Utama

Demo DPRD Kaltim  DPRD Kaltim  Polresta Samarinda  Demonstrasi DRPD Kaltim  LBH di Samarinda 

LBH Samarinda Laporkan Dugaan Pelanggaran Etik dan Penganiayaan oleh Aparat saat Aksi 1 September



SELASAR.CO, Samarinda - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda resmi melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh aparat pengamanan Polresta Samarinda dalam aksi demonstrasi pada 1 September 2025 lalu di depan Kantor DPRD Kaltim.

Laporan tersebut dilayangkan menyusul tindakan represif aparat terhadap Muhammad Nur Iman selaku asisten pengacara publik LBH Samarinda, yang menjadi korban kekerasan saat mengikuti aksi di depan Gedung DPRD Kaltim.

“Laporan ini kami ajukan karena adanya dugaan pelanggaran kode etik serta tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh aparat terhadap Iman, yang merupakan personel kami,” ujar Ketua LBH Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi, usai melaporkan kasus tersebut, Senin (8/9/2025).

Dalam keterangannya, Nur Iman mengaku ditangkap secara paksa oleh aparat ditengah aksi mengalami kekacauan pada 18.10 wita. Ia kemudian diseret ke dalam Gedung DPRD, diinjak, dipukul, dan diinterogasi tanpa pendampingan hukum.

“Saya dituduh sebagai provokator bayaran, bahkan dituduh melempar bom molotov karena jaket hoodie saya dianggap mirip dengan pelaku. Tapi setelah dicek ulang di video, sablon jaket saya berbeda. Tuduhan itu akhirnya gugur,” jelas Iman.

Menurut Iman, kejadian tersebut berlangsung sekitar pukul 18.10 WITA. Ia juga mengungkap bahwa dirinya mengalami luka lecet di bagian wajah serta memar di paha akibat tindakan aparat.

Fathul menambahkan, seusai ditahan, Iman dipaksa membuat pernyataan tertulis dan direkam video untuk "tidak mengulangi perbuatannya", meskipun tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum apa pun.

“Ini bentuk tekanan. Relasi kuasanya timpang. Jika tidak membuat pernyataan, bisa saja dia dijerat pasal lain. Ini sangat tidak adil,” tegas Fathul.

Fathul menyebut, dalam video yang beredar luas di media sosial, terlihat ada empat oknum polisi yang diduga terlibat dalam tindakan kekerasan terhadap Iman. Pihaknya pun menuntut agar Kapolresta Samarinda menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada publik.

“Yang kami soroti bukan hanya soal kekerasannya, tapi juga ketimpangan penanganan. Iman dipaksa minta maaf, sementara aparat yang bertindak brutal tidak diberi sanksi apa pun,” ucapnya.

Selain kekerasan fisik, LBH Samarinda juga mengecam penyitaan barang pribadi milik Iman tanpa prosedur hukum yang jelas. Barang tersebut berupa tas ransel berisi mikrofon milik LBH dan perlengkapan kerja lainnya, yang hingga kini belum dikembalikan oleh polisi.

“Handphone memang sudah dikembalikan, tapi tas dan mikrofon belum. Padahal itu aset kantor. Ini cacat prosedur dan menambah daftar pelanggaran,” jelas Fathul.

LBH Samarinda mendesak pihak kepolisian segera mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi kepada aparat yang terbukti melanggar. Mereka juga menegaskan pentingnya evaluasi terhadap pola pengamanan aksi agar kekerasan tidak kembali terulang di masa mendatang.

Penulis: Boy
Editor: Awan

Berita Lainnya