Kolom

Kampus Melati SMA 10 Samarinda SMA Melati Yayasan Melati SMAN 10 Aliansi Siswa SMAN 10 Samarinda Aliansi Smaridasa Isran Noor Rusli Masroen 

Kejanggalan Sikap Gubernur soal SMAN 10, Poin Terakhir Bikin Kamu Travelling



Rusli Masroen dan Isran Noor.
Rusli Masroen dan Isran Noor.

“Kadisdikbud, segera pindahkan walaupun kampus B belum memenuhi syarat.” Sebaris kalimat menyulut perseteruan lama antara Yayasan Melati dengan SMAN 10 Samarinda. Tujuh ratus siswa sekolah itu terganggu, ribuan orangtua galau, tapi kang teken disposisi belum bersuara meski sepatah kata.

OLEH: AWAN


YAYASAN
Melati menggunakan disposisi Gubernur Kaltim Isran Noor kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim itu sebagai alasan menyegerakan pemindahan SMAN 10 dari kampus A (Melati) di Jalan AM Rifaddin, ke kampus B di Jalan Perjuangan. Infonya, disposisi itu ditunjukkan sendiri oleh Kadisdik Kaltim Anwar Sanusi kepada pengurus Yayasan Melati, lalu difotokopi. Entah supaya apa.

Saya sudah main-main ke kampus B dimaksud. Sesuai telaahan staf Disdikbud Kaltim, kondisi di sana memang belum siap. Beberapa bangunan belum dikeramik. Hanya tersedia 22 ruang kelas dari 36 yang dibutuhkan. Mungkinkah siswa yang tidak tertampung di kelas diminta belajar di atas pohon? Areal sekitar kampus memang masih rindang, tapi ya nggak gitu juga konsepnya. Lalu, alternatif yang diajukan pemerintah adalah menggunakan ruangan di Education Center. Padahal bangunan unfaedah berbiaya 80an miliar itu, kondisinya lebih cocok untuk jin bereproduksi.

Ditambah lagi ruang asrama yang belum memadai. Kapasitas akomodasi yang siap hanya untuk 200 orang, sementara ada 700 siswa-siswi. Apalagi di sana juga belum mengucur air dari perusahaan daerah yang memang terkenal sulit diandalkan: PDAM. Syukur ada sumur di Kampus B.

Tapi, sebetulnya bukan itu substansi polemik SMAN 10 dan Yayasan Melati. Mari kita napak tilas, mengamati poin per poin perjalanan SMAN 10 Samarinda.

Poin pertama. Bulan madu hubungan Pemprov Kaltim dengan Yayasan Melati ditandai dengan keluarnya Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Nomor 341 Tahun 1994 tentang Penyerahan Hak Pakai/ Penggunaan Tanah Milik/ dikuasai Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Timur kepada Yayasan Melati Samarinda.

Lahan 122.545 m2 itu tetap tercatat dalam buku inventaris kekayaan milik Pemprov Kaltim. Di sana juga ditegaskan penerima hak pakai dimaksud wajib menyerahkan kembali tanah jika sudah tidak dipergunakan lagi atau jika keputusan ini dicabut.

Poin berikutnya. Dalam berita serah pakai/penggunaan tanah milik Pemda TK I Kaltim kepada Yayasan Melati Samarinda Nomor 591/9215/BP-III/1994, tanggal 3 Agustus 1994, disebutkan bahwa Yayasan Melati tidak diperkenankan membangun selain kampus SMA Plus serta fasilitas lainnya.

Istilah SMA Plus kala itu merujuk UU Sistem Pendidikan Nasional No 2 Tahun 1989, dan Peraturan Pemerintah (PP) No 28/1990 tentang Pendidikan serta PP No 29/1990 tentang Pendidikan Menengah. Di situ terdapat pasal-pasal yang berkenaan dengan perlunya perhatian khusus peserta didik yang berkemampuan luar biasa.

Dalam buku 10 Tahun Yayasan Melati (1994-2004), disebutkan bahwa SMAN 10 ditetapkan sebagai SMA Plus, dan disepakati menyandang nama SMAN 10 Melati. Kata Melati, diambil dari nama jalan tempat berdirinya SMAN 1 Samarinda, sekolah yang awalnya akan dipluskan, tetapi Kanwil Disbud saat itu memutuskan memilih SMAN 10. Sekarang jalan itu bernama Jalan Bhayangkara.

Faktanya, mulai 2009, Yayasan Melati mendirikan SMP Plus Melati. Menyusul sekolah-sekolah lain berbagai tingkatan. Sejak itu pula api polemik merambat dalam sekam. Kepala SMAN 10 berganti-ganti, demikian pula pengurus Yayasan Melati. Namun, konflik tetap terjaga. Terjaga hangatnya.

Poin selanjutnya. Karena polemik tak kunjung usai, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak pada tahun 2014 mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Kaltim Nomor 180/K.745/2014, 21 November 2014, tentang Pencabutan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Nomor 341 Tahun 1994 tentang Penyerahan Hak Pakai/Penggunaan Tanah Milik.

SK ini mendapat perlawanan dari Yayasan Melati yang merasa dirugikan. Perlawanan dilakukan hingga tingkat kasasi dan peninjauan kembali. Tapi, dua-duanya ditolak lewat putusan Nomor 64 K/TUN/2016 dan putusan Nomor 72 PK/TUN/2017.

Dari linimasa itu, dapat disimpulkan; putusan Nomor 37/G/2014/PTUN.SMD telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde); Keputusan Gubernur Kaltim Nomor 180/K.745/2014, tanggal 21 November 2014 sah dan berlaku; Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Nomor 341 Tahun 1994, tanggal 2 Agustus 1994 dicabut; Hak pakai/serah pakai/pinjam pakai Yayasan Melati sudah berakhir sejak dikeluarkannya putusan Nomor 72 PK/TUN/2017 tanggal 8 Juni 2017; Tanah seluas 122.545 m2 Hak Pakai Nomor 08 merupakan milik Pemprov Kaltim; Yayasan Melati tidak diperkenankan membangun selain SMA Plus.

Lalu, kok bisa justru SMAN 10 yang diminta segera pindah oleh Gubernur Isran Noor? Mungkin yang mulia gubernur memikirkan, di atas lahan pinjam pakai itu sudah terlanjur berdiri banyak bangunan seperti PAUD Melati, SMP Plus Melati, SMK Plus Melati, dan SMA Plus Melati. Darimana sumber dana pembangunan sekolah-sekolah itu? Jangan tanya saya.

Tapi, bukankah harusnya gubernur juga mempertimbangkan di Kampus Melati juga sudah terbangun banyak fasilitas untuk SMAN 10 yang duitnya dari pemerintah. Artinya dari pajak rakyat. Masih dari buku 10 Tahun Yayasan Melati 1994-2004, disebutkan proyek-proyek yang bersumber dari APBD itu.

Saya cuplikkan sedikit di antaranya. Tahun anggaran 1994/1995 APBD I (ABT), keluar dana Rp 682.859.000 untuk perencanaan dan konstruksi beberapa pekerjaan seperti land clearing, pemadatan tanah, normalisasi parit, dan lain-lain. Tahun 1995/1996 (APBD Murni) digelontorkan Rp 609.589.000 untuk pembangunan ruang kantor, kebersihan, perpustakaan, laboratorium Bahasa dan IPA. Berikutnya tahun anggaran 1996/1997 (Murni), mengucur dana Rp1.438.660.000 untuk membangun asrama putra dan putri, ruang makan dan dapur, rumah wakil kepala sekolah, dan lain-lain. Selengkapnya, tentu Pemprov Kaltim lebih tahu. Kalau tidak tahu, ya, terlalu.

Poin terakhir, sebagai penutup, jika Anda bertanya-tanya mengapa dengan segenap fakta di atas, Gubernur Isran Noor justru meminta SMAN 10 angkat kaki dari Kampus Melati, saya pun demikian adanya. Mungkin, kunci jawaban ada pada pak haji Rusli. Beliau adalah wakil ketua Yayasan Melati pada masa awal berdirinya yayasan, dan menjabat Ketua Pembina Yayasan Melati hingga mengundurkan diri 4 hari lalu lewat pernyataan di Facebook.

Melalui status FB beliau pula, mungkin kita bisa menemukan jawaban atas sikap yang mulia Gubernur Isran terkait polemik SMAN 10. Begini isi status pak haji Rusli: Langkah-langkah penataan yang diambil Yayasan Melati di Kampus Melati bukan karena adanya disposisi Gubernur Kaltim, tapi mewujudkan janji Gubernur 2 tahun lalu.

Mari kita besarkan, pertebal, sekaligus garisbawahi: MEWUJUDKAN JANJI GUBERNUR 2 TAHUN LALU. Pikiran saya mendadak travelling.

Penulis adalah pemimpin redaksi selasar.co

Berita Lainnya