Politik

Pilwali 2020 Pilkada Samarinda PDIP 

Menerka Arah Dukungan PDIP di Pilkada Samarinda



Ilustrasi
Ilustrasi

SELASAR.CO, Samarinda – Tensi politik Kota Tepian semakin memanas jelang kenduri demokrasi pemilihan wali kota dan wakil wali kota baru. Terutama soal perebutan restu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), pemilik 8 kursi di pemilu legislatif Samarinda.

Ada dua bakal pasangan calon tengah menunggu keputusan DPP PDIP untuk maju dalam Pilwali Samarinda mendatang. Yaitu Erwin Izharuddin-Apri Gunawan yang diusulkan oleh DPD PDI-P Kalimantan Timur, dan M Barkati-Darlis Pattalongi yang diusulkan oleh DPC PDIP Samarinda.

Dari kedua pasangan yang disebutkan, Erwin Izharuddin dan Darlis Pattalongi sama-sama kader Partai Amanat Nasional (PAN). Kendati Barkati-Darlis telah mengantongi restu DPP PAN, namun hal tersebut bisa saja berubah jika SK DPP PDIP justru tertulis nama Erwin-Apri.

Kader PDIP Samarinda, Angkasa Jaya Djoerani menilai persoalan perbedaan nama yang diusulkan ke DPP antara DPC dan DPD merupakan dinamika demokrasi di internal partai. Semakin banyak nama yang diusulkan, akan semakin baik.

“Jadi itu dinamika dalam demokrasi bahwa semua aspirasi bisa saja masuk. Finalnya ada di DPP di Jakarta,” ujar Angkasa.

Termasuk soal sikap Ketua DPC PDIP Samarinda, Siswadi yang lebih cenderung dekat dan sering tampil bersama dengan Barkati. Ia menilai hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar, namun setelah SK DPP telah keluar tidak akan ada lagi perbedaan antara DPD dan DPC.

Di masa ini, sebut Angkasa setiap orang masih berpeluang untuk diusung oleh PDIP termasuk orang yang tidak diusulkan oleh DPC dan DPD. Ia mengungkapkan, selama SK belum terbit semua masih bisa terjadi.

“Bisa bongkar, bisa berubah lagi. Di injury time kita tunggu, kalau memutuskan di saat-saat ini kan tidak menguntungkan,” jelas anggota Komisi III DPRD Samarinda ini.

Melihat kondisi tersebut, pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Lutfi Wahyudi berpandangan langkah yang diambil PDIP tidak jauh dari teori politik Harold Lasswell.

Dimana Lasswell mengatakan politik tidak lepas dari realitas “siapa memperoleh apa, kapan dan bagaimana” (who gets what, when and how). Sehingga siapa yang akan diusung adalah tergantung kepentingan dari PDIP maupun PAN sendiri. Lutfi berpandangan dalam pilkada serentak kali ini PDIP tidak mungkin hanya melihat pada Samarinda, tapi di seluruh wilayah Indonesia.

“Ini kan take and give, pasti porsinya akan lebih besar daya tawarnya PDIP karena memiliki delapan kursi sementara PAN masih membutuhkan lebih. Kemudian pilkada tidak hanya di-capture se-Samarinda, pilkada itu pertaruhan seluruh Indonesia,” ujar Lutfi, Kamis (25/6/2020).

Siapa yang lebih berpotensi untuk diusung oleh partai berlambang moncong putih?

“Kalau melihat kontekstual DPC harusnya lebih didengar oleh DPP, tapi masalahnya di PDIP sendiri itu sistemnya top down. Jadi apa yang diputuskan di pusat itu yang harus dilaksanakan di daerah,” jelasnya.

Lutfi menyebutkan pengambilan keputusan di detik-detik terakhir menjadi ciri khas dari PDIP, karena selalu mengkalkulasi. Dalam Pilwali Samarinda, ia meyakini PDIP memiliki target lebih dari sekedar mendudukan paslon usungan menjadi wali kota dan wakil wali kota.

“PDIP ini kan ada target tertentu, siapa yang memberi keuntungan dalam kontestasi di Pilwali ini. Salah satu keuntungan jangka panjang itu siapa yang dapat memenangkan pilwali, mungkin saat ini tidak jadi kader tapi ke depan bisa jadi. Termasuk siapa yang bisa menjaga perolehan suara PDIP di pemilu mendatang,” jelasnya.

Sementara pengamat politik dari Unmul lainnya, Herdiansyah Hamzah berpandangan selama SK DPP PDIP belum keluar, utak-atik pasangan masih memungkinkan bahkan saat menit terakhir sebelum pendaftaran ditutup.

Menurutnya pasangan Erwin-Apri sejauh ini memiliki elektabilitas cukup konstan. Hanya saja untuk dapat mengusung keduanya PDIP membutuhkan satu partai koalisi, hal ini yang menjadi masalah.

Partai mana yang akan diajak berkoalisi? Jika misalnya Demokrat dan PAN sepakat mengusung Barkati-Darlis, maka pilihannya tinggal Golkar. Masalah lainnya sebut Castro, Golkar tentu tidak akan berkoalisi secara gratis. Golkar bisa jadi mengajukan calon lain, yang berarti bakal pasangan Erwin-Apri akan dikocok ulang.

“Kecuali PDIP-Golkar menggunakan pendekatan koalisi di tingkat pusat yang solid mendukung pemerintahan Jokowi, untuk memutuskan pasangan dan koalisi di tingkat daerah,” jelasnya.

Editor: Awan

Berita Lainnya