Utama
PT KFI rdp komisi 7 dpr ri smelter nikel kaltim nikel nikel kaltim dpr rdpu 
PT Kalimantan Ferro Industri (KFI) Dipanggil DPR RI, Sorot Keberadaan Dirut
SELASAR.CO, Jakarta - PT Kalimantan Ferro Industri (KFI), perusahaan smelter nikel yang beroperasi di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VII DPR RI pada Senin, 8 Juli 2024. Dalam rapat salah satu anggota dewan sempat menyoroti ketiadaan Direktur Utama (Dirut) dalam struktur perusahaan.
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno, mempertanyakan absennya Dirut, mengingat PT KFI merupakan Perseroan Terbatas (PT). Eddy merasa bingung karena biasanya PT memiliki dua direktur, satu sebagai Dirut dan satu sebagai komisaris utama.
"Di undang-undang Perseroan Terbatas (PT) disebutkan jika ada dua Direktur, 1 menjabat sebagai Direktur Utama, 1 sebagai komisaris utama ini kok bisa saya agak bingung ini," kata Eddy.
Menanggapi hal ini, Muhammad Ardhi Soemargo, Direktur Utama PT Nityasa Prima (konsorsium PT KFI), menjelaskan bahwa kepemilikan saham perusahaan yang setara menyebabkan tidak adanya Dirut. PT KFI saat ini dikelola oleh tiga direksi, semuanya tenaga asing (TKA).
Berita Terkait
“Jadi di PT KFI itu memiliki saham yang hampir sama, dan itu maka tidak ada Dirutnya,”ujar Ardhi.
Ardhi menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) tidak mewajibkan penunjukan Dirut jika terdapat lebih dari satu anggota direksi. Tanggung jawab perusahaan diemban secara tanggung renteng oleh semua anggota direksi.
Ardhi juga menekankan bahwa PT KFI adalah Perusahaan Permodalan Asing (PMA), bukan BUMN atau PMDM, sehingga keputusan mengenai struktur direksi merupakan kewenangan internal perusahaan. Ia menyatakan bahwa PT KFI tidak melanggar undang-undang dan memiliki SK Kemenkumham yang sah.
“KFI ini PMA, bukan BUMN atau PMDM. Hemat kami keputusan adanya dirut atau tidak, semua kewenangan direksi dan pembagian tugas itu di internal management kami sendiri,” ungkapnya.
Kehadiran Ardhi dalam rapat, meskipun bukan Dirut, dibenarkan dengan adanya surat kuasa dari dua direksi lainnya. Surat kuasa ini memberinya wewenang untuk melakukan tindakan hukum atas nama perusahaan.
“Saya menghadiri rapat tersebut dengan surat Kuasa 2 Direksi, dengan hal tersebut saya dinyatakan sah untuk melakukan perbuatan hukum,” pungkasnya.
Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan