Utama
Hasanuddin Mas'ud Polresta Samarinda Dilaporkan ke Polisi Bisnis Solar Pinjam Uang 
Hasanuddin Mas’ud Dilaporkan ke Polisi, Begini Kronologi Kasusnya
SELASAR.CO, Samarinda - Beredar kabar bahwa Anggota DPRD Kaltim Hasanuddin Mas'ud, dilaporkan ke Polresta Samarinda terkait kasus dugaan pembayaran dengan cek kosong dalam urusan bisnis solar. Laporan tersebut datang dari seorang bernama Irma Suryani.
Saat Dikonfirmasi perihal laporan ini, Kuasa hukum Hasanuddin Mas'ud, Saud Purba membenarkan dan telah mengetahui adanya laporan tersebut. Dirinya mengungkapkan bahwa beberapa hari lalu kliennya pernah dipanggil oleh Polresta Samarinda, untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Namun dengan alasan kesehatan, dirinya meminta penjadwalan ulang pemanggilan tersebut.
“Belum dapat jadwal pemanggilan, beberapa hari lalu kan ada pemanggilan tapi kondisi kesehatan (klien saya) sedang tidak memungkinkan, jadi kita minta penundaan sampai dengan sehat. Saat ini kami menunggu perkembangan penyidikan dari Polres, jadi kami ikuti saja. Kalau memang nanti dipanggil lagi untuk dimintai keterangan kami pasti hadir,” ujar Saud.
Ditanya lebih lanjut soal tuduhan yang ditujukan kepada kliennya, Saud justru mempertanyakan bukti kerja sama kontrak untuk transaksi jual beli solar yang dimaksud pelapor. Karena dari pengalamannya, kegiatan transaksi yang dilakukan perusahaan harus ada kontrak antara pembeli dan penjual, dalam berkas itu akan tertera berapa volume, harga, dan pajak atas transaksi yang terjadi.
Berita Terkait
“Karena bisnis solar bukan bisnis kecil, itu pasti ada kontrak segala macam. Sepanjang dia bisa buktikan ada kontraknya mungkin ada bisnis itu. Tapi kalau tidak bisa menunjukkan, itu kan isapan jempol saja,” tegasnya.
Di luar itu, kliennya juga menyebut bahwa tidak pernah merasa memberi cek apalagi cek kosong kepada si pelapor. “Beliau kan mengatakan ada cek kosong, sementara klien saya merasa tidak pernah menyerahkan cek. Itu juga yang harus kita cermati, kok bisa ada cek di situ, dari mana itu?” tanyanya.
Terkait cek kosong, pihaknya meminta agar penyidik kepolisian benar-benar mencermati laporan tersebut.
“Itu kan sudah dilakukan pembayaran melalui transfer, dan itu jumlahnya melebihi yang dituduhkan. Bukti-bukti itu sudah ada di tangan penyidik semua. Jadi ini sebenarnya utang piutang perdata biasa, tidak ada melibatkan perusahaan,” pungkasnya.
BANTAH BERMUATAN POLITIK
Sebagai informasi, Hasanudin Mas’ud saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi III DPRD Kaltim. Belum lama ini, kakak tertua dari Rahmad Mas’ud, Rudi Mas'ud dan Abdul Gafur Masud ini juga ditunjuk partai Golkar, untuk menduduki kursi sebagai Ketua DPRD Kaltim. Namun, Ketua DPRD Kaltim definitif saat ini, Makmur HAPK tidak tinggal diam dengan putusan pergantian dirinya tersebut. Mantan Bupati Berau ini diketahui telah mengambil langkah hukum terkait pergantian posisinya sebagai ketua DPRD Kaltim.
Isu pelaporan Hasanudin yang muncul di tengah polemik ini pun menimbulkan tanya di masyarakat. Namun keterkaitan laporan ini dengan situasi politik di Karangpaci dibantah oleh pelapor Irma Suryani. Dirinya menyebut persoalan ini murni bisnis. Ia bahkan mengaku tidak mengenal Makmur HAPK secara pribadi.
“Saya ini bukan orang politik, saya ini murni swasta dan seorang pengusaha. Saya juga tidak tertarik dengan politik,” tegas Irma.
MEMINJAM UANG UNTUK BISNIS SOLAR LAUT SEJAK 2016
Kuasa hukum Irma Suryani, Jumintar Napitupulu, menjabarkan kronologis sebelum kliennya membuat laporan ke Polresta Samarinda. Kasus ini ia sebut telah berlangsung sejak Juni 2016 lalu. Saat itu terlapor meminjam uang sebesar Rp 2,7 miliar kepada kliennya. Dana tersebut akan digunakan untuk berbisnis di bidang solar laut. Saat itu terdapat syarat perjanjian peminjaman dana, yaitu pembagian keuntungan 40 persen untuk Irma dan 60 persen sisanya untuk pihak yang mengurus bisnis solar laut tadi.
“Itu berjalan selama jangka 4 bulan, namun sampai akhir 2016 itu tidak ada (pembayaran) baik fee yang dijanjikan dan uang modal dari kami. Karena sudah kecewa klien kami lalu datang meminta pengembalian uang modal saja, walaupun kesepakatan tadi ada fee. Saat itu disanggupi oleh mereka dan diberikan cek Bank Mandiri dengan nominal Rp 2,7 miliar. Saat itu dibuat tanggal pencairan pada 20 Desember, namun mereka minta untuk tidak dicairkan dulu karena sedang diusahakan untuk membayar,” jelas Jumintar.
Setelah itu, hingga terhitung Maret 2017, pihak kliennya pun belum menerima itikad baik pembayaran dari terlapor. Akhirnya kliennya memutuskan untuk melakukan kliring pada cek yang diterimanya. Namun setelah melakukan pengajuan pencairan cek berulang-ulang pada 20, 21, dan 22 Maret disebutkan bahwa saldo tidak cukup untuk mencairkan dana sejumlah Rp 2,7 miliar.
Mengingat terlapor dan kliennya yang sudah kenal sejak lama, pihaknya pun tidak langsung membuat laporan atas kejadian tersebut. Kliennya memilih menunggu ada atau tidaknya itikad baik dari terlapor.
“Namun sampai tahun 2020 tidak ada itikad baiknya, dan akhirnya klien kami memutuskan untuk membuat pada April 2020. Usai satu tahun laporan itu kami buat, progresnya baru yang kemarin itu dengan turunnya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) pada 28 Juli 2021 untuk memerintahkan untuk meningkatkan ke tahap penyidikan,” pungkasnya.
Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan