Ragam

PDRB Kaltim  Yayasan Mitra Hijau Wisata di Kaltim  Dicky Edwin Hiendarto 

Dorong Transformasi Ekonomi, Ekowisata Dinilai Solusi Turunkan Ketergantungan Kaltim pada Tambang



SELASAR.CO, Samarinda - Kontribusi sektor pariwisata terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Timur (Kaltim) masih tergolong rendah. Data Dinas Pariwisata Kaltim mencatat, pada 2023 sektor ini hanya menyumbang 1,74 persen terhadap perekonomian daerah. Angka itu naik tipis dibandingkan 2022 yang berada di angka 1,61 persen.

Padahal, pariwisata digadang-gadang sebagai salah satu sektor potensial dalam upaya transformasi ekonomi Kaltim yang selama ini bergantung pada sektor pertambangan dan penggalian.

Seiring komitmen dunia menurunkan konsumsi energi fosil seperti batu bara dan migas, ketergantungan Kaltim terhadap sektor pertambangan dinilai berisiko. Tanda-tandanya mulai tampak, kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB Kaltim menurun dari 43,19 persen pada 2023 menjadi 38,38 persen pada 2024.

Menyikapi hal tersebut, Yayasan Mitra Hijau (YMH) menggelar diskusi terpumpun bertajuk “Membangun Ekowisata Berkelanjutan untuk Menurunkan Emisi dan Jejak Karbon di Kalimantan Timur”, Kamis (17/7/2025), di Hotel Aston Samarinda.

Ketua Dewan Pembina YMH, Dicky Edwin Hiendarto, dalam paparannya mengatakan, saat ini pihaknya bersama konsorsium tengah terlibat dalam Forum Konsultasi Daerah untuk Percepatan Transformasi Ekonomi di Kaltim.

“Wilayah kaya sumber daya alam sering luput dari upaya diversifikasi ekonomi. Akibatnya, SDA bisa habis tanpa sempat dikelola secara berkelanjutan. Ini yang disebut dengan Dutch Disease,” ujarnya.

Sementara itu, akademisi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT), Fajar Alam, menyoroti pola ekonomi Kaltim yang masih berorientasi pada pengambilan langsung sumber daya alam, bukan pengolahan.

“Ekonomi kita masih berbasis food gathering*, bukan food processing. Padahal, model ini punya jejak emisi yang besar. Harusnya arah ekonomi lebih berkelanjutan, salah satunya melalui ekowisata,” kata Fajar.

Ekowisata dinilai bukan hanya berkontribusi pada perekonomian, tetapi juga bisa menjadi alat edukasi dan konservasi. Hal ini diamini oleh pegiat wisata Kaltim, Syafruddin Pernyata. Ia menyebut konsep berkelanjutan bisa diterapkan sesuai karakteristik destinasi, seperti penggunaan panel surya hingga pengelolaan sampah tanpa pembakaran.

“Dengan begitu, wisata ramah lingkungan bisa menyasar segmen pasar baru, khususnya wisatawan pencinta alam,” ungkapnya.

Upaya konkret juga telah dilakukan Pokdarwis Berani Menata Tertata (BMT) dari Desa Sangkuliman, Kutai Kartanegara. Ketua Pokdarwis BMT, Rozali, menjelaskan pihaknya tidak hanya menawarkan wisata Pesut Mahakam, tetapi juga menerapkan prinsip keberlanjutan, seperti mendaur ulang botol plastik menjadi pagar keramba dan mendata seluruh pohon di desa untuk pelestarian lingkungan.

Namun, Rozali mengakui masih ada kendala dalam aspek energi. Saat air sungai pasang, aliran listrik dari PLN sering terputus. Ia menilai tenaga surya bisa menjadi solusi. “Ada sekitar 220 rumah di desa kami yang bisa memakai energi surya,” ujarnya.

Dari sisi pemerintah, Imam Rusdi Hidayat dari Dinas Pariwisata Kaltim menyatakan bahwa ekowisata diarahkan untuk melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan wisata demi meningkatkan kesejahteraan dan melestarikan budaya serta lingkungan.

“Kaltim punya potensi ekowisata dari pegunungan sampai laut. Mulai dari Gunung Boga di Paser, karst Sangkulirang, hingga wisata sungai dan hutan di Hulu Mahakam,” jelasnya.

Meski begitu, tantangan utama pengembangan pariwisata adalah akses ke destinasi yang masih sulit dijangkau dan minim infrastruktur. Oleh karena itu, strategi ke depan meliputi peningkatan kualitas jalan, sarana transportasi, fasilitas pendukung, dan atraksi yang menarik bagi wisatawan.

Penulis: Boy
Editor: Awan

Berita Lainnya