Ragam

Indeks Persepsi Korupsi Transparency International Transparency International Indonesia 

Melorot ke Peringkat 102 Dunia, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020 di Bawah Timor Leste



Peringkat indeks persepsi korupsi negara Asean.
Peringkat indeks persepsi korupsi negara Asean.

SELASAR.CO, Jakarta - Transparency International, sebuah organisasi internasional yang bertujuan melawan korupsi, banyak mempublikasikan hasil survei terkait korupsi. Termasuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Sebuah publikasi tahunan yang mengurutkan negara-negara di dunia berdasarkan persepsi atau anggapan publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politik.

Transparency International Indonesia (TII) merilis Indeks persepsi korupsi IPK Indonesia 2020. Berdasarkan penelitian Transparency, Indonesia mengantongi IPK 37 atau peringkat 102 secara dunia. Skor ini turun dari 2019 yaitu 40 poin. Dengan begitu saat ini peringkat IPK Indonesia sama dengan Gambia. 

Di Asia Tenggara, Indonesia ada di bawah Timor Leste (40 poin), Malaysia (51 Poin), Brunei Darussalam (60 Poin), dan Singapura (85 poin) yang masuk di peringkat kedua internasional.

Beberapa indikator yang membuat IPK Indonesia melorot di antaranya, PRS International Country Risk Guide yang turun 8 poin dari 58 pada 2019 menjadi 50; IMD World Competitiveness Yearbook turun 5 poin; Global Insight Country Risk Ratings turun 12 poin dari 47 menjadi 35; PERC Asia Risk Guide turun 3 poin; dan Varieties of Democracy Project turun 2 poin.

Selain itu ada 3 indikator Indonesia yang stagnan, yaitu World Economic Forum EOS 46 poin; Bertelsmann Foundation Transform Index 37 poin; dan Economist Intelligence Unit Country Ratings 37 poin. Hanya satu indikator yang naik yaitu World Justice Project atau Rule of Law Index yaitu naik dua poin.

Ada tiga isu utama dalam Indeks Persepsi Korupsi tahun ini. Yaitu Ekonomi-Investasi yang mengalami stagnasi. Kemudian, aspek penegakan hukum naik. Tetapi kualitas pelayanan dan birokrasi stagnan. Terakhir, indikator politik dan demokrasi juga turun.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Pusat Studi Anti Korupsi (saksi) Fakultas Hukum Unmul, Herdiansyah Hamzah, menyebutkan bahwa penurun skor IPK indonesia dari 40 di tahun 2019 menjadi 37 di tahun 2020, bukanlah hal yang mengejutkan. Dijelaskannya dalam laporan TI menyebut indikator politik dan demokrasi Indonesia mengalami penurunan. 

“Artinya, kualitas politik elektoral kita, dalam hal ini pemilu nasional maupun lokal, masih banyak problem. Di antaranya adalah politik berbiaya tinggi (high cost politic) dengan masalah korupsi politik yang terus meningkat,” ujarnya pada hari, Kamis (28/1/2021).

Hal yang sama juga terjadi sektor investasi dan ekonomi juga stagnan. Perizinan yang birokratis, termasuk juga biaya-biaya siluman yang kerap dihadapi oleh investor, juga berkontribusi terhadap penurunan IPK tersebut. Sehingga ekonomi bukan hanya semata-mata soal pandemi Covid-19 yang dihadapi tahun 2020.

“Ini belum termasuk situasi pemberantasan korupsi yang mengalami stagnasi pasca revisi UU KPK. Jadi tanyakan kepada para politisi, kenapa skor IPK Indonesia menurun? Mereka, para politisi ini juga turut bertanggung jawab terhadap penurunan IPK Indonesia ini,” pungkasnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya