Kutai Timur

Korupsi Solar Cell Oknum ASN Kutim Oknum ASN  Program Solar Cell DPMPTSP Kutim Program Solar Cell DPMPTSP Kutim 

Dugaan Korupsi Berjamaah Solar Cell, Libatkan Pejabat hingga Banyak Tenaga Kontrak



Ilustrasi
Ilustrasi

SELASAR.CO, Sangatta - Kejaksaan Negeri Kabupaten Kutai Timur (Kutim) terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Solar Cell Home System di Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Praktik rasuah itu diduga dilakukan secara berjamaah alias bersama-sama melibatkan banyak orang.

Dari perkembangan terbaru, kejaksaan telah memeriksa 88 orang saksi, baik dari pejabat di lingkungan Pemkab Kutim maupun swasta (kontraktor). Jumlah saksi yang diperiksa masih akan terus bertambah, bisa mencapai 150 orang, dikarenakan ada beberapa saksi yang belum hadir dengan alasan tertentu.

“Terkait potensi kerugian negara seperti yang disampaikan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Kaltim jumlah sekira Rp 55 miliar itu benar. Memang perhitungan kami selaku jaksa penyidik menemukan ada beberapa dari RAB terdapat mark-up. Dalam perhitungan itu jumlahnya Rp 55 miliar,” ucap Kepala Kejari Kutim Hendriyadi W Putro melalui Kasi Intel Kejari Kutim, Yudo Adiananto didampingi Kasi Pidsus Wasita Triantara, Jumat (25/6/2021).

Diketahui oknum-oknum tertentu merencanakan aksi rasuah itu. Sebelum kegiatan berjalan, ternyata sudah disiapkan beberapa strategi dalam pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Solar Cell Home System di DPMPTSP.

“Mengapa kami belum menyebutkan identitas dan kapasitasnya, karena masih dalam proses penyelidikan. Nanti setelah penetapan tersangka baru kami jelaskan peran serta masing-masing,” katanya.

Dijelaskan Yudo, dalam kasus ini ada mekanisme yang sebenarnya tidak dilakukan. Contohnya ada oknum ASN yang tidak menjabat sebagai Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) namun memiliki akses luar biasa kepada ketua tim TAPD, agar kegiatan tersebut bisa muncul.

“Ini adalah tema programnya Kutim Terang, yang memang merupakan program dari Pemkab Kutim. Tetapi angkanya tidak seperti itu. Namun tiba-tiba angkanya muncul besar seperti ini dan munculnya angka ini siluman. Tiba-tiba ia (oknum ASN) mengkondisikan ini dengan hanya memerintahkan: tolong siapkan judul,” jelasnya.

Untuk itu dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan pengadaan PLTS Solar Cell Home System di DPMPTSP, pihak kejaksaan akan menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang, karena telah memenuhi unsur.

“Karena kasus ini merupakan extra ordinary crime, jadi pelakunya juga memiliki kapasitas jabatan yang tinggi dan intelektualitas yang tinggi. Untuk mengurainya juga memerlukan waktu dengan kendala yang ada,” terangnya.

Tak hanya itu, mekanisme pengadaan ini, juga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Perbuatan melawan hukum secara formil sudah ada perbuatan melawan hukum secara materil juga sudah ada. Jadi kami juga sudah punya satu alat bukti dari para saksi dan dari dokumen kita pertajam yaitu dari alat bukti surat,” bebernya.

Selain itu, dalam kasus ini, juga banyak melibatkan Tenaga Kerja Kontrak Daerah (TK2D) di lingkungan Pemkab Kutim, baik di DPMPTSP sendiri maupun di beberapa dinas lainnya. TK2D tersebut mendirikan CV untuk melaksanakan kegiatan.

“Akan tetapi kegiatan tersebut tidak pernah dilaksanakan, hanya dipinjam benderanya, dengan kompensasi mendapatkan fee Rp 4 juta per paket pekerjaan, dan satu CV itu bisa melaksanakan 4 sampai 5 kegiatan. Total pengadaan ini berjumlah 465 paket pekerjaan dengan metode penunjukan langsung dengan nilai proyek Rp 90,7 miliar,” bebernya.

Bahkan kabanyakan CV tersebut ada yang dibuat di akhir tahun 2019 lalu. “Jadi pembagian peran di sini banyak. Ada istilahnya koordinator lapangan (korlap) yakni mengatur mencari CV, mengatur judul kegiatan, mengatur membuat kontrak, dan mengatur bagian pencairan. Jadi sudah ada tugasnya masing-masing dan ada pelaku otak intelektualnya yaitu tadi ASN yang memiliki akses yang luar biasa terkait penganggaran. Jadi melibatkan banyak pihak seperti makelar dan harganya juga jauh dari pasaran,” ungkap Yudo.

Penulis: Bonar
Editor: Awan

Berita Lainnya