Hukrim
revisi uu kpk 
Revisi Undang-Undang Diterapkan Kamis, KPK Masih Mumpuni?
SELASAR.CO – Setelah resmi direvisi pada Selasa (17/9/2019) Undang-Undang KPK hasil revisi mulai diterapkan pada Kamis (17/10/2019) mendatang. Hingga kini, Presiden Jokowi yang diharap mengeluarkan Perppu belum juga ada kejelasan.
Sedikitnya, menurut catatan KPK ada 26 poin yang dapat melemahkan kinerja lembaga antirasuah itu.
Yudi Purnomo, Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK menyampaikan, hingga kini para pegawai masih bekerja dengan semangat memberantas korupsi. Karena menurutnya, UU KPK Nomor 30/2002 yang belum direvisi masih efektif untuk kinerja pemberantasan korupsi.
“Hal ini menandakan bahwa UU Nomor 30 Tahun 2002 masih sangat efektif untuk memberantas korupsi di negeri ini,” kata Yudi dikutip dari JawaPos.com.
Berita Terkait
Menurut catatan JawaPos.com, UU KPK yang belum direvisi telah banyak menambah daftar panjang pejabat negara terjerat korupsi. Bahkan UU Nomor 30/2002 masih dinilai relevan untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Sejak disahkan UU KPK hasil revisi disetujui oleh DPR pada Selasa (17/9) lalu, KPK telah melakukan tiga operasi senyap. Diantaranya OTT Pejabat Perum Perindo, OTT Bupati Lampung Utara, hingga terkini OTT Bupati Indramayu. Bahkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi pun ditersangkakan dengan UU KPK lama.
Berikut catatan JawaPos.com terkait OTT hingga penetapan tersangka Menpora Imam Nahrawi dengan menggunakan UU KPK bukan hasil revisi.
1. Penetapan Tersangka mantan Menpora Imam Nahrawi
Sehari setelah UU KPK hasil revisi disetujui DPR, mantan Menpora Imam Nahrawi ditetapkan sebagai tersangka KPK. Namun, penetapan tersangka terhadap Imam merupakan pengembangan perkara terkait kasus suap dana hibah KONI.
Imam diduga menerima total suap Rp26.500.000.000, uang tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora TA 2018. Selain Imam, KPK pun turut menjerat asisten pribadinya, Miftahul Ulum.
Atas perbuatannya, Imam dan Ulum disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
KPK menegaskan, penetapan tersangka Imam tidak ada kaitannya dengan revisi UU KPK yang baru sehari disahkan oleh DPR. Karena kasus yang menjerat Imam merupakan pengembangan perkara.
2. OTT Perum Perindo
Pada Senin (23/9) malam, KPK melakukan OTT terhadap pejabat PT Perum Perikanan Indonesia (Perum Perindo). KPK pun kemudian menetapkan Direktur Utama (Dirut) Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda (RSU) sebagai tersangka penerimaan suap dalam kasus impor ikan. KPK menduga, RSU menerima suap dalam kasus ini.
Selain RSU, lembaga antirasuah juga menetapkan Direktur PT. Navy Arsa Sejahtera, Mujib Mustofa (MMU) sebagai tersangka. MMU diduga sebagai pemberi suap dalam kuota impor ikan yang bergulir di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
KPK menduga, adanya penerimaan uang dari perusahaan importir lain yaitu sebesar USD30 ribu, SGD30 ribu dan SGD50 ribu.
Sebagai pihak yang diduga pemberi MMU disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, sebagai pihak yang diduga penerima RSU disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
3. OTT Bupati Lampung Utara
Tim satgas penindakan KPK, pada Minggu (6/10) malam melakukan operasi senyap terhadap Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara. KPK turut mengamankan enam orang lainnya dan uang senilai Rp 600 juta dalam operasi kedap itu.
KPK menduga, Agung menerima suap terkait Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Dinas Perdagangan. Selain Agung, KPK juga turut menetapkan Raden Syahri (RSY) selaku orang kepercayaan Agung, Syahbuddin (SYH) Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara, Wan Hendri (WHN) Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara. Kemudian Chandra Safari (CHS) dan Hendra Wijaya Saleh (HWS) selaku pihak swasta.
KPK menduga, Agung telah menerima suap dengan total Rp 1,24 miliar. Suap itu terkait proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Dinas Perdagangan.
Sebagai penerima AIM dan RSY disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedangkan, SYH dan WHN disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP.
Sementara itu, sebagai pemberi CHS dan HWS disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
4. OTT Bupati Indramayu
Terkini, KPK melakukan OTT terhadap Bupati Indramayu Supendi. Lembaga antirasuah menduga ada transaksi suap terkait proyek Dinas Pekerjaan Umum di Kabupaten Indramayu. KPK pun turut mengamankan uang ratusan juta dalam OTT tersebut.
Hingga kini, KPK masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap Supendiyang merupkan mantan sekda kabupeten Indramayu itu dan sejumlah orang yang turut diamankan.
Artikel ini telah terbit di JawaPos.com dengan judul: Jelang Matinya UU KPK Lama, Satu Menteri dan 2 Bupati Tak Berkutik
Penulis: Redaksi Selasar
Editor: Er Riyadi