Ragam

sakit jantung serangan jantung kesehatan jantung Ashraf Sinclair BCL 

Kenali Ciri-ciri Sakit Jantung dan Cara Pencegahannya



Ilustrasi serangan jantung
Ilustrasi serangan jantung

SELASAR.CO, Samarinda – Ashraf Sinclair suami penyanyi Bunga Citra Lestari (BCL) meninggal dunia pada Selasa (18/2/2020), pukul 04.51 WIB karena serangan jantung. Ayah Noah Sinclair ini meninggal pada usia 40 tahun. Seperti diketahui, penyakit jantung memang dapat menyerang siapa saja, kapan saja, pada berbagai usia.

Data menunjukkan, prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia yaitu sebesar 1,5 persen dari total penduduk. Selain itu, masyarakat kota juga cenderung lebih banyak terserang penyakit jantung dengan prevalensi 1,6 persen dibandingkan penduduk perdesaan yang hanya 1,3 persen.

Merujuk data Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014, juga menunjukkan penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian tertinggi kedua setelah stroke, yaitu sebesar 12,9 persen dari seluruh penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Tingginya angka penyakit jantung di Indonesia juga sangat mempengaruhi pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional.

Data BPJS Kesehatan menunjukkan adanya peningkatan biaya pelayanan untuk penyakit jantung koroner dari tahun ke tahun. Mengacu pada laporan keuangan BPJS Kesehatan, penyakit jantung koroner pada 2014 menghabiskan dana hingga Rp 4,4 triliun. Biaya tersebut meningkat menjadi Rp 7,4 triliun pada 2016 dan terus meningkat pada tahun 2018 sebesar Rp 9,3 triliun. Sementara untuk periode Januari-Maret 2019 pembiayaan untuk penyakit jantung sudah mencapai Rp 2,8 triliun.

Data Riskesdas 2018 mengungkapkan tiga provinsi dengan prevalensi penyakit jantung tertinggi yaitu Provinsi Kalimantan Utara 2,2 persen, DIY 2 persen, dan Gorontalo 2 persen. Selain ketiga provinsi tersebut, terdapat delapan provinsi lainnya dengan prevalensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi nasional.

Delapan provinsi tersebut adalah DKI Jakarta 1,9 persen, Sulawesi Tengah 1,9 persen, Kalimantan Timur 1,9 persen, Sulawesi Utara 1,8 persen, Aceh 1,6 persen, Sumatera Barat 1,6 persen, Jawa Barat 1,6 persen, dan Jawa Tengah 1,6 persen.

Data ini turut dibenarkan dr Bambang Rahadi, spesialis jantung dan pembuluh darah RSUD IA Moeis Samarinda.

“Saat ini penyakit hipertensi paling tinggi secara nasional, kalau tidak salah Kaltara dan Sulawesi Utara. Kalau Kaltim jika tidak salah peringkat ketiga tekanan darah tinggi seluruh Indonesia. Sedangkan kalau jantung koroner kita nomor enam setelah Jakarta,” ujarnya saat ditemui Selasar di ruangannya Kamis (20/2/2020).

CIRI-CIRI SAKIT JANTUNG

Bambang menjelaskan, serangan jantung biasa terjadi karena adanya sumbatan atau penyempitan di dalam pembuluh darah jantung. Hal ini biasanya terjadi secara mendadak. Tanda-tanda yang bisa dilihat sebelum seseorang terkena serangan jantung, biasanya selalu muncul nyeri dada, sesak nafas saat beraktivitas, merasa berdebar, kemudian pingsan atau merasa hampir pingsan.

“Namun kadang hal-hal seperti itu kita bisa luput, kadang menganggap gejala-gejala itu hanya penyakit maag biasa. Padahal itu merupakan tanda-tanda menderita jantung koroner. Apalagi untuk orang-orang di atas 40 tahun untuk laki-laki dan perempuan di atas 55 tahun, itu mulai memiliki risiko terjadinya jantung koroner atau serangan jantung,” jelasnya.

Faktor keturunan juga turut berperan dalam risiko seseorang mengalami jantung koroner, namun implementasinya berbeda-beda untuk setiap orang.

“Yang patut diperhatikan terkait faktor keturunan itu, soal ada atau tidak keluarganya yang meninggal mendadak di bawah usia 40 tahun. Kalau ada riwayat seperti itu, harus hati-hati, dan lakukan segera medical check-up untuk melihat potensi yang bersangkutan mengalami hal serupa,” tambahnya. 

PENCEGAHAN SERANGAN JANTUNG

Aktivitas olahraga tetap menjadi bagian utama untuk melakukan pencegahan dari penyakit serangan jantung, namun untuk jenis olahraganya harus diperhatikan. Dokter Bambang mengatakan, sebaiknya olahraga yang dilakukan adalah aktivitas dengan intensitas sedang.

“Olahraga tidak harus kita meluangkan waktu khusus untuk berolahraga saja, aktivitas sehari-hari saja sebetulnya bisa. Dengan membiasakan menggunakan tangga daripada lift, jadi aktivitas seperti itu sebaiknya rutin dilakukan,” tuturnya.

Ia pun menyarankan frekuensi berolahraga juga jangan berlebihan. Sebaiknya dilakukan 3-5 kali dalam satu minggu, dengan durasi total sekitar 150 menit. Sehingga dengan asumsi olahraga 3 kali dalam satu minggu, satu sesinya sekitar 50 menit. Olahraga juga harus dilakukan perlahan-lahan. Orang yang jarang berolahraga jika tiba-tiba dipaksa melakukan olahraga berat dapat berbahaya. Tubuh membutuhkan waktu untuk beradaptasi.

Menghindari mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi, juga dianjurkan untuk menekan potensi terkena penyakit serangan jantung.

“Kalau kita ini di Samarinda, hindari makanan yang bersantan dan gorengan. Walaupun kita ingin makan yang goreng-gorengan minyaknya jangan berulang kali dipakai. Makanan seperti mi instan juga sebisa mungkin dihindari, selain karena memang ada lemak jenuh, itu juga mengandung kadar garam tinggi. kadar garam yang tinggi ini meningkatkan potensi terjadinya hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner,” pungkasnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya