Feature

Irwan Ahy Sangkulirang 

Cerita Irwan, Pemuda Desa yang Melompat ke Panggung Politik Indonesia



Irwan bermain dengan anak-anak saat di kampung halaman.
Irwan bermain dengan anak-anak saat di kampung halaman.

PEMILIHAN Umum Legislatif 2019 melahirkan kejutan bagi perpolitikan Kalimantan Timur (Kaltim). Dari 8 orang terpilih di Senayan, ada satu nama yang mencuri perhatian. Ia tidak muncul dari perut pemilik modal, bukan pula dari lingkungan elite, apalagi dinasti petinggi. Pemuda ini lahir dari rahim rakyat.

Namanya pendek, Irwan. Sebagaimana nama sang bapak yang tak kalah singkat, Ridwan. Irwan lahir di Sangkulirang, 30 April 1979, dari ibu bernama Saribanon. Pasangan Ridwan dan Saribanon adalah perantau sederhana dari Sulawesi, yang bermukim di ujung tanjung Pulau Sangkulirang.

“Dulu namanya Tanjung Babi. Sekarang berganti Tanjung Harapan, di Desa Benua Baru Ilir, Kecamatan Sangkulirang,” kenang Irwan.

Banyak memori tertinggal di sana. Tapi ada satu yang tak pernah lupa ia bawa. Yakni, pesan bapaknya, yang meninggal dunia pada 2010. “Saya sejak kecil dididik oleh orang tua, terutama almarhum bapak untuk senantiasa menjaga silaturahim pada sesama (persaudaraan), memanusiakan manusia (kemanusiaan), serta jujur dan berkarakter kuat (integritas),” kata anak ketiga dari enam bersaudara ini.

Menghabiskan masa kecil dan remaja di Tanjung Harapan, Irwan merantau ke ibu kota provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Dia menuntut ilmu di Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA). Lalu melanjutkan jenjang hingga mendapat gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan (SIP).

Irwan bekerja di Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan (BIPHUT) dari 1998 hingga 2004. Pencinta alam ini kemudian mudik ke Kutai Timur (Kutim), mengabdi di Dinas Kehutanan Kutim pada 2004-2014. Kariernya mulai menanjak. Irwan menjadi Kepala Seksi Penatagunaan dan Perpetaan Dinas Kehutanan Kutim, selama dua tahun (2014-2016).

Pada 2018, Irwan mengambil keputusan berani. Keluar sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk serius menapaki dunia politik. Ia pun aktif berorganisasi. Menjadi ketua di banyak organisasi, dari politik, lingkungan, sampai olahraga. Irwan didaulat sebagai Ketua Forum Bela Negara Kutai Timur, Ketua Forum Peduli Karst Kutai Timur, hingga Ketua Federasi Arung Jeram Indonesia Cabang Kutai Timur.

Namun, ada satu gerakan yang diinisiasinya dan cukup menarik perhatian publik. Irwan menggagas Gerakan 20 Mei (G20 Mei) Kutai Timur. Melalui wadah itulah ia menggugat Presiden Joko Widodo ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemangkasan Dana Bagi Hasi (DBH) yang dinilainya sewenang-wenang.

“Kutai Timur sebagai daerah penghasil batu bara terbesar di Indonesia, seharusnya diperlakukan secara adil dan proporsional dalam hubungan keuangan Negara,” tegasnya kala itu. Meski akhirnya gugatannya kalah, Irwan setidaknya telah berbuat. Hal itu justru membakar semangatnya untuk serius menekuni dunia politik.

“Motivasi utama saya terjun politik saat itu ingin agar suara-suara rakyat bisa diperjuangkan sejajar (horizontal) dengan kekuasaan. Karena jika suara mereka di bawah, tentu terabaikan oleh penguasa,” ujar Irwan.

Ia percaya bahwa politik itu seni kemungkinan. Artinya, sesuatu yang tidak mungkin dapat diubah menjadi mungkin atau sebaliknya, sesuatu yang mungkin dapat diubah menjadi menjadi tidak mungkin. “Dengan memahami itu, kita bisa berusaha memiliki rasionalitas dan moralitas dalam berpolitik,” ucap suami Yunia Anggraeni ini.

Seni kemungkinan membuatnya cukup percaya diri maju sebagai calon anggota legislatif tingkat pusat, DPR RI. Padahal, ia adalah wajah baru di politik lokal, juga di internal partai yang menaunginya, Demokrat.

“Saya baru di politik. Tapi sejak masih SMP saya membaca buku tentang khalifah Umar bin Khattab. Saya mengidolakannya. Ijtihad politiknya sungguh luar biasa. Ada kutipannya yang membekas di pikiran saya adalah “Terkadang, orang dengan masa lalu paling kelam akan menciptakan masa depan yang paling cerah",” kata ayah dari Kayyisah, Ukkasyah, dan Ayshlynn.

Dengan bimbingan dari politikus muda dan senior di Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono dan Rachlan Nashidik, Irwan mantap melangkah. “AHY selalu bilang Muda Adalah Kekuatan, muda bukan hanya sekadar usia biologis, tapi lebih kepada spirit dan energinya,” ujar pemuda yang biasa disapa Irwan Fecho ini.

Tim sukses Irwan saat itu juga terdiri dari orang-orang muda energik. Spirit “sesuatu yang tidak mungkin dapat diubah menjadi mungkin” dalam politik, membuat mereka bekerja sekeras-kerasnya, sehormat-hormatnya. Dan hasil tidak mengkhianati upaya. Irwan lolos sebagai anggota DPR RI. Ia kini duduk di Komisi V yang membidangi infrastruktur, perhubungan, hingga urusan perdesaan. Sementara di kepengurusan Partai Demokrat, ia dipercaya AHY menjadi wakil sekretaris jenderal (wasekjen).

Apa lagi target politik Irwan ke depan? “Saya mengalir saja, politik bagi saya adalah persaudaraan, kemanusiaan dan integritas. Saya tentu akan fokus selesaikan amanah di DPR RI sampai tahun 2024 nanti. Setelahnya kita lihat nanti,” jawabnya diplomatis.

Dia mengaku ingin bekerja sebaik-baiknya memperjuangkan aspirasi rakyat Kaltim. Meski, diakuinya, ada sedikit yang mengganggu dalam komunikasi politiknya sejauh ini. “Ada yang sedikit mengganggu, yaitu hubungan dengan pemerintah daerah di daerah pemilihan serta dengan anggota legislatif daerah tingkat I dan II. Seperti masih ada sekat politik, bukan pada tujuan dan nilai bersama untuk Kaltim yang lebih baik,” sesalnya.

Terakhir, Irwan berpesan kepada para pemuda Kaltim yang ingin melompat ke panggung politik. “Jika mau masuk politik, maka terjunlah. Tidak perlu harus kaya dulu atau jadi mantan pejabat dulu. Selama kamu punya ide, gagasan ataupun aksi positif, maka Kaltim dan Indonesia merupakan panggung yang luas untuk mewujudkan cita-citamu,” kata Irwan.

Penulis: Redaksi Selasar
Editor: Awan

Berita Lainnya