Politik
Deklarasi kemenangan Pilwali Samarinda Andi Harun deklarasi kemenangan Wali kota Samarinda terpilih Deklarasi Pilwali Samarinda Andi Harun dan Rusmadi Wongso 
Deklarasi Kemenangan Andi Harun-Rusmadi Dinilai Kelajuan, Kenapa?
SELASAR.CO, Samarinda – Hasil hitung cepat LSI Denny JA menempatkan pasangan Andi Harun-Rusmadi sebagai pendulang suara terbanyak pada Pilkada Samarinda. Namun, perbedaan perolehan suaranya sangat tipis dengan pasangan nomor urut 3, Zairin Zain-Sarwono, yaitu sebesar 1,3 persen.
Dari data tersebut, Andi Harun-Rusmadi memperoleh 35,6 persen suara, sementara Zairin-Sarwono 34,3 persen. Sedangkan pasangan calon nomor urut 1, Barkati-Darlis, memperoleh suara 30,1 persen.
Pasangan calon wali kota Samarinda nomor urut 2, Andi Harun-Rusmadi Wongso diketahui telah melakukan deklarasi kemenangan di rumah pemenangan Jalan Cempaka, Rabu 9 Desember pukul 17.30 Wita.
"Terima kasih kepada yang hadir pada kesempatan sore hari ini, yang mendampingi wali kota dan wakil wali kota yang memperoleh suara terbesar baik hasil quick count LSI Denny JA, maupun real count yang sudah masuk," kata Andi Harun. “Kita ucapkan rasa syukur, kami sampaikan bahwa kemenangan ini untuk kita semua. Justru tantangan yang sebenarnya barulah dimulai,” tambahnya.
Berita Terkait
Terkait hal itu, pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Budiman menyebut bahwa deklarasi tersebut terlalu dini dilakukan.
“Jadi kalau melihat persentase yang lumayan tipis perbedaannya, saya rasa kelajuan (terlalu cepat) kalau bahasanya orang sini. Artinya dibutuhkan kesabaran dari pihak yang dimenangkan versi quick count menahan diri untuk deklarasi. Apalagi kalau kita pahami margin error itu berapa persen? Kalau misalnya dua persen, kan ada kemungkinan untuk salah. Kalau kita lihat (hasil quick count) perbedaannya hanya 1,3 persen, itu kan sangat tipis sebenarnya,” jelas Budiman, Kamis (10/12/2020).
Dosen Fisipol Unmul ini pun mengkhawatirkan jika ternyata nanti hasil hitung cepat berbeda dengan real count dari KPU, dapat berujung kekecewaan yang mendalam.
“Takutnya kan hasil real count-nya berbeda, itu kan otomatis setidaknya dari euforia menjadi kekecewaan sangat mendalam. Karena itu, dalam konteks ini sebaiknya semua menahan diri, apalagi perbedaanya sangat-sangat tipis,” sarannya.
Budiman menambahkan, berbeda jika persentase perolehan suara terpaut sangat tinggi, maka potensi perbedaan hasil quick count dengan real count kecil kemungkinan terjadi.
“Contoh perolehan suara terpaut sekitar 20 persen, maka kemungkinan untuk deklarasi itu ada. Meskipun secara etika sebaiknya menahan diri, namanya sebuah pengumuman kita tunggu yang resmi. Artinya harus menunggu real count dari KPU,” pungkasnya.
Senada, pengamat politik Unmul, Herdiansyah Hamzah mengatakan, meski hasil hitung cepat umumnya tidak terlalu jauh berbeda dari hasil hitung resmi yang dilakukan KPU, tapi potensi keduanya berbeda pasti ada.
“Yang pasti, patokan tetap harus berdasarkan real count KPU, mengingat hal tersebut adalah perhitungan resmi. Jadi lebih baik menunggu hasil real count, sembari mengawal agar prosesnya tidak terjadi kecurangan,” tandas Herdiansyah.
Penulis: Redaksi Selasar
Editor: Awan