Utama
Kabid SDA Kaltim Pengerukan Sungai Mahakam Normalisasi Sungai Mahakam Sungai Mahakam 
Kabid SDA Kaltim Runandar: Pengerukan Sungai Mahakam Perlu Kajian, Tapi Bisa Kurangi Banjir Samarinda
                        SELASAR.CO, Samarinda - Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud tengah menggulirkan wacana pengerukan Sungai Mahakam sebagai langkah strategis mengatasi persoalan banjir yang kerap melanda Kota Samarinda. Meski demikian, rencana tersebut masih harus menunggu kajian teknis karena kewenangan pengelolaan Sungai Mahakam berada di tangan pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV Samarinda.
Kepala Bidang Sumber Daya Air, Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perumahan Rakyat (PUPR-Pera) Kalimantan Timur, Runandar, mengatakan bahwa inisiatif Gubernur Rudy Mas’ud untuk melakukan pengerukan di Sungai Mahakam merupakan bentuk kepedulian terhadap persoalan banjir yang melanda sejumlah kawasan di Samarinda dan sekitarnya.
“Pak Gubernur melihat langsung kondisi pendangkalan di beberapa titik Sungai Mahakam, terutama di sekitar kawasan kota dan muara anak sungai. Saat air surut, sedimen sangat terlihat dan cukup tebal. Ini tentu perlu ditangani,” ujar Runandar saat ditemui, Senin (3/10/2025).
Namun, ia menegaskan bahwa kewenangan pengelolaan Sungai Mahakam berada di bawah Balai Wilayah Sungai (BWS) Wilayah IV, bukan di pemerintah provinsi. Karena itu, rencana pengerukan tersebut perlu dikoordinasikan dengan Kementerian PUPR dan instansi teknis terkait.
Berita Terkait
“Kalau di provinsi belum ada kajian terkait rencana pengerukan ini. Mungkin saja di BWS sudah ada kajian, karena Mahakam juga digunakan untuk jalur transportasi. Kami akan berkoordinasi dengan pusat untuk mengetahui sejauh mana hal itu bisa dilakukan,” jelasnya.
Menurut Runandar, secara teknis pengerukan Sungai Mahakam berpotensi membantu memperlancar aliran air dari anak-anak sungai, seperti Sungai Karang Mumus dan Karang Asam Besar, yang bermuara ke Mahakam. Pendangkalan di muara anak sungai kerap menyebabkan air meluap ke permukiman saat debit meningkat.
“Kalau muaranya dangkal, air dari anak sungai tertahan dan meluap ke kota. Jadi, logikanya, kalau muara Mahakam dikeruk, air bisa lebih cepat keluar. Tapi semua itu harus berdasarkan hasil kajian teknis, tidak bisa hanya asumsi,” katanya.
Ia menambahkan, pengerukan juga akan berdampak ganda karena dapat meningkatkan fungsi Sungai Mahakam sebagai jalur pelayaran dan transportasi barang. Namun, Runandar mengingatkan bahwa kegiatan ini memerlukan biaya besar dan melibatkan berbagai pihak, termasuk kementerian, konsultan, hingga perguruan tinggi.
“Kalau dilakukan, pasti perlu dukungan besar dari pusat karena biayanya tidak kecil. Tapi kalau demi kepentingan masyarakat luas dan pengurangan banjir, tentu ini layak dipertimbangkan,” ujarnya.
Sementara itu, Pemprov Kaltim saat ini masih fokus pada upaya normalisasi anak-anak sungai, seperti Karang Mumus, yang dikerjakan secara bertahap bersama Pemerintah Kota Samarinda dan BWS. Kendala utama di lapangan masih berkutat pada penyelesaian masalah sosial dan pembebasan lahan di sepanjang bantaran sungai.
Runandar juga menyoroti faktor pembukaan lahan di wilayah hulu Mahakam, seperti di Kutai Barat dan sekitarnya, yang menyebabkan tingginya sedimentasi di sungai utama dan anak sungainya. “Sedimen ini bawaan dari hulu akibat pembukaan lahan tambang, perkebunan, bahkan perumahan. Semuanya bermuara ke Mahakam dan mempercepat pendangkalan,” ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi Kaltim berharap pemerintah pusat dapat segera menindaklanjuti rencana pengerukan Sungai Mahakam melalui kajian teknis komprehensif agar penanganan banjir di Samarinda dan kawasan sekitarnya bisa dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan.
Penulis: Boy 
                        Editor: Awan

