Utama

Gubernur Kaltim Wakil Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud Seno Aji gaspol Dapat jatah 2 miliar Dapat insentif 2 m pajak rakyat 

Gubernur dan Wagub Kaltim Dapat Jatah Rp2,17 Miliar dari Pajak yang Dibayar Rakyat, Adilkah?



SELASAR.CO, Samarinda - Alokasi keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah (KDH/WKDH) pada tahun anggaran 2025 Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menunjukkan, gubernur dan wagub akan menerima insentif dari hasil pemungutan pajak daerah sebesar Rp2,17 miliar. Selain itu, mereka juga mendapat tunjangan operasional, yang totalnya mencapai Rp12,43 miliar dalam satu tahun.

Data itu didapat media ini ketika meminta informasi mengenai gaji dan tunjangan kepala daerah di Kaltim. Melalui pesan singkat Whatsapp, Kepala BPKAD Kaltim, Ahmad Muzakkir, mengirimkan data, salah satunya mengenai adanya insentif bagi gubernur dan wakil gubernur Kaltim dari kinerja pemungutan pajak daerah. Namun, ketika diminta konfirmasi lebih lanjut, ia meminta Selasar menghubungi Kepala Bapenda, Ismiati.

Sayangnya, Kepala Bapenda juga tidak memberikan keterangan. Selasar kemudian berupaya mengkonfirmasi hal ini ke Biro Umum, namun Kepala Biro tidak berada di tempat kerjanya.

Untuk diketahui, pemberian insentif itu diatur dalam Pergub No 10 tahun 2021 yang mengatur tentang tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif pemungutan pajak daerah bagi KDH dan WKDH.

Hal ini menimbulkan pertanyaan etis: apakah kepala daerah sepatutnya menerima insentif atas pajak yang dipungut dari rakyat? Sementara itu merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab jabatan.

Menanggapi hal ini, Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo menyatakan bahwa seharusnya pemerintah menunjukkan komitmen efisiensi anggaran secara nyata, bukan sekadar wacana.

Ia menyoroti bahwa anggaran yang tidak berdampak langsung kepada masyarakat, seperti perjalanan dinas, tunjangan berlebihan, dan belanja operasional yang tidak esensial, sebaiknya dikurangi. Termasuk pula belanja pegawai yang mendominasi struktur APBD hingga 60 persen.

“Kepala daerah maupun anggota legislatif harus menyadari bahwa mereka bukanlah penguasa, melainkan penyelenggara administrasi dan manajemen pemerintahan daerah. Maka, keadilan sosial harus menjadi dasar dalam perencanaan anggaran,” ucap Buyung.

Ia juga mengkritik keras jika beban fiskal akibat defisit anggaran justru dibebankan kepada masyarakat dalam bentuk pajak tambahan, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau tarif lainnya yang berdampak langsung pada daya beli. Ia menilai langkah tersebut berpotensi memicu inflasi dan memperberat kondisi ekonomi warga.

Buyung menegaskan bahwa meskipun insentif kepada kepala daerah diatur legal melalui Pergub, namun tetap harus ada pertimbangan moral dan keadilan sosial.

“Pemanfaatan dana publik harus kembali kepada masyarakat, bukan untuk mempertebal keuangan pejabat,” tegasnya.

Buyung bahkan mempertanyakan komitmen efisiensi yang disampaikan oleh Gubernur Kaltim, mengingat di saat bersamaan justru melakukan perjalanan ke Maroko bersama istri yang dinilai tidak mendesak dan memboroskan anggaran.

“Kalau memang bicara efisiensi, lalu kenapa Gubernur justru berangkat ke Maroko bersama istrinya? Jangan sampai rakyat diminta hemat, tapi pejabat jalan-jalan dengan fasilitas negara,” ujarnya.

Sebagai penutup, Buyung menyampaikan pesan tegas kepada eksekutif dan legislatif agar membuat perencanaan anggaran yang efisien dan berorientasi pada kebutuhan nyata rakyat.

Ia mengimbau untuk menghentikan praktik studi banding yang tidak relevan, perjalanan ke luar negeri yang tidak urgen, dan pengeluaran yang bersifat seremonial.

“Pemerintah itu pentingnya mengedepankan pembangunan pada sektor-sektor wajib seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur,” tutupnya.

Penulis: Boy
Editor: Awan

Berita Lainnya