Pendidikan

SMA 10 Samarinda PENDIDIKAN KALTIM zonasi ppdb kaltim ppdb kaltim pemprov kaltim Disdikbud Kaltim 

Praktisi Pendidikan Komentari Pernyataan Komite SMA 10 Samarinda Soal PPDB dan Asrama



SMAN 10 Samarinda. (IST)
SMAN 10 Samarinda. (IST)

SELASAR.CO, Samarinda - Praktisi pendidikan Suhariyatno memberikan tanggapan terkait pernyataan Komite SMA Negeri 10 Samarinda mengenai kebijakan zonasi dan keberadaan asrama. Komentar ini ia sampaikan melalui keterang tertulis yang diterima tim Redaksi Selasar. 


Kebijakan Zonasi


Terdapat 3 poin utama yang ia soroti, pertama terkait kebijakan zonasi. Suhariyatno menegaskan bahwa kebijakan zonasi dalam PPDB SMA Negeri di Kalimantan Timur, termasuk SMA Negeri 10 Samarinda, bukanlah kebijakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi, melainkan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui peraturan yang telah mengalami beberapa kali perubahan sejak tahun 2017. 


“Perubahan terakhir terkait regulasi zonasi ini terjadi pada 2021, dengan dikeluarkannya Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021. Aturan ini juga telah dilengkapi dengan terbitnya Keputusan Sekretaris Jenderal Kemdikbudristek Nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Dan Sekolah Menengah Kejuruan,” jelas Suhariyatno dalam keterangan tertulisnya. 


Pada PPDB Tahun Pelajaran 2021/2022, SMA Negeri 10 Samarinda menerima peserta didik baru yang tinggal di asrama hanya sebanyak jumlah tempat tidur yang tersedia di asrama, sedangkan selisih antara jumlah daya tampung dikurangi jumlah peserta didik baru yang diterima untuk tinggal di asrama (baik untuk gedung/kampus Jalan H.A.M. Rifaddin maupun Jalan Perjuangan) diterima melalui 4 jalur PPDB sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (2) Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 yaitu: 1. zonasi; 2. Afirmasi; 3. perpindahan tugas orang tua/wali; dan/atau 4. Prestasi.


Pelaksanaan PPDB sebagaimana di atas, selain dilaksanakan oleh SMA Negeri 10 Samarinda, juga dilaksanakan oleh 14 sekolah lain se Kalimantan Timur, sesuai surat Kepala Disdikbud Provinsi Kalimantan Timur Nomor: 425/642/Disdikbud.III/2021 tanggal 27 Januari 2021.


“Kebijakan pemberlakuan PPDB zonasi merupakan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk menghapus kategori sekolah sebagaimana terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015,” terangnya. 


Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022. Dengan berlakunya PP Nomor 57 Tahun 2021, maka tidak berlaku lagi kategori sekolah (Prof. Muhadjir Effendi menyebut sebagai kastanisasi sekolah). Sehingga saat ini semua sekolah kategorinya sama, sehingga dalam pelaksanaan PPDB nya pun menggunakan peraturan yang sama.


Percepatan Belajar (Akselerasi)


Suhariyatno juga mengomentari pernyataan terkait program percepatan belajar (akselerasi). Ia menjelaskan bahwa program tersebut telah dihentikan dan keputusan yang menetapkan sekolah sebagai penyelenggara program akselerasi tidak berlaku lagi setelah terbitnya peraturan terkait.


“Sekolah di Indonesia yang ditetapkan sebagai penyelenggara program percepatan belajar (akselerasi) tidak hanya 7 (tujuh) sekolah, karena SMP Negeri 1 Samarinda, SMA Negeri 1 Balikpapan dan SMA Negeri 1 Samarinda juga ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai penyelenggara program percepatan belajar (akselerasi),” terangnya. 


Pelaksanaan program percepatan belajar (akselerasi) adalah dalam bentuk kelas. Di SMA Negeri 1 Samarinda, pada saat PPDB (saat itu PSB = Penerimaan Siswa Baru) menerima 400 peserta didik baru, kemudian peserta didik baru yang berminat mengikuti program percepatan belajar (akselerasi) dilakukan seleksi yang syaratnya ditentukan oleh Kementerian (kala itu Departemen) antara lain adalah memiliki IQ minimal 130. Setelah dilakukan seleksi, setiap tahun yang memenuhi syarat sebagai peserta didik program percepatan belajar (akselerasi) hanya sekitar 20 s.d. 24 peserta didik. Yang pasti, tidak semua peserta didik pada sekolah penyelenggara program percepatan belajar (akselerasi) adalah peserta program percepatan belajar (akselerasi).


“Program percepatan belajar (akselerasi) secara otomatis dihentikan dan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dan atau keputusan Pejabat lainnya yang menetapkan sekolah tertentu sebagai penyelenggara program percepatan belajar (akselerasi) juga otomatis tidak berlaku setelah terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 158 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Satuan Kredit Semester Pada Pendidikan Dasar dan Menengah,” paparnya. 


Seleksi Khusus dengan Wawancara


Poin terakhir yang dikomentari oleh mantan guru SMAN 1 Samarinda ini, ialah soal peniadaan proses seleksi khusus yang melibatkan wawancara dan test dalam penerimaan siswa baru di SMAN 10 Samarinda. Ia menuturkan peniadaan seleksi khusus tersebut sesuai dengan Pasal 25 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021. 


“Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa dalam proses seleksi PPDB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak menggunakan ujian tertulis atau tes kemampuan akademik,” imbuhnya. 


Dalam penutupnya, Suhariyatno menekankan pentingnya pembahasan kebijakan pendidikan berdasarkan filosofi, teori, dan regulasi pendidikan yang relevan. Ia juga menyarankan agar pihak-pihak yang terlibat dalam diskusi mengenai sekolah berasrama dan pendidikan khusus untuk memahami peraturan perundang-undangan terkait.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya