Feature

Kai Inur Tunanetra Pengurus Langgar feature 

Kai Inur Tunanetra Pengurus Langgar, Belasan Tahun Memendam Asa ke Tanah Suci



Fahruddin atau warga sekitar biasa memanggilnya Kai Inur.
Fahruddin atau warga sekitar biasa memanggilnya Kai Inur.

SELASAR.CO, Samarinda – Lelaki paruh baya itu sedang bercengkerama dengan sang istri. Di depan mereka, cucu kesayangan tertidur lelap di atas ayunan. Ketukan pintu membuat sang kakek bergegas mengambil baju, lalu menutupi tubuhnya yang tergerus usia. Buru-buru ia menghampiri saya.

Fahruddin namanya, atau warga sekitar biasa memanggilnya Kai Inur. Ia adalah imam Langgar Baitur Rasyid di gang H Rasyidi, Jalan Gerilya, Sungai Pinang Samarinda.

Bangunan seluas 3x4 meter itu menjadi tempat ia hidup bersama sang istri,  Sarkinah. Ruang sepetak itu menjadi ruang tamu, sekaligus ruang makan, dan kamar tidur mereka. Ketiga anak mereka tidak tinggal bersama Fahrudin dan Sarkiyah. Dua anak sudah berkeluarga, sedang si bungsu, ikut dengan kakaknya  tinggal di Pulau Atas, Sambutan.

Kai Inur memulai awal cerita bisa sampai ke Samarinda pada tahun 1989. Bermodal semangat ia merantau meninggalkan kampung halamannya di Batu Mandi, Balangan, Kalimantan Selatan. Segala macam usaha ia lakoni, dari kerja serabutan, menyadap karet di daerah Kukar, hingga akhirnya berjualan ikan di pasar selama belasan tahun. 

Kehidupan Kai Inur berjalan normal layaknya kepala keluarga lain. Hingga hari nahas itu tiba. Tahun 2007 menjadi awal semua kegelapan. Kai Inur awalnya sering mengeluh sakit di bagian kepala, ketika diperiksakan ke dokter ternyata mengidap penyakit glaukoma. 

“Bilang dokter saraf di kepala ini lumpuh, nama penyakitnya kata dokter glaukoma. Bukan katarak, kalau glaukoma ini tidak bisa dioperasi,” katanya dengan logat Banjar yang kental, Senin (9/9/2019).

Sejak hari itu, Kai Inur tidak lagi dapat melihat. Ia harus dibantu sang istri tiap kali akan beraktivitas. Karena kondisinya yang tidak lagi dapat bekerja, para tetangga yang iba memercayakan Kai Inur dan istri mengurus langgar yang dibangun tahun 2000. “Namanya sudah tidak bisa melihat lagi, tidak ada kerjaan kai sehari-hari. Sudah itu disuruh orang menunggu langgar oleh warga sini. Jadi bilang kai, kalau masalah kebaikan ya sudah,” ujarnya.

Akhirnya, sejak tahun 2008, Kai Inur resmi menjadi imam salat fardu. Sedang sang istri membantu membersihkan dan mengisi air di Langgar Baitur Rasyid. Tahun ini, adalah tahun kedua belas mereka tinggal di sana. Setiap kali menjelang waktu salat, Kai Inur sudah berada di langgar. 

“Semua posisi ini kan kai sudah tahu, dulu waktu membangun langgar ini ikut bantu. Jadi tahu pintu masuk ada di sini, sekarang tambah enak karena ada pegangannya. Jadi keluar dari pintu rumah ini tinggal meraba ke dinding sampai pintu, nah, dari pintu itu lurus sampai di ubin yang beda suaranya. Pas sudah itu belok kanan sudah depan pengimaman,” cerita Kai Inur. 

Kai Inur bersama sang istri Sarkinah

Kai Inur bersama sang istri Sarkinah
Semua persiapan salat ia siapkan sendiri. Dari menyalakan kipas angin, menggelar sajadah, hingga membunyikan pengeras suara. Kai Inur bersyukur kini radionya terhubung dengan saluran radio Masjid Agung, sehingga ia tidak membutuhkan bantuan orang lain untuk mengetahui waktu masuk salat. “Sekarang enak, tidak perlu nunggu orang datang buat tahu jam salat, tinggal nyalakan radio saja,” imbuhnya.

Selama membaktikan diri di langgar, Kai Inur tidak jarang mendapati dirinya harus juga melakukan seruan panggilan salat atau azan. Karena tidak ada orang lain selain dirinya yang menjadi muazin. “Paling sering pas salat zuhur, asar, sama subuh, kalau magrib dan isya masih ada jamaah yang lain. Bagaimana lagi, kan orang-orang punya kesibukannya masing-masing,” ungkapnya.

Baca juga: Daftar ke PDIP, Andi Harun Tak Mau Jadi Nomor Dua

Ketika disinggung mengenai pemenuhan kebutuhan  sehari-hari, Kai Inur mengaku mendapat bantuan dari tetangga dan orang-orang yang datang mengunjunginya. “Alhamdulillah, ada saja yang datang bertamu ke sini. Kasih beras, kasih uang,” katanya.

Ia pun menuturkan keinginannya agar bisa menginjakkan kaki ke Baitullah Mekkah, dan menziarahi makam Nabi Muhammad SAW di Madinah. “Hajat kai, mudah-mudahan ada yang bisa bawa ke Mekkah untuk umrah. Tapi harus sama istri, biar kai ada yang menemani selama di sana,” tutupnya.

Penulis: Fathur
Editor: Er Riyadi

Berita Lainnya