Kolom

 

Politik Kita Tidak Didesain untuk Melindungi Publik dari Covid-19



Politik Kita Tidak Didesain untuk Melindungi Publik dari Covid-19
Oleh: Merah Johansyah Ismail


“POLITIK
kita tidak didesain untuk melindungi publik dari Covid-19”. Itu ujaran kolumnis Guardian, George Monbiot dalam satu artikelnya tengah Maret lalu.

Donald Trump adalah presiden hasil pemilu AS yg dikenal sebagai “Pembantah” konsep pemanasan global dan perubahan iklim. Ia menyebut perubahan iklim hanya agenda terselubung para saintis dan strategi China membatasi industri manufaktur AS.

Di Tanah Air, awal tahun 2019 sebuah survei oleh komunitas YouGov menempatkan Indonesia tempat teratas bagi kebanyakan orang yang tidak percaya perubahan iklim. Sebagian besar menganggap isu iklim adalah konspirasi.

Luhut Binsar Panjaitan contohnya. Elite politik yang menjabat sebagai “Perdana Menteri” ini bahkan pernah secara picik mengancam menarik Indonesia dari kesepakatan iklim Paris, karena kebijakan Uni Eropa yang mempermasalahkan sawit dari Indonesia.

Wajar jika kekacauan terjadi pada saat pandemi Covid-19 menyerang. Dimulai polah Presiden Jokowi yang terlalu santai, menganggap remeh saat pandemi bermula. Kebijakannya malah mengundang wisatawan, memberikan paket miliaran bagi buzzer untuk kampanye wisata dan mengundang semua orang masuk ke Indonesia. Hal itu mendebarkan karena dilakukan saat banyak negara lain bersiap menghadapi ancaman Covid-19. Akhirnya, persiapan yang kedodoran menuai korban. Bahkan petugas medis yang berperang dengan tangan kosong berguguran.

Ditambah sikap keras kepala Luhut yang tetap memasukkan tenaga kerja asing demi proyek investasi tambang di Sultra dan Halmahera di tengah intaian pandemi. Atau statement sejumlah elite lainnya. Banyak pernyataan kontroversial seperti “corona tidak akan masuk Indonesia karena berbeda cuaca” atau “karena orang Indonesia makan nasi kucing” hingga “anjuran banyak berdoa saja”. Semuanya adalah suara dari sikap anti-sains yg merupakan produk dari Sistem Politik kita.


Merah Johansyah Ismail

Itulah jejak elite Indonesia yang anti-sains, produk sistem politik. Jumlahnya banyak, bertaburan. Politik kita memang tidak dipersiapkan untuk melindungi keselamatan publik dari bencana iklim, termasuk pandemi Covid-19.

Bukan cuma di Jakarta, di daerah, jumlah dan contohnya tidak kalah banyak. Di Kalimantan Timur misalnya, Gubernur Isran Noor terekam di banyak media mengatakan dengan entengnya bahwa penyebab anak-anak terus tewas di lubang bekas tambang batu bara yang tidak direklamasi adalah akibat di sana ada hantunya, bukan karena abainya tanggung jawab reklamasi perusahaan.

Atau statement terbarunya yang mengatakan dengan yakin, wabah Covid-19 akan berhenti dengan sendirinya akhir Maret ini.

Benar saja Monbiot, politik kita justru didesain menghasilkan para pembantah, si picik, dan orang-orang keras kepala. Orang-orang ini hanya butuh Anda, jika masih bertahan hidup dari pandemi, guna diajak kembali memilih mereka di bilik suara. Entah di Pilkada atau Pemilu berikutnya, lagi dan lagi.

Masihkah Anda terus bersedia? Saya sudah lama memilih tidak.

 

---------------

Penulis adalah Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)

Editor: Awan

Berita Lainnya