Ekobis
Kacamata Limbah Skateboard 
Omzet Belasan Juta, Pemesan Kacamata Limbah Skateboard hingga Korea
SELASAR.CO, Samarinda – Alunan musik dangdut koplo berdendang dari speaker kecil di atas meja. Menemani si empunya ruangan yang tengah sibuk dengan sebilah kayu. Kedua tangannya memegang erat, bergerak mengikuti pola di atas mesin gergaji gulir.
Aidi Saputra memang senang dengan aktivitas membuat aneka aksesori sejak sekolah. Mulai dari cincin, buah kalung, hingga gantungan kunci dia buat. Semua dari limbah kayu yang tidak terpakai.
“Dari SMA sudah sering bikin-bikin sendiri, tapi dipakai sendiri tidak dijual,” kata Aidi, ketika ditemui SELASAR di showroomnya di perumahan Sambutan Asri Pelita 4, Sabtu (14/12/2019).
Sebelum terjun menjadi perajin seni kriya, Aidi sempat menjalani pekerjaan sebagai debt collector selama beberapa tahun. Namun karena tuntutan pekerjaan yang sering berlawanan dengan hati nurani, Aidin pun mengundurkan diri.
Mengetahui Aidi memiliki kreatifitas, teman-temannya pun mendorong Aidi untuk menjual hasil karyanya. Aidi pun memilih papan skateboard sebagai bahan baku aksesori yang dia buat. “Saya itu kan main skate, banyak papan skate yang patah tidak dipakai. Jadi saya pikir kayaknya ini keren juga kalau digunakan untuk membuat sesuatu,” imbuhnya.
Pada bulan April 2016 Aidi pun memantapkan diri untuk menekuni dan mendirikan Kobam Art sebagai mereknya. Kobam sendiri merupakan kebalikan dari kata mabok, “Saya filosofikan mabok kreatifitas,” katanya.
Saat itu dia menjual hasil karya pertamanya, kacamata dari papan luncur seharga Rp 300 ribu. Hasil penjualannya dipakai membeli mesin amplas untuk menunjang hasil akhir pekerjaannya. Pria kelahiran Samarinda tahun 1986 itu mendapatkan bahan baku papan luncur dari teman-teman komunitasnya sesama penyuka skateboard. Dari sana dia mendapatkan papan luncur rusak itu secara cuma-cuma, maupun dengan membeli. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, Aidi kadang harus mengontak teman-temannya yang berada di luar daerah.
“Kadang saya cari di Balikpapan, tapi sering juga pesan sama teman di Bali karena di sana komunitasnya lumayan besar dan aktif,” ujarnya.
Dari satu papan luncur, kata Aidi, dapat menghasilkan lima kacamata jika papannya masih dalam keadaan utuh dan tiga kacamata kalau papannya patah. Satu kacamata membutuhkan waktu pembuatan selama dua sampai tiga hari. Kacamata buatan ayah tiga anak ini dibanderol mulai dari Rp 550 ribu sampai dengan Rp 800 ribu. “Karena konsepnya custom, pemesan boleh request untuk kacamatanya, framenya, terus pilihan warna-warna di papan skate sendiri dia bisa request lah,” kata Aidi.
Dalam satu bulan Aidi bisa membuat kacamata sebanyak 12 hingga 15 buah sesuai dengan pesanan. Peminatnya pun, lanjut Aidi, lebih banyak dari luar Samarinda, seperti pulau Jawa, Sumatera, Bali, bahkan ada yang memesan dari Malaysia, hingga Korea Selatan.
Lebih lanjut Aidi menuturkan, pada tahun 2017 pernah ada vendor dari Hawai yang menghubunginya melalui media sosial. Mereka ingin bekerja sama dengan Kobam Art dengan menyediakan 100 buah kacamata setiap bulan, namun tawaran itu ditolak.
“Saya terkendala SDM-nya, pengerjaan masih saya sendiri. Jadi untuk produksi massal itu belum bisa,” kata Aidi.
Setiap hasil penjualan kacamata dan aksesori lainnya, Aidi sisihkan untuk melengkapi mesin-mesin di showroomnya. Peralatannya pun semakin lengkap sehingga memudahkan pekerjaannya. Kini dia pun mampu menyewa showroom seluas 5 x 6 meter di Jalan Perumahan Sambutan Asri Pelita 4.
Dalam satu bulan, kini Aidi bisa meraup omzet mencapai Rp 15 juta. Dia pun berpesan kepada para pemuda agar fokus dan konsisten dalam memulai suatu usaha. “Nikmati saja prosesnya. suatu saat pasti akan menikmati hasil dari proses itu,” tutupnya.
Penulis: Fathur
Editor: Yoghy Irfan