Kutai Timur
Pabrik semen Pabrik semen di Kutim  PT Kobexindo Cement  Hongshi Holdings  DMPTSP Kutim 
Investor Pabrik Semen di Kutim Banyak Masalah, Ada Apa?
SELASAR.CO, Sangatta - Keberadaan industri semen di beberapa daerah di Indonesia merupakan salah satu penopang pembangunan, terutama infrastruktur. Menyadari pentingnya industri semen dalam mendukung percepatan pembangunan, pemerintah pun membuka peluang investasi dengan harapan mampu menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah yang besar dan bisa memberikan multiplier effect, baik terhadap pertumbuhan ekonomi maupun peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
Sehingga sejak tahun 2019 lalu, perusahaan asal Tiongkok, Hongshi Holdings diterima untuk berinvestasi dalam pembangunan pabrik semen di kawasan Desa Selangkau dan Sekrat, Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Perusahaan itu siap bekerja sama dengan PT Kobexindo Cement (PT KC) yang lebih dulu mendapatkan izin di kawasan tersebut.
Rencananya, PT Kobexindo Cement dan Hongshi Holdings akan menyiapkan modal sebesar kurang lebih Rp14 triliun untuk mendirikan pabrik semen hingga beroperasi. Proyeksi industri itu bisa menyerap 1.000 tenaga kerja, dengan produksi semen 8 juta ton per tahun.
Untuk mempercepat pembangunan pabrik semen tersebut, sejak tahun 2019 lalu PT Kobexindo Cement sudah mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB) 9120103741725 tanggal 12 Juli 2019 dan Izin Lingkungan pada tanggal 24 April 2020, lalu.
Berita Terkait
Namun untuk izin lokasi, izin UPL, IMB, master plan, diketahui saat itu masih berproses. Hal itu diketahui setelah rapat dengar pendapat antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DMPTSP) beberapa waktu lalu.
“Saat ini perusahaan masih eksisting di persiapan administrasi dan persiapan lahan, sementara untuk pembangunan pabrik semennya belum berjalan,” kata Plt Kepala DPMPTSP Kutim, Syaiful Ahmad, beberapa waktu lalu.
Lalu, sejumlah masalah sudah mulai bermunculan. Mulai dari masalah izin, tenaga kerja asing (TKA) dan masalah penerimaan tenaga kerja yang mensyaratkan harus bisa berbahasa Mandarin. Ditambah lagi tidak adanya upaya klarifikasi dari pihak perusahaan kepada pemerintah maupun DPRD.
Sehingga, informasi yang disampaikan masyarakat ke DPRD Kutim, terkait jumlah keberadaan orang asing di lapangan boleh jadi benar. Ditambah lagi saat anggota legislatif dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) melakukan inspeksi mendadak (sidak), tak satu pun karyawan atau perwakilan PT Kobexindo menemui anggota dewan. Wakil rakyat hanya ditemui pihak Hongshi Holdings yang sudah beroperasi di lapangan.
Salah satu warga Desa Sekrat, M Syahrial, yang ikut pada saat sidak dengan DPRD Kutim, Kamis (10/6/2021) menilai sangat wajar ketika selama ini pihak PT Kobexindo sulit untuk mewujudkan komitmennya kepada masyarakat setempat. Karena, yang beroperasi di lapangan hanya PT Hongsi Holdings. Sementara PT KC tidak jelas keberadaannya, sekalipun diketahui sebagai pemegang izin.
“Karena Hongsi yang beroperasi di lapangan, komitmen PT KC kepada masyarakat tidak akan jalan, itu yang terjadi di sini. Seandainya PT KC ada, maka komitmen itu akan berjalan. Namun karena hanya pihak PT Hongsi Holdings yang ada di lapangan, mereka tidak mengetahui apa perjanjian kami dengan PT KC, kami sodorkan itu, mereka juga tidak paham bahasa, itu kendalanya,” jelasnya.
Selain itu, salah satu warga Sekrat lainnya yang enggan disebut namanya, mengatakan, baik PT KC maupun PT Hongsi hingga kini belum merekrut penduduk lokal yang diposisikan di bagian Human Resources Development (HRD) dan humas perusahaan.
“Kami berharap pihak perusahaan bisa segera merekrut warga di sini sebagai HRD dan humas, agar lebih memudahkan berkoordinasi antara masyarakat setempat dengan pihak perusahaan. Jangan seakan-akan ada yang disembunyikan,” harapnya.
Penulis: Bonar
Editor: Awan