Kutai Timur

Kejari Kutim Penganiyaan Tindak Pidana Restorative Justice 

Penuntutan Perkara Penganiayaan terhadap Keponakan Mantan Istri Dihentikan



SK terharu usai dibebaskan dari tuntutan atau mendapatkan persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative justice.
SK terharu usai dibebaskan dari tuntutan atau mendapatkan persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative justice.

SELASAR.CO, Sangatta - Seorang warga Kelurahan Teluk Lingga, Kecamatan Sangatta Utara, berinisial SK (49) sangat terharu usai dibebaskan dari tuntutan. Ia mendapatkan persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Kutai Timur (Kutim).

Pria tersebut merupakan tersangka dalam perkara tindak pidana penganiayaan pasal 351 ayat 1 KUHP.

Penetapan penghentian perkara tersebut dibacakan langsung oleh Kajari Kutai Timur, Hendriyadi W Putro,  didampingi Kasi Pidum Ananta Tri Sudibyo, di aula Kejari Kutim, pada Rabu (26/01/2022). Penetapan dihadiri langsung oleh tersangka dan korban, maupun saksi serta tokoh masyarakat.

Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kutai Timur Hendriyadi W Putro didampingi Kasi Tindak Pidana Umum Ananto Tri Sudibyo mengatakan penghentian penuntutan  merupakan salah satu kewenangan Kejaksaan  sesuai pasal 1 angka 7 UU no 8 tahun 1981, tentang Kejaksaan, yakni tindakan kejaksaan mengajukan penuntutan ke pengadilan.

“Pasal 7 ayat 3 Peraturan Kejaksaan no 15 tahun 2020, yang menyebutkan upaya perdamaian dapat dilakukan sebelum dilimpahkan ke pengadilan,” kata Hendriyadi saat membacakan putusan penghentian penuntutan.

Menurutnya, penghentian penuntutan itu, telah memenuhi syarat, di antaranya telah ada perdamaian. Ancaman hukuman dari pasal 351 ayat 1 KUHP, yang disangkakan tidak lebih dari lima tahun, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta serta ada perdamaian yang dihadiri para tokoh masyarakat.

“Dengan terpenuhinya syarat  restorative justice seperti di atas, maka pimpinan kami menyetujui penghentian penuntutan terhadap kasus penganiayaan yang dikukan tersangka,” katanya.

Dijelaskannya, adapun kronologis kejadian penganiayaan yang dilakukan tersangka SK, berawal saat ia membaca unggahan Facebook KN, yang tak lain merupakan mantan istrinya, yang dianggap menyinggung. Karena itu, pada 18 November 2021, sekitar pukul 23.00 Wita, tersangka mendatangi rumah KN di Gang Sangkis, RT 24, Sagatta Utara, untuk menanyakan maksud dari unggahan Facebook tersebut.

Namun saat masuk dalam rumah KN,  saat itu ada KR yang merupakan keponakannya. Terjadilah cekcok terdakwa dengan KN. Oleh korban, keduanya dilerai, dengan masuk di antara kedua orang tersebut. Saat tersangka akan memukul KN, dengan tidak sengaja, korban menendang kemaluan tersangka. Karena emosi, tersangka langsung memukul korban, mengakibatkan bibir korban luka. Atas perlakuan itu, korban lapor polisi, sehingga kasus penganiayaan ini diproses secara hukum.

Setelah berkas dilimpahkan ke Kejari, karena dianggap sudah lengkap,  untuk dilakukan penuntutan,  tersangka dengan korban mengadakan perdamaian menyelesaikan kasus ini. Tersangka bersedia memberikan ganti rugi pada korban senilai Rp10 juta. Di lain pihak, korban juga telah sembuh dan sehat sedia kala, sehingga  kasus ini diselesaikan dengan menghentikan penuntutan. “Inilah yang disebut berkeadilan berdasarkan restorative justice,” imbuhnya.

Meskipun penghentian penuntutan sudah dilakukan, namun Kajari Kutim tetap memperingatkan kedua belah pihak untuk mematuhi seluruh kesepakatan yang telah dilakukan sampai kapan pun. Pasalnya jika perdamaian itu tidak dijaga, terutama terhadap tersangka, maka bisa dilanjutkan kembali penuntutannya.

Sementara itu, AS yang merupakan tersangka dalam kasus penganiayaan, mengaku sangat terharu usai dibebaskan dari tuntutan. “Kalau menurut saya inilah Kejaksaan yang betul-betul diharapkan oleh seluruh masyarakat, karena lebih mengutamakan perdamaian dan saya mengucapkan banyak terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menempuh jalan perdamaian,” ucapnya kepada sejumlah awak media

Diakuinya, kasus yang dihadapi beberapa waktu lalu merupakan pengalaman yang tidak bisa dilupakan dan akan dijadikan pelajaran untuk tidak melakukan kesalahan yang sama.

Di tempat yang sama, selaku korban KR mengaku restorative justice yang dilaksanakan oleh Kejaksaan sudah sesuai dengan yang diharapkan, karena bisa menyelesaikan persoalan yang dihadapinya melalui proses perdamaian. “Saya juga mengucapkan banyak terima kasih atas proses perdamaian ini bahkan sudah sesuai yang saya harapkan,” katanya.

Sementara itu, selaku tokoh masyarakat yang turut menyaksikan pembacaan putusan penetapan penghentian, Soleh Abidin, mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak Kejaksaan Negeri Kutai Timur terkait upaya restorative justice yang dilakukan.

Karena program restorative justice ini bisa menghapus atau menghilangkan stigma negatif bahwa hukum itu tumpul ke atas tapi tajam ke bawah. “Ini sangat bagus, mudah-mudahan dengan upaya ini bisa dicontoh dengan perkara-perkara lain di bawah tuntutan 5 tahun, bisa lebih mengedepankan penanganan perkara dengan cara restorative justice," tutupnya.

Penulis: Bonar
Editor: Awan

Berita Lainnya