Utama
anak hilang Ahmad Yusuf Ghazali 
Sepekan Yusuf Menghilang, Begini Kondisi “Surganya Anak-Anak”
SELASAR.CO, Samarinda – Kamis (28/11/2019) pagi tampak lengang di lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) dan tempat penitipan anak (TPA) milik Yayasan Jannatul Athfaal, di Jalan AW Syahranie, Kelurahan Gunung Kelua, Samarinda.
Tidak ada suara ceria anak-anak yang bermain di halaman lembaga pendidikan prasekolah itu, begitu pun dari dalam gedung dua lantai. Hanya beberapa guru yang tengah sibuk memotong sayuran di ruang tengah di lantai pertama.
“Kita memang sedang liburkan anak-anak kita, Mas, setelah kejadian hari itu,” kata Mardiana, Kepala PAUD Jannatul Athfaal.
Saat SELASAR mewawancarai Diana, tampak sembap di bawah kantung mata wanita berumur 39 tahun itu. Dia masih tidak menyangka Ahmad Ghazali Yusuf, balita yang dititipkan di PAUD-nya itu hilang sejak Jumat (22/11/2019).
Berita Terkait
“Selain menyerahkan ke pihak kepolisian, kami terus berikhtiar lewat doa, Mas,” kata Diana.
Dia mengungkapkan, PAUD Jannatul Athfaal sudah berdiri sejak tahun 2004. Pada awal didirikan, hanya memiliki dua guru. Secara legal formal, lembaga pendidikan prasekolah itu terdaftar di Dinas Pendidikan Samarinda, bernaung di bawah yayasan dengan nama yang sama. Jannatul Athfaal, artinya Surganya Anak-anak. “Ini yayasan keluarga, di strukturnya saya sebagai bendahara,” imbuh Diana.
Sejak tahun 2008, atas permintaan banyak orang tua murid, PAUD itu juga membuka penitipan anak. Anak yang dititipkan berasal dari daerah sekitar PAUD di Gunung Kelua, ada juga yang dari Lok Bahu, sampai dari Sambutan juga ada.
Saat ini jumlah anak yang dipercayakan di PAUD yang terintegrasi dengan penitipan anak itu ada 45 anak. Namun sebagian hanya mengikuti kelompok bermainnya saja sebanyak 15 anak, dengan jumlah pendidik 13 orang.
“Sesuai dengan Permen (Peraturan Menteri), biasanya 5:1. Lima anak dengan satu guru,” kata Diana. Jumlah itu tergantung kelompok usia. Untuk anak usia 2-3 tahun seperti yang telah disebutkan, namun anak dengan umur di atasnya bisa lebih.
Untuk kelompok belajar masuk lima hari dalam seminggu, yakni Senin-Jumat. Namun, kata Diana, jika orang tua anak merupakan pegawai swasta, ada yang dititipkan di hari Sabtu.
Disinggung mengenai keamanan sekolahnya, Diana mengaku, tidak memiliki petugas khusus. Dia hanya mengoptimalkan guru yang ada untuk berjaga di depan sekolah sesuai jadwal piket.
“Kita memang ada rencana pasang CCTV, karena biaya operasional PAUD ini juga cukup besar jadi belum terlaksana. Tapi atas kejadian ini kita akan adakan itu semua,” tuntas Diana.
Sementara itu, menurut keterangan Deki Susanto, Ketua RT 12 Kelurahan Gunung Kelua, sebagian warganya menitipkan anak-anak mereka di Yayasan Jannatul Athfaal. “Selama ini baik-baik saja, tidak ada kejadian seperti ini,” ucapnya.
Dia juga menjelaskan, bahwa pihak yayasan aktif dalam mengikuti kegiatan di Kelurahan Gunung Kelua. “Setiap ada acara di posyandu, seperti menimbang berat badan anak balita dan lain-lainnya, pihak yayasan mengajak anak-anak yang dititipkan itu ke posyandu untuk mengikuti kegiatan, sehingga yayasan tersebut cukup dikenal warga sekitar,” jelas Deki.
Namun, lokasi yayasan memang agak terpisah dari permukiman warga. “Kalau di permukiman sudah ada CCTV, tapi di area yayasan belum terpasang CCTV,” tambahnya.
Setelah kejadian, pihak kepolisian dan relawan sempat menyusuri parit-parit hingga ke Folder Air Hitam, namun tidak membuahkan hasil. Tim dari Dinas Kebersihan juga menyusuri sampai ke depan SMK Kesehatan hingga folder, hasilnya pun nihil.
“Cuma kendala kami adalah minim informasi, karena tidak ada saksi mata yang melihat posisi anak itu terakhir terlihat sedang apa? Tidak ada juga yang melihat orang yang mencurigakan saat itu,” jelasnya.
Ditemui terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Samarinda Asli Nuryadin mengaku turut prihatin atas kejadian yang menimpa salah satu anak yang ada di PAUD Jannatul Athfaal.
Dia mengonfirmasi, lembaga pendidikan prasekolah itu terdaftar di institusi yang dipimpinnya. Asli menambahkan, saat ini ada sekitar 120.000 pelajar dari tingkat PAUD sampai SMP. Untuk sekolah pendidikan anak usia dini, Samarinda masih membutuhkan banyak sekolah.
“Kita butuhnya 2.000 sekolah PAUD, tapi yang tersedia sekarang cuma 25%-nya saja,” kata Asli.
Kejadian yang menimpa Yusuf menjadi bahan evaluasi bagi pihaknya untuk membina lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Samarinda, agar meningkatkan keamanan peserta didik. “Saya meyakini bahwa tidaklah ada niat guru yang mau mencelakakan muridnya. Tapi yang namanya musibah, siapa yang bisa menolak,” tutup Asli.
Penulis: Redaksi Selasar
Editor: Awan