Feature

macan dahan samboja kukar literasi feature 

Diskusi dan Literasi di Kandang Macan Dahan Samboja



Bangunan itu berukuran 6x13 meter. Dulunya digunakan sebagai kandang kambing. Sekarang, disulap menjadi wadah nyaman untuk belajar dan berdiskusi.
Bangunan itu berukuran 6x13 meter. Dulunya digunakan sebagai kandang kambing. Sekarang, disulap menjadi wadah nyaman untuk belajar dan berdiskusi.

SELASAR.co, Kutai Kartanegara – Bangunan itu berukuran 6x13 meter. Dulunya digunakan sebagai kandang kambing. Sekarang, disulap menjadi wadah nyaman untuk belajar dan berdiskusi. Dulu kandang kambing, kini jadi Kandang Macan Dahan.

Meski namanya terdengar seram, pada Sabtu dan Minggu, Kandang Macan Dahan terus dipadati puluhan anak-anak berbagai usia. Berbagai aktivitas dilakukan di sana, mulai dari permainan tradisional hingga proses belajar mengajar kursus Bahasa Inggris.

Macan Dahan yang dimaksud merupakan akronim dari Taman Bacaan dan Rumah Latihan. Diinisiasi oleh Muhammad Sadli (41), pemuda Samboja yang jatuh cinta kepada dunia literasi. Kandang Macan Dahan ia rintis sejak 2010 lalu.

Muhammad Sadli memiliki hobi berdiskusi. Sehingga, untuk menyalurkan hobinya pada tahun 2010 silam, ia kerap berkeliling rumah kawannya untuk berdiskusi sembari membawa buku bacaan.

Masifnya diskusi kala itu membuat ia terilhami melahirkan Macan Dahan, yang semula sebagai tempat diskusi. Macan Dahan kala masih belia saat itu, tidak memiliki tempat permanen, karena terkendala biaya.

Setelah beberapa tahun berdirinya Macan Dahan, Ali bersama rekan pegiat lainnya berdiskusi dari rumah ke rumah, terkadang melakukan camping bersama. Lalu pada tahun 2015, Ali menyampaikan kepada teman diskusinya bahwa ada bekas kandang kambing miliknya yang bisa dijadikan Kandang Macan Dahan.

Dengan biaya yang terbatas, terbangunlah Kandang Macan Dahan berukuran 4x6 meter, di lokasi bekas kandang kambing miliknya, Jalan Padatuan Sungai Raden, Kelurahan Handil Baru, Samboja. Di ruangan tersebut tertempel sejumlah rak buku di dinding, yang berisi sekitar 500 eksemplar buku.

Seiring berjalannya waktu, sejumlah perusahan migas di sekitar Samboja tertarik membantu Macan Dahan. Kini, Kandang Macan Dahan direnovasi dan diperbesar.

Saat ini ada 5 rak buku berderet hasil bantuan perusahaan migas. Namun, rak tersebut belum mampu menampung seluruh buku yang ada, sehingga puluhan buku masih menumpuk di salah satu rak. "Sekarang lebih dari 1.000 eksemplar buku berbagai jenis. Buku anak-anak, buku sekolah, buku sastra, pertanian, perikanan, dan lain-lain," terang Ali.

Macan Dahan telah memiliki 7 orang pegiat yang mengisi sejumlah bidang untuk menjalankan program, seperti bidang perpustakaan, bidang kepelatihan, bidang pendidikan luar sekolah, dan inkubator bisnis.

Bidang perpustakaan meliputi program penyiapan dan perawatan buku bacaan yang ada di Kandang Macan Dahan. Bidang kepelatihan meliputi pelatihan pertanian organik, pelatihan terpadu, hingga budidaya perikanan. Bidang pendidikan luar sekolah yakni memberikan kursus Bahasa Inggris gratis, serta jalan-jalan riset kepada anak-anak yang mayoritas usia sekolah dasar. Bidang inkubator bisnis yakni memproduksi minyak kelapa murni dan budidaya ikan yang kemudian dipasarkan.

Dalam programnya, Macan Dahan menawarkan sistem belajar mengajar yang berbeda dengan pendidikan pada umumnya, dengan mengajak anak-anak belajar sambil bermain. "Jadi kalau kita memaksa untuk belajar nggak mungkin. Tapi bagaimana kita mengakali bikin satu program yang memang bermain tapi dapat pelajaran, sehingga lahir program jalan-jalan riset," tutur Ali. 

Saat ini sejumlah mahasiswa dari dalam Kalimantan maupun luar Kalimantan kerap melakukan penelitian di Macan Dahan, bahkan Ali mengaku turis asing asal Amerika Serikat pernah mampir selama dua minggu di Kandang Macan Dahan.

Beberapa sekolah di Kaltim tertarik pada program jalan-jalan riset yang digagas Macan Dahan. Bahkan, ada yang ingin menjadikan program rutin di sekolahnya. Selain itu Ali juga aktif berbagi program kepada rekannya di Pulau Jawa dan Sumatera. "Jalan-jalan riset itu camping ke hutan tapi bukan sekadar jalan-jalan, tapi ada risetnya. Di situ literasinya diterapkan, literasi digitalnya jalan, literasi sainsnya jalan, literasi budayanya jalan," pungkasnya.

 

 

Penulis: Faidil Adha
Editor: Er Riyadi

Berita Lainnya