Nasional

Menteri sosial OTT pejabat Kemensos OTT penanganan bantuan Covid-19 KPK 

Dugaan Korupsi Mensos pada Situasi Bencana, Castro: Bisa Dijatuhi Hukuman Mati



Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara
Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara

SELASAR.CO, Samarinda - Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara dijerat KPK sebagai tersangka penerimaan suap terkait bantuan sosial (bansos) untuk penanganan pandemi virus corona (COVID-19). Pemilik nama lengkap Juliari Peter Batubara itu diduga menerima jatah untuk setiap sembako sebagai bansos penanganan COVID-19 di wilayah Jabodetabek.

Berkaitan dengan pandemi COVID-19, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada April 2020 telah meneken Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 yang menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional. Pandemi itu disebut sebagai bencana non-alam.

"Menyatakan bencana non-alam yang diakibatkan oleh penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai bencana nasional," kata Jokowi dalam Keppres Nomor 12/2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional.

Keppres itu ditandatangani pada Senin, 13 April 2020 di Jakarta. Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Dalam aturan hukum di Indonesia ada peluang hukuman mati bagi koruptor bila berkaitan dengan bencana. Dijelaskan oleh Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, aturan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tepatnya pada Pasal 2 ayat 2 yang isinya sebagai berikut:

Pasal 2

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

“Di situ dikatakan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu salah satunya adalah hukuman mati. Yang dimaksud keadaan tertentu adalah pada saat keadaan bahaya hingga bencana alam nasional. Nah, Covid-19 itu kan masuk dalam kategori bencana nasional non-alam yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres),” terang pria yang akrab disapa Castro. 

Casto pun melihat dengan situasi yang ada saat ini, bisa dikualifikasikan sebagai kondisi tertentu sebagaimana diatur dalam undang-undang 31 tahun 1999 Tipikor.

“Maka bisa dikualifikasikan sebagai salah satu kondisi tertentu, yang memenuhi syarat untuk dijatuhi hukuman mati tadi. Jadi tinggal jaksa saja nanti bagaimana kemudian dakwaan terhadap yang bersangkutan terkait hal itu,” tambahnya.

Selain itu, Castro turut menyoroti pengungkapan dua kasus korupsi yang terjadi berdekatan dengan agenda pilkada. Menurutnya hal ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan menjadi penguat opini masyarakat yang selama ini menilai adanya dugaan pendanaan partai politik berhubungan dengan penempatan wakil parpol di jajaran kementerian. 

“Entah itu untuk kepentingan pribadinya, bisa juga dalam konteks partai politik karena menjelang pilkada. Kalau kita korelasikan dengan itu, hal ini bukan kebetulan bersamaan dengan momentum pilkada. Hal ini semakin dikonfirmasi dengan dua menteri yang terjerat kasus politik saat ini berasal dari partai politik. Bisa kita asumsikan bahwa ini juga ada kaitannya dengan pembiayaan politik tadi dan parpol pasti sangat berkepentingan,” paparnya. 

Selain itu, dengan dua jajaran menteri dari partai politik yang saat ini telah terlibat kasus korupsi dapat memperlihatkan kegagalan partai politik, salah satunya dalam proses kaderisasi. 

“Kalau dua kasus korupsi yang melibatkan menteri yang juga sekaligus pengurus partai ini, adalah bukti kegagalan partai politik. Ada yang salah dalam pengelolaan parpol, yang harus direformasi total ke depannya. Sistem dalam tubuh parpol harus dibenahi. Mulai dari kaderisasi, demokrasi internal partai, pendanaan mandiri, hingga soal integritas anggota-anggotanya,” pungkasnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya