Feature
Motor Custom Kelas Dunia viral feature 
Motor-Motor Custom Kelas Dunia Itu Dibangun di Samarinda Seberang
Kelir biru muda di rumah kayu itu sudah pudar. Terparkir di halaman depan, Jeep rongsok berdampingan dengan mobil “kodok” berwarna jingga. Tampak baliho kecil berukuran 1mx50cm bertuliskan “GG Rands Customworks”. Siapa sangka, di belakang rumah sederhana itu, ada bengkel motor gede bernilai miliaran rupiah.
SELASAR.CO, Samarinda – Terik Oktober mengiringi perjalanan menuju bengkel di Samarinda Seberang.
Tepatnya di Jalan PU, Kelurahan Baqa. Bengkel itu milik Fajar Anand (52 tahun). Dia tidak pernah menyangka kecintaannya kepada sepeda motor sejak kecil, menjadikannya seorang builder motor custom.
Pekerjaan itu sudah ditekuninya selama 30 tahun di Kota Tepian.
Berita Terkait
Karya Anand sudah sering meraih prestasi di kontes-kontes custom motor baik regional dan nasional. Ada Enggang Merah, motor custom dengan basic Suzuki Thunder 250 cc mewakili Indonesia dipamerkan di Jepang. Sebelumnya dia meraih juara satu nasional pada event motor custom yang diadakan salah satu perusahan rokok. Pada tahun 2017, karya motor custom Anand juga dipamerkan di Italia.
Di bengkel berukuran 100 meter persegi dengan penutup seng dari baja ringan itu, sebagian besar motor yang masuk adalah pabrikan Paman Sam.
Terbaru, ayah dari Gigih Gumilang (30), Gigih Gumelar (27) dan Renjiro Naufal Syarif (16) ini tengah membangun sebuah motor untuk salah seorang pengembang perumahan Samarinda. Motor itu dibanderol dengan biaya Rp 800 juta.
Pria kelahiran tahun 1967 di Malang, Jawa Timur ini mengawali kecintaannya kepada motor sejak kecil.
Hal itu dilatarbelakangi sang ayah yang merupakan tentara Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).
Tugas sang ayah, merawat kendaraan inventaris satuannya. Sehingga, di rumah mereka terdapat sebuah bengkel.
Anand kecil terbiasa membantu sang ayah di bengkelnya. Dia pun tidak asing dengan mesin dan alat las. “Kalau basic mesin dan las itu dari kecil memang, karena bapak sendiri yang ngajarkan,” ujar Anand.
Memasuki jenjang pendidikan menengah, Anand bersekolah di STM Malang. Karena kecintaannya dengan sepeda motor, dia sering membeli majalah otomotif bekas untuk menambah referensinya.
“Saya tidak senang punya motor itu standard, pasti saya custom (modofikasi), entah dioprek knalpotnya atau tangkinya,” kata Anand.
Setelah lulus dari STM Malang, pada tahun 1987 Anand merantau ke Samarinda. Dia bekerja sebagai kuli bangunan. Merantau seorang diri di Kota Tepian tidak membuat Anand menyerah dalam hal pendidikan. Dia berhasil menyelesaikan pendidikan diploma II Teknik Sipil di Politeknik Samarinda pada 1991.
Dunia Anand memang motor. Sekali pun merantau jauh dari tanah kelahirannya, juga pendidikan terakhirnya yang teknik sipil, Anand tetap kembali ke “habitatnya”: motor.
Sebelum akhirnya fokus membangun motor kelas besar, dia lebih dulu memodifikasi motor-motor dengan kapasitas mesin (cc) kecil. Kata Anand, pada tahun 1990-an, masih sangat jarang, bahkan mungkin belum ada warga Kota Tepian yang memiliki motor dengan cc besar. Apalagi pabrikan Amerika.
Awal dia membuka jasa custom, biayanya hanya jutaan. “Tahun 90-an untuk rombak sekitar Rp 4,5 juta, itu rangka kita tidak bikin, tapi sudah beda banget tampilannya,” ujar Anand.
Pertumbuhan ekonomi dan kemudahan mendatangkan barang apa saja dari belahan dunia, membuat masyarakat Samarinda mulai memiliki kendaraan dari negeri Paman Sam. Bengkel Anand yang berada di Samarinda Seberang, yang tadinya hanya menerima motor pabrikan Jepang dengan cc kecil, akhirnya menerima cc besar dari merek kenamaan.
Custom motor menurut Anand bukan sekadar menempelkan pernak-pernik dan bermain warna pada kendaraan. Tapi, bagaimana mengubah bentuk motor menjadi lebih simpel dan nyaman dikendarai oleh pemiliknya.
“Karena setiap orang punya riding style yang berbeda-beda. Ada yang suka setang yang tinggi, ada juga yang membungkuk, tidak bisa dipukul rata. Jadi harus dikomunikasikan dengan customer agar dia bisa nyaman mengendarai,” jelasnya.
Dia mengambil pelajaran dari builder-builder motor custom lain. Banyak motor yang secara penampilan bagus, dan unik namun tidak nyaman dikendarai.
