Utama

Tenaga honorer  Honorer Kaltim Honorer tuntut kejelasan status Status berbeda dengan PPPK Tenaga honorer Kaltim Program Bakti Rimbawan Kaltim Bakti Rimbawan Kaltim 

Tenaga Honorer Bakti Rimbawan di Kaltim Tuntut Kejelasan Status: Pemprov Tegaskan Status Beda dengan PPPK



SELASAR.CO, Samarinda - Sejumlah tenaga honorer yang tergabung dalam program Bakti Rimbawan di Kalimantan Timur menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPRD Provinsi Kaltim, menuntut kejelasan status mereka yang hingga kini masih berstatus non-ASN. Mereka berharap dapat diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Setdaprov Kaltim, Ujang Rachmad, menjelaskan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara skema Bakti Rimbawan dan PPPK.

“Sudah dijelaskan bahwa skema Bakti Rimbawan tidak sama dengan PPPK. Secara aturan, pengangkatan mereka menjadi PPPK memang tidak diperkenankan. Mereka memahami itu. Ini hanya salah persepsi di awal,” ujar Ujang usai RDP, Selasa (19/8/2025).

Ujang menambahkan bahwa penempatan dan penggajian tenaga Bakti Rimbawan dibiayai melalui APBD, namun bersumber dari dana transfer pusat, khususnya Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi (DBH-DR), yang tetap masuk dalam anggaran dinas kehutanan.

“Skema penggajiannya tetap di Pemprov, tapi dana berasal dari pusat. Kami akan mengevaluasi status mereka untuk tahun 2026, karena proses anggaran sedang disusun sekarang,” tambahnya.

Lebih lanjut, Ujang menegaskan bahwa Pemprov tidak memiliki niat memberhentikan atau mengancam para tenaga honorer tersebut.

“Tidak ada ancaman pemutusan. Ini murni soal regulasi. Pemerintah daerah tetap berpihak kepada mereka, tapi kami harus taat aturan,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menyatakan DPRD berkomitmen mengawal keberlangsungan status Bakti Rimbawan hingga 2026.

“Kita amankan dulu status teman-teman ini sampai 2026. Tahap selanjutnya, kami akan perjuangkan koordinasi dengan Kementerian PAN-RB agar ada kepastian jangka panjang,”ujar Sapto.

Sapto menjelaskan bahwa para tenaga Bakti Rimbawan sebenarnya adalah pegawai kementerian yang diangkat melalui SK Kepala Dinas Kehutanan, dan dibiayai melalui dana transfer pusat, bukan APBD murni.

“Status mereka ini berbeda. Mereka adalah pegawai kementerian, tapi SK-nya dari Pemprov. Maka ini yang harus diperjelas ke depan, apakah akan diambil alih pusat atau tetap di daerah,” jelasnya.

Sapto juga menyinggung perlunya pemerintah pusat untuk adil terhadap daerah penghasil sumber daya seperti Kaltim.

“Jangan sampai Kalimantan Timur hanya jadi sapi perahan. Hutan kita menopang Republik ini. Maka DBH-DR harus tetap ada dan tidak dipotong”pungkasnya.

Dari pihak tenaga honorer, perwakilan Bakti Rimbawan Kaltim, Andhika Pratama, menyampaikan bahwa mereka masih menunggu tindak lanjut hasil RDP tersebut.

“Kami masih menunggu kejelasan status untuk tahun depan. Saat ini kami tetap bekerja dan berkoordinasi dengan pimpinan. Alhamdulillah, gaji kami masih berjalan,” kata Andhika.

Andhika menjelaskan bahwa saat ini terdapat 306 tenaga Bakti Rimbawan yang tersebar di 20 UPTD Dinas Kehutanan di Kaltim. Mereka bertugas sejak berbagai tahun, bahkan ada yang mulai sejak 2015 di bawah program pusat, sebelum dialihkan ke daerah pada 2020.

“Dulu namanya tenaga teknis kehutanan. Baru berubah menjadi Bakti Rimbawan di 2024. Sebagian kecil dari kami sudah lolos CPNS dan PPPK, tapi sebagian besar masih belum,” tuturnya.

Tenaga Bakti Rimbawan berharap pemerintah pusat maupun daerah dapat segera memberikan kejelasan status dan kepastian keberlanjutan program, mengingat peran mereka dalam menjaga hutan Kalimantan Timur yang menjadi sumber daya vital nasional.

Penulis: Boy
Editor: Awan

Berita Lainnya