Ragam

pendidikan anak 

Pilah-pilih Pendidikan untuk Buah Hati



Salah satu proses kegiatan belajar anak usia dini di Selyca Islamic School
Salah satu proses kegiatan belajar anak usia dini di Selyca Islamic School

SELASAR.CO, Samarinda – Anak berumur 0 sampai 8 tahun disebut-sebut sebagai ‘Golden Age’ atau usia emas. Pada usia tersebut, anak berada dalam masa perkembangan terbaik untuk fisik dan otak. Maka, orang tua sebagai pihak paling bertanggung jawab atas perkembangan anak, harus memberikan pendidikan terbaik. Karena, pendidikan yang diterima anak akan menentukan masa depannya.

Pendidikan prasekolah mulai dari kelompok bermain (KB) dan taman kanak-kanak (TK) bak jamur di musim hujan dasawarsa terakhir ini. Sehingga orang tua memiliki banyak pilihan pendidikan, mulai dari yang biasa-biasa saja sampai lembaga pendidikan dengan embel-embel internasional.

Di Kota Samarinda, berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ada sebanyak 222 TK Swasta, dan 11 TK Negeri. Sedangkan untuk kelompok bermain ada 225 KB yang semuanya dikelola oleh swasta.

Namun dari banyaknya pilihan, orang tua harus mengetahui terlebih dahulu lembaga pendidikan prasekolah yang baik.

Muzaaka Midiastono, seorang konsultan dan pemerhati pendidikan menuturkan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua sebelum mempercayakan pendidikan anak ke lembaga prasekolah.

Sebuah lembaga prasekolah dikatakan bagus apabila memiliki kurikulum yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. “Sehingga tidak memaksakan anak untuk melakukan sesuatu yang sesuai tidak dengan fitrahnya sebagai anak-anak,” urai Zaaka.

Pria kelahiran Banyumas tahun 1983 itu mencontohkan, banyak lembaga prasekolah yang terkesan terburu-buru mengajari anak membaca, menulis, dan berhitung. Padahal, di negara maju dengan skor PISA  (Programme for International Student Assessment) tertinggi seperti; Korea Selatan, Finlandia, Singapura, dan Kanada, mereka benar-benar baru belajar menulis, membaca, berhitung pada grade 3 atau sekitar usia 10 tahun.

Muzaaka Midiastono

Selain kurikulum, tenaga pendidik juga adalah tolok ukur lembaga prasekolah itu baik. Guru yang baik adalah yang mengerti tahap perkembangan anak, dan membantu anak meraih tahap perkembangannya dengan lebih tinggi.

“Sehingga anak kian lama kian mandiri, cerdas, kreatif, memiliki aturan (self regulation), serta kontrol diri yang baik,” jelas pria yang merupakan konsultan pendidikan di Selyca Islamic School.

Dua hal di atas akan lengkap jika disertai sistem pelaporan yang baik. Rapor perkembangan anak, kata Zaaka, dapat digunakan orang tua untuk melatih anak di rumah.

“Sehingga pola pendidikannya sama antara rumah dan sekolah, efeknya anak akan banyak terbantu dan berkembang pesat,” ujar Zaaka.

Orang tua berperan besar dalam perkembangan anak. Sehingga pola pendidikan di lembaga prasekolah harus berjalan beriringan dengan pola asuh anak di rumah.

Dewasa ini mayoritas orang tua, kata Zaka, merasa harus selalu membantu anak di setiap aktivitas sehari-hari. Efeknya, perilaku memanjakan anak membuatnya tidak mandiri hingga dewasa.

Orang tua dituntut paham dengan perkembangan anaknya. Zaaka mencontohkan, anak usia dini memiliki sikap egosentris yang cenderung percaya pada pikiran mereka sendiri. Sehingga seringkali mengubah fakta untuk menyesuaikan dengan pikirannya. Bagi orang tua yang tidak paham, akan cenderung menuduh anak berbohong, tidak jujur, dan berbuat tidak baik.

“Padahal penting sekali untuk mencari atau mengenalkan fakta sebenarnya, agar anak mampu mengubah pendapatnya dan mempercayai orang dewasa,” terang Zaaka.

Jika diperlakukan dengan pola asuh yang tidak benar, anak akan mengalami hambatan emosi. Hambatan emosi ini menimbulkan perasaan negatif yang biasa disebut BLAST, akronim dari Boring (bosan), Lonely (merasa sendiri), Angry-Afraid (marah dan takut), Stress (tertekan) dan Tires (lelah). 

“Efek dari BLAST ini bermacam-macam, mulai dari membenci orang tua, tidak dekat dengan orang tuanya, merasa dirinya tidak berharga, mudah dipengaruhi lingkungan negatif, melampiaskan kemarahan, tidak betah di rumah, mudah diajak hal negatif seperti narkoba dan seks bebas,” jelas Zaaka.

Gawai dan gim daring menjadi momok baru bagi para orang tua. Keranjingan kedua hal itu dapat menghambat perkembangan anak.

“Kami mengkampanyekan No Gawai No Television kepada para orang tua. Agar anak mendapatkan kualitas dari interaksi dengan orang dewasa di rumah, dan mendapatkan stimulasi dari berbagai benda (mainan) yang dimainkan,” ujar Zaaka.

Jika anak sudah terlanjur keranjingan gawai dan gim, orang tua tidak disarankan untuk langsung melarang. Melainkan dilakukan secara bertahap, mulai dari mengurangi, membuat kesepakatan dengan anak, dan menjalankan kesepakatan tersebut dengan konsisten.

“Kuncinya orang tua harus konsisten. Tidak boleh orang tua terlalu menunjukkan bahwa dia menikmati sekali gawai yang digunakan, yang membuat anak merasa dia harus menggunakannya pula,” tuntas Zaaka.

 

Penulis: Fathur
Editor: Awan

Berita Lainnya