Kutai Timur

Perumda Air Minum Perumda Air Minum Kutim PDAM Kutim Kominfo Kutim 

Perumda Air Minum Kutim Rugi Rp 2,7 Miliar, Suparjan: Karena Covid dan Kewajiban Pajak



SELASAR. CO, Sangatta - Perusahaan Umum daerah (Perumda) Air Minum Kutai Timur, dikabarkan pada tahun 2021 lalu mengalami kerugian sebesar Rp 2,7 miliar. Kerugian tersebut terjadi akibat karena dampak Covid-19 serta ada kewajiban pajak yang tertunggak sebelumnya yang harus diselesaikan.

“Jadi, yang paling besar itu dampak covid, termasuk ada perbaikan dan biaya solar yang melambung,” kata Direktur Perumda Air Minum Suparjan saat ditemui sejumlah awak media beberapa waktu yang lalu

Dijelaskan, beberapa komponen yang meningkatkan biaya operasinal PDAM tahun 2021 itu adalah kenaikan harga solar industri. Sebab PDAM itu menggunakan solar industri. Tahun 2021, bahkan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kabo, juga sempat menggunakan Genset, karena ada longsoran yang mengakibatkan kabel pompa putus. “Penggantian kabel ini juga investasi, terkit biaya yang dikeluarkan. Kalau sebelumnya IPA menggunakan listik PLN, saat ada longsoran , selama perbaikan, itu menggunakan solar industri. Itu biaya sangat besar. Belum lagi kenaikan bahan kimia,” Ucapnya.

Disebutkan, dari 22 IPA milik PDAM, sebagian besar masih menggunakan genset. Genset ini menggunakan solar industri. Di IPA yang kecil-kecil, yang melayani masyarakat terbatas jumlahnya,  sebenarnya merugikan, namun karena ini penugasan, untuk melayani masyarakat, sehingga PDAM tetap melayani mereka, meskipun rugi.

Terkait dengan permintaan DPRD agar PDAM meningkatkan kinerja dengan menekan kebocoran, Suparjan mengatakan pihaknya juga ingin menekan kebocoran sekecil mungki. Bahkan  telah melakukan berbagai upaya, untuk menekan kebocoran. Tapi, sebenarnya, dengan mempertahankan kebocoran di angka sekitar 20 persen saja, itu sudah usaha maksimal.

“karena kebocoran itu terjadi bisa akibat salah di meteran, akibat kebocoran pipa yang dalam tanah dan berbagai tingkat kebocoran lainya.  Kalau sudah bocor dalam tanah, itu sulit diketahui. Kami kira, angka 20 persen itu sudah cukup ideal, karena kementerian PU juga memang mengisinkan tingkat kebocoran 20 persen. Kalau kami lihat di PDAM yang besar-besar,  itu paling maksimal itu 15 persen. Bahkan, di PDAM Samarinda saja,  yang sangat besar, itu masih 35 persen,”terangnya

Diakui, untuk menekan kebocoran dibawa 20 persen, itu membutuhkan investasi yang besar, karena butuh teknologi tinggi. Jika itu dilakukan, investasinya tidak sebanding dengan pengeluaran. “Tapi kami tetap melakukan upaya, menekan kebocoran – kebocoran itu, dengan melakukan pemeliharaan peralatan PDAM.” Tutupnya

Penulis: Bonar
Editor: Awan

Berita Lainnya