Kutai Timur

KPK Kutim Ismunandar 

KPK Perpanjang Masa Penahanan Bupati Kutim Nonaktif Ismunandar



Bupati Kutim nonaktif Ismunandar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Foto: Antara Foto
Bupati Kutim nonaktif Ismunandar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Foto: Antara Foto

SELASAR.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Bupati Kutai Timur nonaktif Ismunandar dan enam orang lainnya terkait kasus gratifikasi proyek infrastruktur di Kutai Timur. Penahanan para tersangka diperpanjang hingga 40 hari ke depan.

"Penyidik KPK melakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari ke depan untuk tersangka ISM, EU, MUS, SUR, ASW, dan AM terhitung mulai 24 Juli 2020 sampai dengan 31 Agustus 2020," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Kamis (23/7/2020).

Ali menjelaskan, perpanjangan penahanan itu disebabkan KPK masih memerlukan waktu untuk menyelesaikan pemberkasan para tersangka.

"Tersangka ISM ditahan di Rutan (rumah tahanan) KPK pada gedung Aclc Kavling C1, EU di Rutan KPK di gedung Merah Putih, MUS di Rutan KPK Gedung Aclc Kavling C1, SUR di Rutan KPK Gedung Aclc Kavling C1, ASW di Rutan KPK Gedung Aclc Kavling C1, AM di Rutan Polda Metro Jaya,” bebernya.

Sementara DA yang juga diperpanjang masa tahanannya, ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. "Dilakukan juga perpanjangan penahanan selama 40 hari terhitung mulai tanggal 24 Juli 2020 sampai dengan 1 September 2020," lanjut Ali.

Diketahui, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih, Wakil Ketua KPK Nawawi Pongolango, Jumat 3 Juli 2020 lalu menerangkan ketujuh tersangka mempunyai peran masing-masing sehingga tercipta kerjasama terhadap sejumlah proyek yang dikerjakan AM dan DA.

“Proyek yang dikerjakan bernilai miliaran rupiah dan tersebar di Kutim diantaranya pembangunan embung di Maloy, penyempurnaan lampu penerangan di Jalan APT Pranoto Sangatta, ruang tahanan Polres Kutim,” beber Nawawi.

Dengan latar belakang Is, EUF, Mus, Sur, Asw yang sudah mengenakan rompi oranye dan tangan terborgol, disebutkan peran masing-masing tersangka. Is sebagai bupati mempunyai peran sebagai penentu kebijakan, sementara EU sebagai Ketua DPRD Kutim berperan mengamankan anggaran yang diusulkan Dinas PU agar tidak terkena pemangkasan selain menentukan dalam pemenangan tender.

Sedangkan Mus, lanjut Nawawi selain ikut menentukan pemenang tender juga menerima dan membiayai sejumlah aktivitas Is, UEF, Sur, Mus dan Asw.

“Sementara Sur sebagai Kepala BPKAD berperan mengatur dan menerima setoran masing-masing sebesar sepuluh persen setiap pembayaran,” beber Nawawi.

Dalam operasi tangkap tangan, lembaga antirasuah mengamankan barang bukti berupa uang sebesar Rp170 juta, buku tabungan dan deposito dengan saldo Rp6 miliar.

Kasus gratifikasi atau suap menyuap ini, ujar Nawawi, terkait proyek di Kutim tahun 2020 yang dilaporkan masyarakat sehingga dilakukan penyelidikan hingga dilakukan penangkapan di Jakarta dan Samarinda serta Sangatta.

Penulis: Bonar
Editor: Fathur

Berita Lainnya