalau tambang biasanya enggak bau, ini beda,” katanya.

Ia juga menyinggung lemahnya keterbukaan informasi dari pihak-pihak terkait. “Pertamina belum pernah menjelaskan penyebab pasti air menghitam. Katanya sampel sudah diambil, tapi hasilnya tidak pernah diumumkan ke warga,” tegasnya.

Kini, menurut Diana, kondisi air di Kelurahan Sangasanga Dalam sudah membaik, meski ia mengakui hujan mungkin turut membantu memulihkan kualitas air. Namun, ia berharap agar perusahaan lebih berhati-hati dalam menangani limbah ke depannya.

“Harapan kami, perusahaan lebih memperhatikan pengelolaan limbahnya. Soalnya banyak warga di sini yang menggantungkan hidup dari sungai, termasuk nelayan keramba. Kemarin mereka sempat terganggu karena pencemaran minyak,” pungkasnya.

Penulis: Boy
Editor: Awan

Berita Lainnya