Feature

Ersus Chamb SMK Istiqomah Muhammadiyah 4 Samarinda Cegah Corona 

KREATIF! Guru SMK di Samarinda Bikin Bilik Sterilisasi dengan Disinfektan Alami



Saharuddin dan Ervina menunjukkan bilik sterilisasi Ersus Chamb buatan mereka
Saharuddin dan Ervina menunjukkan bilik sterilisasi Ersus Chamb buatan mereka

Dalam kegelapan, setitik cahaya menjadi sangat berarti. Di tengah wabah Coronavirus Disease (Covid-19), kebaikan-kebaikan kecil sangat bermakna ketimbang mengutuk keadaan sambil menuding hidung pemerintah.

PANDEMI corona berdampak besar pada aktivitas rutin hampir di seluruh belahan dunia. Sejak 16 Maret 2020 lalu, Pemerintah Indonesia mengumumkan agar warga tidak banyak beraktivitas di luar rumah hingga akhir Maret untuk mencegah penyebaran virus ini. Tidak kecuali dengan sekolah-sekolah. Kegiatan belajar mengajar dialihkan ke kelas daring.

Pada masa ini, beragam upaya dilakukan pemerintah memutus mata rantai penyebaran virus dari Wuhan, Tiongkok ini. Mulai melakukan pelarangan bepergian ke daerah yang memiliki kasus positif corona, merumahkan pegawai pemerintahan, hingga melakukan disinfeksi di ruang-ruang publik.

Kondisi  tersebut menginspirasi dua guru SMK Istiqomah Muhammadiyah 4 Samarinda membantu pemerintah mengatasi pandemi ini. Adalah Ervina Wulandhari dan Saharuddin. Mereka melakukan terobosan membuat bilik sterilisasi bernama Ersus Chamb.

"Kami dapat (nama tersebut) dari nama kami, Ervina, Sahar dan satu lagi teman kami di Sulawesi bagian konsultasi, nama beliau Supriadi," ujar Ervina mengawali perbincangan kami, Kamis (26/3/2020) sore.

Berbeda dengan bilik sterilisasi yang baru-baru ini dipasang di Bandara APT Pranoto, Ersus Chamb diklaim memiliki keistimewaan. "Perbedaan paling signifikan adalah kalau bilik sterilisasi lain itu menyemprot, sedangkan ini kami memanfaatkan uap atau nebu," lanjut guru jurusan kesehatan ini.

Molekul uap diyakini dapat menjangkau lebih banyak bagian tubuh ketimbang metode penyemprotan disinfektan kebanyakan. Satu orang cukup berada di dalam bilik selama 15 detik agar tubuhnya bersih dari virus.

"Tujuannya kan awalnya untuk mensterilkan badan, kalau uap karena kita menyalakan uapnya terlebih dahulu sebelum orang itu masuk, maka kita mendapatkan uap itu sempurna karena molekulnya kecil dan menyebar ke seluruh tubuh," jelasnya lagi.

Lebih istimewanya, sebut Ervina, produk itu tidak menggunakan cairan kimia untuk mensterilkan tubuh dari virus-virus yang menempel. Atas bantuan salah seorang aktivis lingkungan di Kota Tepian, mereka diberi disinfektan alami terbuat dari daun sirih. Sehingga aman jika disemprotkan ke tubuh manusia.

"Kalau kita memakai disinfektan lain, orang yang masuk ini rentan atau mudah untuk alergi terhadap disinfektan kimia. Tapi kalau disinfektan alami ini berdasarkan beberapa jurnal dan penelitian tidak ada efek sampingnya ke tubuh," jelasnya.

Saharuddin ikut menuturkan, awalnya dia melihat teknologi bilik sterilisasi di negara-negara yang terdampak pandemi corona. Dia melihat Vietnam menciptakan bilik-bilik sterilisasi di setiap sudut fasilitas publik, menjadi salah satu jurus jitu negara tersebut meminimalisir penyebaran corona. Dari situ dia mendiskusikannya dengan Ervina, hasilnya mereka sepakat untuk membuat bilik sterilisasi tersebut. Sahar bertugas merakit teknologinya, sedang Ervina untuk bagian cairan disinfektan.

"Kebetulan saya juga jurusannya teknik, kemudian cari referensi kemudian cari video-video (di internet)," ungkap Sahar.

Bilik berukuran lebar 1x1 meter dan tinggi 2 meter tersebut berdiri menggunakan rangka pipa setengah inci. Sekelilingnya ditutup plastik bening yang biasa digunakan untuk taplak meja. Untuk membuat uap, Sahar menggunakan mist maker. Alat tersebut ditempatkan di dalam kotak plastik berukuran 20x30cm yang berisikan cairan disinfektan. Untuk menyebarkan uap ke seluruh ruang bilik, dia menggunakan kipas komputer.

"Kalau kipas yang lebih besar, bukan embun yang keluar malah cipratan air," sebut Sahar.

Sahar mengaku, trial and error terjadi selama seminggu lebih. Mulai dari cairan apa yang akan digunakan, pemasangan dinding plastik, hingga posisi ideal kotak cairan disinfektan beserta alatnya. "Karena kalau terlalu rendah juga uapnya tidak maksimal," katanya.

Untuk membuat satu unit bilik sterilisasi Ersus Chamb, membutuhkan biaya sekira Rp 2 juta. Nilai tersebut lebih murah dibanding harga bilik sterilisasi yang dijual di pasaran. Namun kendalanya, alat mist maker harus dibeli melalui online market karena sulit ditemukan di Kota Samarinda.

Selain itu, pada unit pertamanya, Sahar menungkapkan akan menambah lampu ultraviolet. Diharapkan dapat membunuh virus-virus yang menempel di badan.

Kembali ke Ervina, setelah dirinya mengunggah Ersus Chamb ke media sosial. Postingan tersebut viral dan banyak yang menanyakan. Hingga muncul beberapa donatur yang ingin bilik sterilisasi buatan Ervina dan Sahar ditaruh di fasilitas publik. Rencananya, bilik sterilisasi itu akan diletakkan di rumah sakit rujukan corona di Samarinda, panti asuhan, hingga kantor pemerintahan yang masih buka di masa inkubasi.

"Kita sudah ada donatur dan ini sedang kita beli alat-alatnya, bisa jadi tiga unit dengan yang ini," jelas Ervina.

DISINFEKTAN ALAMI

Bahan alami yang digunakan di bilik sterilisasi buatan Ervina dan Sahar adalah buah karya Krisdianto, seorang yang aktif di beberapa komunitas sosial di Samarinda. Kepada SELASAR dia pun menceritakan awal dirinya menyuling daun sirih menjadi cairan.

Awalnya dari percakapan di grup Whatsapp dimana komunitas-komunitas sosial ingin bergerak melakukan antisipasi adanya kelangkaan bahan disinfektan, alat pelindung diri (APD) dan peralatan medis lain untuk menghadapi kondisi saat ini.

Niatan tersebut mempertemukan Kris dengan Ervina dan Sahar yang telah membuat prototype bilik sterilisasi. “Ternyata mereka telah membuat prototype air chamber saya pun tertarik dan berkunjung supaya ini bisa dikolaborasikan untuk kegiatan kemanusiaan,” ujarnya.

Sebelum menyuling daun sirih, Kris lebih dulu mencoba menyuling air nira, karena memiliki kandungan alkohol yang tinggi. Namun, setelah dicoba ternyata 1 liter hasil sulingan air nira memiliki kadar HPP yang tinggi mencapai 100.000. Dia pun mencari alternatif lain berdasarkan beberapa jurnal, dan dipilihlah ekstraksi daun sirih.

“Kebetulan saya juga dulu pernah bikin untuk hama, jadi kita menggunakan ekstrak sirih. Dari beberapa jurnal juga, ternyata sirih ini memiliki kandungan yang sama dengan etanol untuk bahan aktif melawan virus, bakteri, dan jamur,” jelas Kris.

Dua liter air daun sirih dapat menghasilkan 1 liter dengan lama waktu penyulingan 4 jam. Dia pun berharap agar kolaborasi baik ini dapat bermanfaat bagi masyarakat Samarinda.

Penulis: Fathur
Editor: Awan

Berita Lainnya