Opini

Opini Mahasiswa Opini Unmul  Teori Organisasi 

Membaca Masa Depan Kalimantan Melalui Tiga Kacamata Teori Organisasi



Muhammad Fariz Abqary.
Muhammad Fariz Abqary.

SELASAR.CO, Samarinda - Pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan banyaknya proyek strategis nasional membuat Kalimantan berada dalam perubahan besar. Wilayah yang selama ini dikenal sebagai penyangga lingkungan Indonesia kini diarahkan menjadi pusat pemerintahan dan simbol masa depan bangsa.

Namun, perubahan sebesar ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah Kalimantan benar-benar siap?, tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara sosial, budaya, dan kelembagaan.

TEORI SISTEM ORGANISASI

Dilihat dari teori sistem, Kalimantan dapat dianggap sebagai sebuah sistem terbuka yang seharusnya menerima masukan dari masyarakat dan lingkungannya.

Kenyataannya, pembangunan masih menunjukkan ketidakseimbangan. Banyak kebijakan lebih dipengaruhi kepentingan elite dan investor, sementara suara masyarakat lokal, masyarakat adat, dan akademisi sering kurang didengar.

Proses pengambilan keputusan cenderung satu arah dari atas ke bawah. Akibatnya, hasil pembangunan justru memunculkan konflik lahan, penolakan warga, dan kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan.

Kritik dari masyarakat pun sering dianggap sebagai penghambat, bukan sebagai masukan untuk memperbaiki kebijakan, sehingga pembangunan sulit menyesuaikan diri dengan kondisi lapangan.

TEORI BUDAYA ORGANISASI

Dari sisi teori budaya organisasi, pembangunan IKN seharusnya tidak hanya berarti memindahkan kantor pemerintahan, tetapi juga mengubah cara kerja birokrasi.

Gedung yang modern, teknologi canggih, dan desain kota futuristik memang terlihat maju, tetapi itu baru tampilan luar. Di baliknya, budaya lama seperti birokrasi yang kaku, proses yang lambat, dan pola pikir “yang penting aman” masih kuat.

Penolakan atau keraguan sebagian aparatur untuk pindah ke IKN menunjukkan bahwa pola pikir lama belum berubah. Tanpa perubahan budaya melalui kepemimpinan yang memberi contoh, pelatihan, dan sistem kerja baru, IKN berisiko hanya menjadi tempat baru dengan kebiasaan lama.

TEORI KOMUNIKASI ORGANISASI

Sementara itu, teori komunikasi organisasi memperlihatkan bahwa banyak masalah pembangunan di Kalimantan muncul karena komunikasi yang tidak seimbang. Pemerintah sering menyampaikan rencana secara satu arah, sementara masyarakat baru diajak bicara ketika keputusan hampir ditetapkan.

Akibatnya, ruang dialog berubah menjadi konflik. Kepercayaan masyarakat menurun dan warga merasa tidak memiliki pembangunan tersebut. Padahal, komunikasi dua arah yang terbuka sangat penting agar masyarakat memahami, menerima, dan ikut menjaga hasil pembangunan.

Jika ketiga teori ini dilihat bersama, dapat disimpulkan bahwa Kalimantan sedang mengalami krisis organisasi. Sistem pembangunan belum cukup responsif terhadap masukan warga, budaya birokrasi belum berubah sesuai semangat modernisasi, dan komunikasi publik belum mampu membangun partisipasi yang nyata. Ketiga masalah ini saling berkaitan dan memperkuat satu sama lain.

Karena itu, masa depan Kalimantan tidak bisa dibangun hanya dengan jalan, gedung, dan infrastruktur megah. Diperlukan sistem yang lebih terbuka dan inklusif, budaya birokrasi yang melayani dan mau berubah, serta komunikasi yang jujur dan setara dengan masyarakat. Kalimantan bukan sekadar lokasi IKN, tetapi rumah bagi jutaan orang dengan sejarah, identitas, dan lingkungan yang harus dihormati.

Membangun Kalimantan berarti membangun Indonesia yang lebih adil, manusiawi, dan mampu tumbuh bersama rakyatnya.

Penulis: Muhammad Fariz Abqary

Editor: Awan

Berita Lainnya