Utama
BPJS Kesehatan Iuran BPJS JKN 
Iuran BPJS Kesehatan Naik, Begini Kata Warga Samarinda
SELASAR.CO, Samarinda - Tarif baru iuran BPJS Kesehatan mulai berlaku hari ini, Rabu (1/7/2020). Aturan mengenai kenaikan tarif program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Kenaikan kali ini berlaku untuk peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri kelas I dan II. Sementara itu, kelas III tidak mengalami kenaikan iuran lantaran disubsidi oleh pemerintah.
Di dalam Perpres dijelaskan iuran JKN-KIS bagi peserta kelas I naik dari Rp 80.000 jadi Rp 150.000 per bulan. Iuran peserta kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 per bulan.
Sementara iuran peserta kelas III segmen peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) jadi Rp 42.000 per bulan. Namun, pemerintah memberi subsidi kepesertaan kelas III dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3,1 triliun ke BPJS Kesehatan.
Berita Terkait
Dalam skemanya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah membayarkan iuran BPJS Kesehatan bagi 132,6 juta orang, yang terdiri dari 96,5 juta jiwa ditanggung pemerintah pusat dan 36 juta dibayarkan oleh pemerintah daerah.
Subsidi tersebut sejumlah Rp 16.500 per orang sehingga peserta kelas III tidak mengalami kenaikan iuran, tetap per bulan sejumlah Rp 25.500 per orang. Jumlah kategori ini tercatat sebanyak 21,6 juta jiwa.
"Yang menjadi pertimbangan kenaikan tarif iuran ini ada beberapa faktor. Kemampuan peserta membayar iuran, kemudian perbaikan keseluruhan sistem JKN, mempertimbangkan tingkat inflasi di bidang kesehatan, kemudian terkait dengan kebutuhan biaya jaminan kesehatan, terkait dengan gotong royong antara segmen," ujar Kepala Bidang SDM, Umum dan Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Kaltim, Haris Fadilah.
Haris Fadilah menambahkan, jika ada masyarakat yang merasa tidak mampu membayar tarif iuran baru yang telah ditetapkan, dapat mengajukan penurunan kelas.
"Sebetulnya yang berbeda antara kelas 1, 2, dan 3 itu hanya pada rawat inap saja. Untuk rawat jalan dan pelayanan lainnya sama semua hak dan kewajibannya," ungkap Haris.
Kenaikan iuran BPJS ini pun menuai pro dan kontra di tengah masyarakat, apalagi situasi pandemi Covid-19 yang masih terus terjadi. Hal ini berdampak pada tingkat perekonomian masyarakat.
Yob Rein Larumunde salah satu warga mengaku baru mengetahui adanya kenaikan tarif ini, saat dirinya akan mendaftarkan keluarganya. "Apalagi dengan dampak Covid-19 ini memang tarif yang ditetapkan kemahalan. Tapi apa yang diatur pemerintah saya rasa tujuannya baik," ujarnya.
Yoyok, salah satu peserta BPJS juga mengaku keberatan dengan pemberlakukan kenaikan tarif iuran, saat sedang terjadi pandemi Covid-19. Kebijakan kenaikan iuran ini menurutnya murni dari kebijakan pemerintah. Sementara orang-orang seperti dirinya dipaksa mengikuti kebijakan tersebut.
“Kalau situasi normal, jual beli lancar, dan gaji tidak ada pemotongan saya rasa tidak ada masalah. Namun kalau sekarang ini dengan adanya Covid-19 kami ‘di-lockdown’. Kami tidak bisa keluar rumah untuk usaha, daya beli masyarakat juga turun. Jadi pemasukan kita ini tidak ada sama sekali. Mungkin orang yang ekonomi tinggi uang itu tidak seberapa, namun bagi kami kenaikan dengan nilai itu sangat memberatkan,” keluhnya.
Selain itu opsi turun kelas bagi para peserta BPJS yang tidak mampu membayar tarif iuran yang ada juga terkendala dengan regulasi yang ada. “Prosedur yang ada di BPJS untuk turun dan naik kelas harus minimal 1 tahun masa kepesertaan. Jadi mau tidak mau tidak bisa diubah, dan akhirnya tidak terbayar. Hal ini akhirnya berdampak pada pelayanan kesehatan yang tidak bisa kami terima dari BPJS,” ungkap Yoyok.
Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan