Ragam

Dirjen Kemendikbud  Kemendikbudristek  Hetifah Sjaifudian Wakil Ketua Komisi X DPR RI Prof. Tjitjik Tjahjandarie 

Hetifah Sayangkan Statement Dirjen Kemendikbud yang Sebut Pendidikan Tinggi Bersifat Tersier



SELASAR.CO, Samarinda - Di tengah ramainya persoalan kenaikan UKT, Kemendikbudristek yang diwakili oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek, Prof. Tjitjik Tjahjandarie menanggapi bahwa pendidikan tinggi bersifat tertiary education atau tersier. Merespon hal ini, Hetifah Sjaifudian selaku Wakil Ketua Komisi X DPR RI menyayangkan pernyataan tersebut.

“Saya kira tidak semestinya pemerintah menyampaikan pernyataan seperti itu. Secara normatif memang wajib belajar hanya sampai tingkat sekolah menengah. Namun ini batas minimal pemenuhan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi hak pendidikan bagi warga negara,” ungkap Anggota DPR RI Dapil Kaltim itu.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, dijelaskan bahwa wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Lebih lanjut Hetifah mengungkapkan apabila hasrat masyarakat untuk memajukan diri melalui pendidikan tinggi semakin meningkat, seharusnya pemerintah responsif untuk menyaranainya dengan kebijakan yang sesuai. Apalagi hal ini didukung dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi Pasal 7 (1) yang menyebutkan bahwa menteri bertanggungjawab atas penyelenggaraan pendidikan tinggi.

Saat ini anggaran negara terlalu terfokus pada sektor kesehatan, infrastruktur, penanggulangan stunting, serta pendidikan dasar dan menengah. Sementara biaya pendidikan tinggi (kuliah) cenderung terabaikan. Dalam kenyataannya anggaran pendidikan tinggi baru 1% dari total APBN (Perpres no.76 tahun 2023). Untuk itu, Komisi X DPR RI telah membentuk Panja Pembiayaan Pendidikan untuk membahas pokok permasalahan alokasi anggaran pendidikan, khususnya yang dialokasikan ke Kemendikbudristek karena saat ini belum dapat menjawab permasalahan pendidikan terutamanya mengenai ketersediaan, keterjangkauan, dan kepastian memperoleh layanan pendidikan.

Hetifah menegaskan bahwa Kemendikbudristek seharusnya menjadi kementerian terdepan untuk memastikan bahwa mandatory spending 20 persen dari APBN dan APBD itu bisa memenuhi tuntutan akan kebutuhan pendidikan yang bukan hanya standar minimal. Apalagi tugas utama pemerintah adalah mencerdaskan bangsa. Perlu diketahui bahwa jumlah lulusan perguruan tinggi di Indonesia baru sekitar 10% (Data BPS). Ini masih sangat rendah apalagi jika dibandingkan dengan Jepang atau Korea Selatan yang lulusan perguruan tingginya lebih dari 50%.

"Jika kita ingin menjadi negara maju kita harus terus menggenjot lulusan perguruan tinggi kita. Fakta di lapangan juga menunjukan bahwa lowongan lapangan pekerjaan di Indonesia rata-rata mengharuskan lulusan D3 ataupun S1, ini adalah tantangan pendidikan kita", pungkasnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya