Kutai Timur

PMI Kutim Gaji Belum Dibayar Palang Merah Indonesia 

Belum Digaji 7 Bulan, Dua Karyawan PMI Kutim Mundur



Kepala markas PMI Kutim, Wilhelmus.
Kepala markas PMI Kutim, Wilhelmus.

SELASAR.CO, Sangatta -  Palang Merah Indonesia (PMI) Kutai Timur kini dalam kondisi kekurangan anggaran. Bahkan, kepala markas PMI Kutim, Wilhelmus, mengaku dua karyawannya telah mengunduran diri, karena sudah  tujuh bulan belum digaji.

“Dari empat karyawan PMI, dua telah mengundurkan diri, karena belum dibayar gajinya selama tujuh bulan. Yang tersisa, hanya dua orang. Saya berharap, dua orang ini tetap sabar,  karena ada komitmen pemerintah akan tetap membayar gaji mereka,” katanya.

Diakui, dari tujuh bulan tersebut,  jika ditotal, gaji karyawan itu ada sekitar Rp50 juta. Sebab satu orang gajinya hanya Rp2 juta hingga Rp3 juta.

“Meskipun kini PMI tidak ada anggaran, tapi ada komitmen pemerintah mau bayar gaji karyawan. Pak Wakil Bupati Kutim Kasmidi Bulang sudah menyatakan komitmen untuk membayar gaji mereka. Tapi kapan dibayar, kami juga belum tahu,” katanya.

Meskipun tahun ini tidak ada anggaran operasional, namun PMI  tetap melayani masyarakat. Terutama untuk melayani panggilan darurat, yang membutuhkan.

Untuk masalah darah, diakui tidak masalah, tetap tersedia. Sebab unit tranfusi darah itu ada service cost, sehingga tetap ada sirkulasi dana. Karena itu, pasokan darah tetap jalan dengan normal. Hanya saja, untuk fasilitas, memang sudah dalam kondisi kurang juga, karena kulkas untuk penyimpanan darah, sebagian sudah rusak. Dari lima kulkas yang ada, dua rusak, yang tersisa kapasitasnya hanya 120 kantong darah. Beruntung, di RSUD Kudungga ada kulkas penyimpanan darah, sehingga PMI bisa titip di sana, jika ada kelebihan darah di PMI.

“Kami berharap, tahun depan ini  pemerintah bisa memberikan hibah yang cukup untuk PMI. Kami minta Rp1 miliar untuk dana operasinal. Katanya, akan dikasi Rp500 juta. Meskipun itu tidak cukup, yang penting jalan, itu masih baik dibanding tahun ini,” katanya.

Terkait dengan kebutuhan sebenarnya, Wilhelmus mengakui, jika ingin melakukan penggantian alat yang rusak agar semua dalam kondisi layak kembali, butuh dana lebih satu miliar. “Karena alatnya saja, bisa Rp1 miliar lebih. Belum lagi biaya operasional,” katanya.

Penulis: Bonar
Editor: Awan

Berita Lainnya