Utama

MKKS Samarinda Pengelolaan dana BOSDA Musyawarah Kerja Kepala Sekolah Kepla Sekolah Kepala Sekolah SMA Samarinda SMA Samarinda 

MKKS Samarinda Keluhkan Pengelolaan Dana BOSDA oleh Dinas Pendidikan Kaltim



Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Samarinda, Abdul Rozak Fahrudin. Foto : Selasar/ist
Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Samarinda, Abdul Rozak Fahrudin. Foto : Selasar/ist

SELASAR.CO, Samarinda - Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Samarinda, Abdul Rozak Fahrudin, menyampaikan keluhan sejumlah kepala sekolah terkait implementasi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 15 Tahun 2025 tentang pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Ia menilai kebijakan tersebut menyulitkan sekolah dalam memenuhi kebutuhan operasional secara cepat dan fleksibel.

Dalam keterangannya kepada Selasar, Senin (7/7/2025), Rozak menjelaskan bahwa sebelumnya dana BOSDA disalurkan langsung ke rekening sekolah. Namun, sejak diberlakukannya Pergub tersebut, dana kini dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kalimantan Timur, sehingga sekolah harus mengajukan permintaan barang atau kebutuhan lainnya melalui dinas.

“Kalau dulu, dana langsung masuk ke rekening satuan pendidikan dan dikelola berdasarkan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RAKS). Sekarang, untuk beli kertas saja harus ajukan dulu ke Dinas lewat Disdikbud,” ujarnya.

Rozak menyebut, mekanisme baru ini membuat proses pengadaan kebutuhan menjadi lambat dan tidak efisien.

“Misalnya satu sekolah butuh kertas F4, yang lain A4, yang satu A5. Ini enggak bisa seragam. Akhirnya, pengadaan jadi lambat dan membebani sekolah,” jelas Kepala Sekolah SMAN 16 Samarinda itu.

Ia juga menyampaikan bahwa beban kerja Dinas Pendidikan bertambah karena harus melayani permintaan dari berbagai sekolah dengan kebutuhan yang beragam.

“Di sisi dinas juga jadi berat. Mereka punya pekerjaan rutin, tapi harus melayani permintaan dari semua sekolah. Sementara setiap sekolah punya kebutuhan yang berbeda-beda,” kata Rozak.

Ia mengaku kondisi ini bahkan membuat beberapa kepala sekolah harus merogoh kocek pribadi untuk menutupi kebutuhan mendesak.

“Bukan ngutang, tapi ya kalau butuh kertas untuk bikin rapor dan enggak ada dana, ya pakai uang pribadi dulu. Baru nanti diganti kalau dananya cair,” tambahnya.

Rozak juga mengkritisi kurangnya pelibatan MKKS dalam proses penyusunan Pergub tersebut. Menurutnya, MKKS hanya diajak dalam penyusunan petunjuk teknis, bukan dalam pembahasan substansi regulasi.

“Kami tidak dilibatkan dalam penyusunan pergub. Hanya saat pembuatan juknis saja. Padahal kami yang tahu langsung kondisi di lapangan,” ucapnya.

Ia berharap, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dapat mengevaluasi dan merevisi Pergub tersebut. Menurutnya, pengelolaan dana BOSDA idealnya dikembalikan ke masing-masing satuan pendidikan, seperti halnya dana BOSNAS.

“Kami sepakat, juknisnya boleh dari dinas, tapi pengelolaan keuangan sebaiknya dikembalikan ke sekolah. Supaya operasional pendidikan tidak terganggu. Toh pergub itu bukan kitab suci, bisa direvisi,” tegas Rozak.

Sebagai informasi, dana BOSDA biasanya digunakan untuk kebutuhan operasional sekolah seperti honor guru non-PNS, pembelian alat tulis kantor (ATK), pengadaan bahan ajar, transportasi kegiatan, hingga rehabilitasi ringan fasilitas sekolah.

Penulis: Boy
Editor: Awan

Berita Lainnya