Utama
BEM Unmul  Kenaikan PPN PPN 12% Kenaikan PPN 12% Pajak Pertambahan Nilai 
Bebani Masyarakat Ekonomi Menengah, BEM Unmul Tolak Kebijakan Kenaikan PPN 12%
SELASAR.CO, Samarinda - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa Universitas Mulawarman, Maulana, menyampaikan kritik tajam terhadap beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi Kalimantan Timur menjelang pergantian tahun 2024. Dalam pernyataannya, Maulana menyoroti kenaikan Upah Minimum Kota (UMK), Upah Minimum Provinsi (UMP), dan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang dinilai tidak tepat sasaran dan tidak melibatkan partisipasi publik secara menyeluruh.
"Kenaikan UMK dan UMP tidak sesuai dengan pendapatan daerah di berbagai kabupaten dan kota di Kalimantan Timur," ungkap Maulana. Sebagai contoh, UMK Kota Samarinda naik dari Rp3.497.124,13 menjadi Rp3.724.437,20, dan Kabupaten Kutai Kartanegara dari Rp3.536.506,28 menjadi Rp3.766.379,19. Kenaikan tersebut direncanakan akan diberlakukan pada tahun 2025.
Maulana menekankan pentingnya keterlibatan para pekerja buruh dan pengusaha dalam pengambilan keputusan terkait upah. "Kurang rasanya jika kebijakan tersebut tidak melibatkan kelas pekerja dan pengusaha. Pemerintah perlu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki kepentingan agar kebijakan dapat memberikan manfaat," tambahnya.
Berita Terkait
Selain itu, Maulana mengkhawatirkan dampak kenaikan PPN menjadi 12% terhadap daya beli masyarakat. "PPN yang awalnya 11% naik menjadi 12%. Meskipun kenaikannya tidak banyak, hal ini dapat mengganggu perkembangan ekonomi secara signifikan," ujarnya.
Ia menjelaskan, beberapa barang yang terkena PPN antara lain tas, pakaian, sepatu, produk otomotif, alat elektronik, pulsa telekomunikasi, produk kecantikan, hingga layanan streaming musik dan film seperti Spotify dan Netflix. Meskipun pemerintah mengklaim bahwa kenaikan PPN 12% hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah, Maulana menilai hal tersebut juga akan berdampak pada harga bahan-bahan pokok.
"Hari ini masyarakat dibohongi dengan realita di lapangan terhadap kenaikan PPN 12%. Kebijakan yang dinilai tidak masuk akal dan tidak memihak kepada rakyat," tegas Maulana. Menurutnya, kebijakan ini menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap rakyat yang sedang menghadapi tekanan ekonomi.
Maulana juga menyoroti bahwa kebijakan tersebut mencerminkan ketidakmampuan pemerintah dalam menjalankan asas-asas umum pemerintahan yang baik, ditandai dengan pengelolaan negara yang tidak bertanggung jawab, kurang akuntabel, tidak transparan, dan mengorbankan kepentingan rakyat. "Kebijakan ini juga memperlihatkan bahwa nilai Pancasila, terutama keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mulai diabaikan," tuturnya.
TIGA POIN TUNTUTAN
Atas dasar itu, Maulana menyampaikan tiga poin tuntutan:
- Hentikan kebijakan kenaikan PPN 12% yang meningkatkan beban ekonomi kelas menengah-bawah dan memperparah ketimpangan ekonomi.
- Mendesak Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk lebih transparan dalam kebijakan UMK dan UMP, serta melibatkan pihak terkait, baik pekerja buruh maupun pegawai.
- Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyuarakan penolakan atas kenaikan PPN 12% demi kesejahteraan bersama.
Maulana berharap pemerintah segera mengevaluasi kebijakan tersebut dengan mempertimbangkan aspirasi rakyat. "Kebijakan ekonomi seharusnya berpihak pada rakyat, bukan malah menambah beban dan luka di hati mereka," pungkasnya.
Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan