Kutai Timur

Kawasan Ekosistem Esensial Kawasan Ekosistem Esensial di Kutim Payung Hukum  BKSDA BKSDA Kutim  Yayasan Konservasi Khatulistiwa Indonesia DAS Mahakam 

Kawasan Ekosistem Esensial di Kutim Belum Punya Payung Hukum



Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) lahan basah Mesangat dan Suwi.
Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) lahan basah Mesangat dan Suwi.

SELASAR.CO, Sangatta - Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) lahan basah Mesangat dan Suwi, telah diusulkan sebagai kawasan konservasi sejak tahun 2016. Namun ,hingga kini belum ada tindak lanjut dari pemerintah pusat berupa peraturan pemerintah.

Meskipun demikian, pemerintah daerah, berkolaborasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Yayasan Konservasi Khatulistiwa Indonesia (Yasiwa), tetap kerja bareng untuk menyelamatkan danau alam seluas 13.570 ha tersebut. Demikian dikatakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kutim, Aji Wijaya.

“Kita sudah usulkan ke pusat sejak 2016, namun hingga kini belum ada hasilnya. Jadi hingga kini belum ada payung hukum lokasi itu sebagai kawasan konservasi,” katanya. 

Karena itu, meskipun telah masuk dalam SK Gubernur No 522.5 /K.672/ 2020, namun belum ada tindak lanjut dari pemerintah pusat. Meskipun belum ada payung hukum KEE Mesangat Suwi, pemerintah daerah tetap berkomitmen menjadikan lokasi itu sebagai KEE.

“Tapi, secara kewenangan, pemerintah daerah tidak ada kewenangan terkait konservasi itu. Itu kewenangan BKSDA. Apalagi, kami tidak ada anggaran,” sebutnya.

Meskipun demikian, pihaknya tetap bekerja sama, untuk menyelamatkan dua danau alam tersebut,  dengan jalan menyosialisasikan ke masyarakat agar lokasi itu diselamatkan untuk generasi berikutnya.

“Bupati Kutim Ardiansyah sudah komitmen untuk menyelamatkan kedua danau alam itu agar tetap  menjadi ekosistem lahan basah, yang dihuni berbagai biota yang wajib dilindungi, seperti buaya air tawar dan berbagai biota lainnya,” katanya.

Diakui, lokasi itu diperkirakan tinggal sekitar 40 persen yang masih aman. Ini karena memang merupakan danau dalam. Sementara sebagian lainnya, memang sudah menjadi lahan perkebunan sawit, yang tentu tidak bisa diganggu lagi, karena punya Hak Guna Usaha (HGU). Sehingga yang harus dipertahankan, hanya yang tersisa. “Luasannya, kami tidak tahu persis berapa, tapi nanti akan kami data lagi,” ujar Aji.

Diakui, perlunya mempertahankan dua danau alam itu karena memang sangat terkait dengan daerah aliran sungai Mahakam (DAS Mahakam). Sehingga, jika rusak, maka akan mengakibatkan kerusakan DAS, yang bisa berujung pada banjir yang merugikan masyarakat secara luas.

“Jadi saat ini kami terus menyosialisaikan pada masyarakat agar lokasi itu tidak diganggu, untuk dipertahankan,” pungkasnya.

Penulis: Bonar
Editor: Awan

Berita Lainnya