Kutai Timur

Perbatasan Kutim-Berau  Perbatasan Daerah Perbatasan Kabupaten Kemendagri 

Penyelesaian Perbatasan Kutim-Berau Masih Menggantung di Pusat



Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Setkab Kutai Timur (Kutim), Trisno.
Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Setkab Kutai Timur (Kutim), Trisno.

SELASAR.CO, Sangatta – Penyelesaian masalah perbatasan antara Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dengan Kabupaten Berau hingga kini nampaknya masih mengantung di Pemerintah Pusat. Padahal, sesuai jadwal, permasalahan ini seharusnya selesai di tahun 2019 lalu, namun ternyata hingga kini belum juga ada kejelasan.

“Urusan perbatasan Kutim dan Berau itu sudah jadi rana kemendagri,” kata Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Setkab Kutai Timur (Kutim), Trisno kepada sejumlah awak media beberapa waktu yang lalu.

Diakui, sesuai dengan jadwal, seharusnya masalah ini sudah diputuskan pemerintah pusat sejak tahun 2019, namun hingga kini belum juga selesai. Bahkan, sesuai tahapan, seharusnya kedua pemerintah diundang untuk mendiskusikan perbatasan ini.

“Diskusi pertama, kalau tidak sepakat, diundang lagi untuk kedua kalinya. Kalau kedua kalinya juga belum sepakat, maka masalahnya jadi hak Kemendagri untuk memutuskan. Tapi hingga kini, kedua pemerintah belum pernah diundang masalah perbatasan ini,” terangnya.

Lanjutnya, Kutim sendiri telah menyampaikan kajian terkait dengan batas kedua daerah.  Karena menarik batas daerah itu ada kaidanya.  Kutim telah membuat kajian berdasarkan kaida tersebut. “Kajian itu berupa kajian historis, kajian social ekonomi, maupun kajian teknis.  Karena itu, diharapkan Kemendagri memutuskan perbatasan ini sesuai kajian tersebut,” harapnya.

Disebutkannya, perbatasan kedua daerah ini, hanya bermasalah di sekmen mangkok, yang tidak sesuai dengan kaidah. “Seharusnya, jika mengikuti kaidah, maka seharusnya kalau ikut gunung, maka ikut gunung terus. Namun di UU 47 tahun 1999, tentang pemekaran, tidak demikian. Di Sekmen mangkok, Desa Tepian Trap, terjadi ketidak telitian karena mungkin kurang data. Seharusnya kalau ikut gunung, ikut gunung terus. Ternyata dari sekmen mangkok itu, dari Sungai Manubar, seharusnya belok ke kanan mengikuti punggung gunung, yang membatasi das Kutim sungai manubar dan das Berau.  Tapi di UU 47, belok kiri, memotong sungai Manubar masuk ke gunung Kutim, das Kutim. Usulan Kutim, harus ikut punggung gunung, yang membagi antara das Kutim dan Berau. Tapi Berau, mau ikut UU pemekaran,” jelasnya.

Selanjutnya, menurut Trisno luas lahan yang jadi masalah itu sekitar 800 ribu hektar. jika memenuhi kaidah, maka Sungai Manubar tidak terpotong.  Dimana sungai Manubar ini, tidak pernah ada orang Berau yang bisa mengatakan itu masuk Berau, dari Kerajaan dahulu sekalipun. Sungai Manubar itu bagian dari Kerajaan Kutai, tidak pernah masuk wilayah Kerayaan Gunung Tabur atau Kerajaan Sambaliung.

“Ini sangat jelas, tapi di UU 47, Sungai Manubar hulu masuk Berau, Sungai Manubar ilir, itu masuk Kutim. Sehingga pada saat Kutim tidak punya akses mengatur hulu sungai, maka tidak bisa memastikan , mengatur  kebutuhan masyarakat di ilir sungai ini. Ini permasalahan utama.” tutupnya.

Penulis: Bonar
Editor: Awan

Berita Lainnya