Kutai Timur

ODGJ Kutim  Kasus Pemasungan ODGJ Kasus Pemasungan Orang Dengan Gangguan Jiwa Kominfo Kutim 

Sinergisitas Instansi Jadi Kunci Atasi Kasus Pemasungan ODGJ Kutim



Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kutim, Muhammad Yusuf.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kutim, Muhammad Yusuf.

SELASAR.CO, Sangatta – Pemerintah Pusat sebelumnya telah menargetkan Indonesia bebas pasung terhadap penderita  Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Tahun 2019. Namun realitanya kasus pemasungan masih ditemukan di provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) hingga tahun 2021 ini.

Salah satunya di Kutai Timur (Kutim). Berdasarkan data Dinas Kesehatan, menyebutkan angka kasus pasung dalam kategori ODGJ di Kutim tertinggi di Kaltim, atau menduduki posisi pertama dengan berjumlah 12 kasus, kemudian disusul Kabupaten Berau dengan 8 kasus.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kutim Muhammad Yusuf mengatakan, angka kasus pemasungan terhadap orang dengan gangguan jiwa tersebut tersebar di beberapa kecamatan di Kutim, seperti Kecamatan Rantau Pulung dan Muara Wahau. Menangani persoalan ini dibutuhkan kolaborasi yang apik dari berbagai intansi terkait, seperti Dinas Sosial, Satpol PP dan Dinas Kesehatan.

“Kutim ini peringkat pertama di Kaltim, dengan jumlah orang gila yang dipasung 12 orang. Padahal, ini merupakan salah satu pelayanan dasar kesehatan yang harus dituntaskan. Sebab sesuai dengan Permenkes 105 tahun  2019,  seharusnya  di Indonesia ini  tidak ada lagi orang dipasung, Tapi di Kaltim, khususnya di Kutim ini masih ada 12 yang dipasung,” ungkap Yusuf saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (21/6/2021).

Dijelaskannya, kasus pasung ODGJ paling banyak ditemukan di Kecamatan Rantau Pulung.  “Dipasung ini dalam pengertian hanya dibatasi. Bukan hanya diikat kakinya, tapi orang yang disekap dalam kamar dan tidak bisa kemana-mana itu juga status dipasung,” katanya.

Selain itu, dari 12 orang yang dipasung, diakui banyak di antaranya yang masih  tergolong ringan. Namun, jika kembali kumat, dan membahayakan orang lain. Pihak keluarganya kembali membatasi kebebasan mereka dengan mengurung atau lebih ekstremnya, diikat kakinya.

Namun yang jadi masalah terkait ODGJ ini, karena tidak ada yang punya kartu BPJS. Itu sekarang dalam pengurusan, sehingga saat diobati, bisa menggunakan BPJS. Selain itu,  Dinas Kesehatan akan bekerja sama dengan rumah sakit, karena di Kutim sudah ada dokter jiwa, yang bisa tangani.  “Untuk obat, Dinas Kesehatan selalu siap,” katanya.

Untuk yang berat, diakui Yusuf, perlu perawatan di rumah sakit. Namun RS di Kutim, belum ada kamar khusus orang gila. Sementara kalau digabung dengan pasien biasa, itu akan mengganggu. 

“Kami juga ingin merujuk ke RS Husada Samarinda, namun yang jadi persoalan, karena setelah dikirim, kadang tidak diurusi keluarganya. Bahkan, ada yang ditinggal pergi, meskipun sudah sembuh, karena dipikirnya orang gila itu ditinggal untuk selamanya di  rumah sakit,” katanya.

Disebutkan, untuk orang gangguan jiwa, memang ada yang harus diberikan obat secara rutin, agar tetap stabil, ada pula yang memang sembuh total. Karena itu, pihaknya melalui Puskesmas terus memantau orang yang kena gangguan jiwa.

“Tapi memang di Kutim ini, penderita penyakit jiwa, terus meningkat. Makanya, kami dalam penyediaan obat gangguan jiwa itu tiap tahun terus meningkat,” katanya.

Penulis: Bonar
Editor: Awan

Berita Lainnya