Kolom
politik uang money politics Achmad Ridwan Awan Pilkada 2024 pilkada kaltim Caleg sumpah jabatan 
Usul Konkret Menumpas Politik Uang di Pilkada 2024

Ketika menjadi calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu lalu, tema besar yang selalu saya usung dalam setiap pertemuan dengan masyarakat adalah betapa berbahayanya politik uang. Dan alhamdulillah – mungkin karena dianggap gila, saya pun tidak terpilih. Maka, jika sekarang ada calon kepala daerah dengan lantang bicara di depan publik untuk berkomitmen menolak politik uang, saya tidak merasa gila sendirian.
DALAM beberapa kesempatan, calon gubernur Kaltim Isran Noor mengingatkan relawannya untuk mewaspadai politik uang. Dengan tegas dia menyatakan memerangi praktik lancung tersebut.
“Harga diri kalian tidak bisa dibayar dengan apapun. Harga satu suara kalian itu mahal. Kalau ada yang membawa beras kira-kira 50 ton, itu tidak ada artinya. Apalagi jika hanya diberi 100.000 atau satu juta sekali pun. Kenapa? Karena itu tidak membawa berkah. Jadi, sayangilah diri kalian,” serunya suatu waktu.
Berita Terkait
Belakangan, calon wali kota Samarinda, Andi Harun, menggaungkan hal senada. “Ada orang yang sangat menganggap sederhana untuk bisa terpilih. Cukup data orangnya, ketemu sama ketua-ketua RT-nya, minta data warganya, lalu beritahu melalui ketua RT-nya atau langsung ke orang-orangnya, timses catat namanya, nanti kira-kira seminggu atau tiga hari sebelum hari H dibawakan amplop,” terang Andi Harun.
Petahana di Samarinda ini menekankan bahwa pendekatan seperti itu bukan hanya tidak etis, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
T-t-tapi, kan bisa saja itu hanya di mulut, tidak sampai pada tindakan nyata saat pemilihan nanti. Iya, tidak ada yang menjamin. Namun, setidaknya calon yang berani terang-terangan dan lantang menolak politik uang, berarti berani mempertaruhkan integritasnya. Jika ternyata ada bukti dirinya melakukan politik uang, maka selain sanksi hukum, sanksi sosialnya akan lebih berat.
Sebaliknya, calon yang tidak pernah atau tidak berani bicara terbuka menentang politik uang, sangat wajar jika masyarakat berburuk sangka bahwa mungkin dia memang pelaku suap dalam pemilu. Makanya behinip, kata orang Banjar.
Untuk itu, sebagai warga negara yang budiman, saya ingin memberi usul agar politik uang di pemilihan kepala daerah bisa diminimalisir, syukur-syukur bisa ditumpas. Begini, para calon kepala daerah itu harus diambil sumpahnya, untuk tidak melakukan politik uang (menyuap konstituen).
Sumpah dilakukan sebagaimana sumpah seseorang ketika sudah terpilih dan akan dilantik. Dengan kitab suci sesuai agama masing-masing diletakkan di atas kepala para calon tersebut. Sumpah itu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), agar legitimate.
Lalu, apa isi sumpahnya? Dikarenakan masyarakat kita masih percaya pada hal-hal metafisik, perlu ada semacam konsekuensi gaib yang berat, disebutkan dalam teks sumpah tersebut. Semacam sumpah pocong, tapi dalam level yang moderat.
Contoh redaksinya seperti ini:
“Saya, Amat Galon, bersumpah tidak akan melakukan suap kepada calon pemilih maupun memberi perintah kepada tim sukses saya untuk menyuap calon pemilih. Apabila sumpah ini dilanggar, maka saya dan keluarga, serta hingga tujuh turunan berikutnya, akan menerima azab dari Allah SWT/Tuhan YME, minimal menjadi miskin tak berkesudahan.”
Kok ngeri kali sumpahnya? Lho, kengerian itu kan hanya akan terjadi ketika si calon melanggar sumpahnya. Kalau tidak, tak jadi soal. Lagipula kejahatan suap tidak mungkin terjadi secara tidak sengaja. Pasti ada niat. Mana ada orang menyuap secara tidak sengaja. Lagipulanya lagi, akan lebih ngeri dampaknya apabila pemenang kontestasi adalah para calon yang menyuap pemilih.
Silakan bantah fakta ini; Oknum legislator brengsek lahir dari caleg yang menyuap warga agar dirinya terpilih. Oknum pejabat brengsek lahir dari pegawai yang menyuap demi naik jabatan. Oknum p*lisi brengsek lahir dari calon p*lisi yang menyuap agar bisa masuk akademi. Pemimpin brengsek suatu daerah lahir dari mereka yang menyuap konstituen agar terpilih saat pemilihan kepala daerah. Suap adalah ibu kandung korupsi.
Dengan demikian saya menganggap sumpah untuk tidak melakukan suap/politik uang itu perlu dilakukan para calon kepala daerah. Sebagai opsi, jika calonnya laki-laki semua, boleh juga sumpahnya ditambah. “… Apabila sumpah ini dilanggar, maka burung saya tidak akan bisa berdiri, apalagi beranjangsana kesana kemari.”
Dijamin, para politikus itu akan berpikir seribu kali untuk melakukan praktik money politics. Masa depan yang dipertaruhkan, Bung!
AWAN
Penulis adalah caleg gagal dari Samarinda