Terlebih untuk motor-motor yang menggunakan ban besar. Kenyamanan dalam berkendara menjadi sangat penting bagi Anand, karena berkaitan dengan keselamatan.
Dalam hal inilah, pengetahuan Anand dari kuliah teknik sipil sangat bermanfaat. Dia bisa menentukan garis tengah yang menjadi titik kestabilan kendaraan, dari rangka-rangka kendaraan yang dibuatnya.
Hasil motor custom karya Anand didesain berbeda untuk setiap customer, karena ingin memberi kesan eksklusif bagi pemilik kendaraan. “Mesin boleh sama, tapi untuk hasil akhir harus beda. Karena itu menjaga kebanggaan customer saya,” tegas Anand.
Di bengkel Anand, untuk membangun satu motor, rata-rata membutuhkan waktu 6 bulan sampai 1 tahun. Biayanya mulai dari Rp 100 juta hingga Rp 1 miliar. Tidak heran, customernya didominasi oleh pengusaha. Selain dari Samarinda, ada juga yang dari Berau, hingga Banjarmasin.
Mahalnya biaya itu karena mesin, velg, dan ban motor dibeli dari Amerika dengan harga tinggi. Satu velg saja bisa mencapai Rp 120 juta, dan mesin Rp 300 juta.
Sedangkan untuk rangka, Anand membuatnya sendiri dari pelat-pelat baja yang masih mudah didapat di Samarinda.
Anand tidak takut jika bengkelnya dicap bengkel mahal, karena menurutnya itu adalah pilihan bisnisnya. “Karena dari segi waktu, tenaga, dan pemikiran yang dibutuhkan sama, jadi saya lebih pilih motor besar,” ungkap pencetus komunitas motor klasik di Samarinda, Old Horse, pada tahun 1991 ini.
Faktor keselamatan juga menjadi pertimbangan Anand meninggikan biaya pembuatan motor custom.
“Ini kan terkait keselamatan orang, kalau misalnya ada apa-apa dan ketika diselidiki penyebabnya karena motor, kita bisa kena tuntut,” ujar Anand lagi.
Selain pengusaha, Anand juga pernah mengerjakan motor pejabat. Misalnya milik Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang. Yakni, motor Hyosung buatan Korea pada tahun 2002, dan BMW R26 buatan 1956 pada tahun 2004.
“Dulu Pak Jaang penasihat kami di komunitas, pernah kami ajak touring ke Bali tahun 2004. Jadi beliau tertarik dengan motor saya yang carikan. Tapi kayaknya sekarang sudah tidak pernah dipakai lagi karena mungkin sudah terlalu sibuk,” kata Anand.
Selain motor Jaang, saat ini masih ada motor Wawali M Barkati, Suzuki Intruder warna coklat yang mengantre untuk di-custom.
Salah satu motor yang sedang dalam pengerjaan di bengkel Anand
Pekerjaan Anand sebagai builder motor custom menurun ke dua anaknya, Gigih Gumilang dan Gigih Gumelar. Bahkan keduanya mengenyam pendidikan teknik mesin di Politeknik Samarinda, dan Gigih meneruskan S2 di Insitut Teknologi Nasional (ITN) Malang.
Dari remaja, mereka sudah dilatih oleh Anand untuk mendapatkan penghasilan sendiri. “Saya menanamkan pendidikan seperti bapak saya dulu ajarkan ke saya, mainnya di bengkel ini,” imbuh Anand.
Keduanya sudah menghasilkan uang tambahan memanfaatkan alat-alat bengkel Anand. Dengan memperbaiki motor milik teman-teman mereka.
Sebelum terjun ke motor besar, mereka pun mengawali dari membangun motor cc kecil. Namun, makin banyaknya permintaan motor custom ke bengkel mereka, Anand pun meminta mereka untuk fokus membangun motor besar.
“Ini semakin banyak motor yang masuk, jadi motor kecil cuma sisa-sisa yang belum dikerjakan saja,” ungkapnya.
Mengapa tidak merekrut pekerja? “Custom motor ini seni, jadi harus ada keahlian khusus,” tandas Anand.
Sudah 30 tahun Fajar Anand menekuni dunia modifikasi, namun perkembangannya seolah masih berjalan di tempat. Buah karya builder-builder dalam negeri belum bisa mendapat legalitas. Semisal, izin laik jalan, dan dokumen-dokumen kendaraan lainnya.
“Kalau di negara-negara luar itu sudah pesat kemajuannya, mereka bisa dapat legalitas. Kalau di sini mungkin bisa dapat BPKB dan STNK-lah,” harapnya.
Dia pun berpesan untuk builder-builder di Samarinda untuk selalu belajar dan meningkatkan pengetahuan. Karena, jika pemerintah sudah membuka pintu masuk untuk perizinan motor custom, builder Samarinda sudah siap.
“Saya harap builder Samarinda juga ikut bertanggung jawab dengan karyanya, baik secara teknis maupun estetika,” pungkas Anand.
Penulis: Fathur
Editor: Awan