Opini

Menteri Keuangan Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani  Purbaya Yudhi Sadewa  Opini Unmul Anita Rosalina Awallin 

Menteri Keuangan Baru, Apa Kabar Rp200 Triliun?



Foto: Rodworks
Foto: Rodworks

Pergantian menteri keuangan bukan hanya sekedar rotasi jabatan, melaikan momentum yang berdampak langsung kearah kebijakan ekonomi dan dinamika keuangan negara. Sebagai pengelola Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), utang negara, penerimaan, pengeluaran, hingga stabilitas mata uang, posisi ini jika terdapat pergantian pastinya selalu menimbulkan pertanyaan apakah akan membawa perbaikan, atau justru menciptakan ketidakpastian bagi sektor eonomi indonesia apalagi pasar dan para investor.

Pencopotan jabatan menteri keuangan pasti tidak lepas dari tekanan politik dan protes dari tekanan publik terkait tunjangan untuk anggota legislatif. Jabatan menteri keuangan tidak hanya diukur dari kinerja saja melainkan juga diukur dari kepentingan politik. Di mana hal ini menurut saya menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi terkadang berbenturan dengan kepentingan politik, sehingga mengakibatkan adanya tarik menariik kepentingan yang dapat merugikan rakyat, dan kondisi ini juga dapat menurunkan independensi seorang menteri keuangan karena kualitas dari pengelolaan keuangan negara seharusnya menjadi aspek utama, bukan kepentingan untuk politik sesaat. 

Peristiwa dari pergantian menteri keuangan ini juga merupakan salah satu sejarah dalam pemerintahan di Indonesia. Di mana hal ini dapat memicu reaksi pasar dan kepecayaan investor. Pada saat pencopotan jabatan Sri Mulyani telah membuat reaksi pasar menjadi bergejolak. Dimana indeks harga saham gabungan melemah lebih dari satu persen, lalu peningkatan rupiah terhadap dolar AS. Menteri keuangan yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa telah menegaskan rencana memindahkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke mitra untuk memperkuat injeksi dalam mendorong penyaluran kredit. 

Langkah ini merupakan kebijakan baru dan bisa menjadi stimulus nyata bagi sektor riil dengan memperkuat akses pembiayaan bagi UMKM dan usaha produktif, sehingga ekonomi masyarakat bergerak. Kebijakan baru ini perlu diapresiasi namun semua langkah pasti terdapat risikonya, apabila distribusi kredit tidak tepat sasaran maka kebijakan yang diambil ini dapat menciptakan pertumbuhan yang tidak produktif.

Saya setuju dengan adanya kebijakan pemindahan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ini karena langkah ini melihatkan keberanian untuk mengoptimalkan potensi dalam mensejahterakan masyarakat. 

Meskipun kebijakan pemindahan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke pada perbankan nasional telah resmi dimulai pasca 12 September 2025. Namun manfaat langsungnya bagi masyarakat belum juga terlihat nyata. Bila pemerintah dan perbankan tidak segera mempercepat penyaluran dana ini ke sektor produktif, maka kebijakan ini hanya akan memberi harapan bagi masyarakat. Maka inilah saatnya pemerintah berani menepati janji, jangan sampai kebijakan ini hanya menjadi makanan di media, Rp200 triliun bukan hanya sekedar janji semata, melainkan harus diwujudkan sebagai bukti yang nyata untuk mensejahterakan masyarakat.

Penulis:
Anita Rosalina Awallin
Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Mulawarman

Editor: Awan

Berita Lainnya