Lingkungan

Desa Muara Adang Muara Adang Cagar Alam Hutan Mangrove Long ikis tempat wisata Forest Carbon Partnership Facility 

Mengunjungi Desa Muara Adang yang Berlokasi di Tengah Cagar Alam



Desa Muara Adang yang Berlokasi di Tengah Cagar Alam Muara Adang, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser yang selama ini dikenal memiliki kawasan hutan mangrove alami di Kaltim.
Desa Muara Adang yang Berlokasi di Tengah Cagar Alam Muara Adang, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser yang selama ini dikenal memiliki kawasan hutan mangrove alami di Kaltim.

SELASAR.CO, Paser - Indonesia merupakan negara kepulauan, sehingga menjadi salah satu negara yang memiliki luas hutan mangrove terbesar di dunia. Hutan mangrove memiliki peran yang sangat penting dan fungsinya sangat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi lingkungan sekitar, khususnya bagi penduduk pesisir.

Hutan mangrove tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak di garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut, tepatnya di daerah pantai dan sekitar muara sungai. Oleh karena itu, tumbuhan yang hidup di hutan mangrove menjadi unik, karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Selain itu hutan mangrove pun turut berperan dalam mencegah perubahan iklim berupa kanaikan suhu bumi. 

Tim redaksi SELASAR berkesempatan melakukan kunjungan jurnalistik ke Desa Muara Adang, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser yang selama ini dikenal memiliki kawasan hutan mangrove alami di Kaltim. Desa Muara Adang berjarak 221 Kilometer dari Samarinda. Kami tiba di desa yang terletak di tepi Teluk Adang ini setelah menepuh perjalanan darat selama kurang lebih 6 jam. Sebelum itu kami harus melewati perkebunan sawit, seusai mobil keluar dari jalan poros Panajam-Kuaro dan berbelok menuju jalan penghubung menuju desa. Sesekali kami pun berpapasan dengan truk-truk yang bemuatan penuh biji sawit yang keluar dari kawasan perkebunan. Meski jarak jalan perkebunan tersebut hanya sekitar 20 kilometer, waktu tempuh yang harus dihabiskan terbilang lama karena kondisi jalan yang rusak. Kami pun harus membelah sungai kecil untuk masuk ke area desa.

Disampaikan oleh Kepala Desa Muara Adang, Kurniansyah di wilayah desanya terdapat 3 ribu hektare hutan. Kesadaran masyarakat yang tinggi dalam menjaga hutan yang masuk dalam kawasan cagar alam sejak 1982 ini, menjadi sebab masih terjaganya hutan di mangrove di desanya. 

Lebih lanjut disampaikan Kurniansyah, meski hutang mangrove di kawasan bibir pantai masih terjaga, pembukaan hutan di area dalam terpaksa dilakukan oleh warga dengan alasan ekonomi. Pembukaan lahan biasanya dilakukan untuk membuat tambak ikan hingga udang, yang bisa menjadi sumber pendapatan warga setempat. Namun, upaya pengembalian hutan mangrove ini terus dilakukan pemerintah desa setempat. Bekerja sama dengan BKSDA (Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam) serta BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) melakukan penerapan tambak ramah lingkungan. Hal ini dilakukan dengan menanam pohon mangrove di kawasan tambak. 

"Hasil kerja sama dengan BKSDA hingga akhir 2018 kami menanam pohon mangrove 25 hektare. Lalu hingga saat ini kami juga kembali melakukan penanaman seluas 90 hektare, hingga saat ini sudah ada 125 hektare lahan yang kami tanami pohon mangrove. Dan rencananya pada tahun depan (2021) BKSDA kembali akan melakukan penanaman seluas 70 hektare," jelas Kurniansyah. 

Belum lama ini Kaltim menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang ditunjuk pemerintah pusat, untuk terlibat dalam Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) atau Program Kampung Iklim Plus (Proklim) guna menurunkan emisi gas rumah kaca.

"Sebelum Desa Muara Adang ditetapkan termasuk dalam program pengurangan emisi karbon berbayar Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Carbon Fund, warga sudah memiliki kesadaran menjaga hutan mangrove," tambahnya. 

Di Kabupaten Paser sendiri total ada 20 desa yang ditunjuk sebagai desa percontohan dalam penerapan program FCPF. Sementara untuk seluruh Kaltim total 161 desa yang tersebar di tujuh kabupaten atau kota. Proses sosialisasi kepada warga untuk wilayah Balikpapan, Berau, PPU, Paser, dan Kutim pun telah dilakukan. Hanya Kabupaten Mahakam Ulu dan Kukar yang belum dilakukan sosialisasi karena terkendala situasi pandemi Covid-19. Konsultan FCPF, Reonaldus mengatakan alasan desa-desa ini dipilih umumnya karena memiliki luasan hutan yang cukup luas. "Karena program FCPF ini bertujuan untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan makanya kemudian desa-desa yang memiliki luasan hutan yang luas itu dipilih," imbuhnya. 

"Di program ini kami sudah melakukan sosialisasi FCPF tahap pertama ke 99 desa pada Oktober 2020 itu di Kabupaten Berau, Kutim, Kubar, Paser, PPU dan Balikpapan," tambahnya. 

Setelah menerima sosialisasi, warga akan diberikan kesempatan untuk mendiskusikan secara mandiri apakah mereka ingin ikut serta dalam program FCPF. 

"Hasil konsultasi mereka itu akan dibawa ke dalam pertemuan November minggu depan, di situ mereka akan mengeluarkan pernyataan mereka ingin bergabung atau tidak," ungkapnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya