Ragam

Samarinda Jadi Livable City erwin 

Bisakah Samarinda Jadi Livable City Secantik Surabaya?



Ilustrasi taman kota Surabaya (Foto: Jawa Pos)
Ilustrasi taman kota Surabaya (Foto: Jawa Pos)

Jika ditarik mundur 20 tahun ke belakang, Surabaya dan Samarinda boleh dikatakan memiliki problematika yang sama. Meski, skala Kota Pahlawan tentu lebih besar. Dua kota ini sama-sama langganan banjir, berdebu, semerawut, dan tidak aman. Namun, Surabaya hari ini jauh meninggalkan Samarinda. Mengapa?

SELASAR.CO, Samarinda – Di tangan Tri Rismaharini dan pendahulunya, Bambang Dwi Hartono, Surabaya benar-benar bersolek. Bambang DH merancang pondasi pembangunan yang kokoh. Mengubah mindset dan menegakkan disiplin birokrat, program pendidikan dan kesehatan gratis, pembangunan jalan dan jembatan, penataan trotoar, penanggulangan banjir, hingga pembangunan taman yang fenomenal. Risma, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan di era Bambang DH, melanjutkan estafet dengan baik.

Surabaya pun mendulang berbagai penghargaan. Adipura menjadi langganan dari 2006-2011. Penghargaan Information and Communication Technology (ICT) Pura dari Kementerian Kominfo diterima. Tak kurang, Surabaya meraih penghargaan ASEAN Environment Sustainable City sebagai kota dengan penataan lingkungan berkelanjutan terbaik dibanding kota-kota besar lain di ASEAN.

Apa kabar Samarinda?
Pembangunan Kota Tepian juga menggeliat di sana-sini. Pelbagai infrastruktur, mulai jalan, jembatan, hingga bandara berdiri. Taman-taman pun turut menghiasi. Namun, tetap saja, banjir, kesemerawutan, kekumuhan, dan ketidaktertataan membuat kota ini seperti gadis cantik yang didempul wajahnya oleh juru make-up yang kurang terampil. Alih-alih kecantikannya mengemuka, ia justru terlihat buruk rupa.

LIVABLE CITY

Warga Samarinda akan memilih pemimpin barunya tahun depan. Para bakal calon mulai mengenalkan diri. Juga visi-misi mereka. Salah satunya, Erwin Izharuddin. Namun, ditanya apa visinya untuk Samarinda, dia menjawab tidak seperti umumnya para politisi yang senang menggunakan jargon yang sulit ditentukan indikator keberhasilannya.

“Saya tidak ingin muluk-muluk, saya ingin membuat Samarinda ini menjadi livable city. Kota yang nyaman dihuni,” ujar wakil sekretaris jenderal (Wasekjen) DPP PAN ini. “Ya banjirnya diselesaikan, tata kota diperbaiki, trotoarnya dirapikan,” imbuh Erwin.

Pria kelahiran Samarinda 8 Desember 1973 ini menjelaskan, persoalan krusial seperti banjir sebetulnya bisa diatasi dengan ikhtiar yang benar. “Kita bisa panggil konsultan,” katanya.

Erwin menilai konsultan penyusun masterplan penanganan banjir seharusnya orang-orang yang ahli di bidang tersebut. Sehingga, proyek yang nantinya dijalankan untuk mengatasi banjir betul-betul efektif. Bukan proyek sekadarnya, mencari keuntungan belaka.

“Konsultan bagus sebenarnya banyak, tapi harganya pasti tidak masuk kalau ditender. Kalau persoalan seperti banjir ini harusnya sifatnya bukan tender, namun beauty contest. Yang mana yang tingkat keberhasilannya tinggi, harga berapapun, itu yang dipilih. Lalu agar proses tersebut tetap berjalan dengan aman, pemkot dapat melibatkan KPK dan kejaksaan,” jelas pengusaha di bidang energi ini.

Erwin mengatakan, perlu review menyeluruh atas perencanaan dan implementasi pembangunan di Samarinda. Termasuk dalam hal penanganan banjir. Pemerintah harus menata kembali drainase agar terkoneksi dengan baik.

Dia menegaskan, Sungai Karang Mumus juga harus dibenahi. Ia memberi contoh Singapura River, di mana pada satu titiknya ada pusat hiburan Clarke Quay. “Sungai itu dulu juga jorok,” katanya. Sekarang menjadi destinasi wisata. Karang Mumus, menurut Erwin, bisa dipercantik.

Warga yang tinggal di bantaran sungai harus diberi ganti rumah gratis. Hal itu tidak akan menghabiskan banyak anggaran. Lalu, sungai diperindah dengan penghijauan dan menjadikannya ruang terbuka bagi warga berkumpul.

Erwin Izharuddin, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PAN

“Bundaran HI di Jakarta bisa dipercantik dengan Rp 18 miliar. Itu bukan menggunakan APBD. Swasta boleh pasang iklan sekian tahun, tapi bangunkan itu. Semangat mereka membangun. Sama Karang Mumus, kita bikin tempat wisata kayak di Clarke Quay Singapura, ada kafe-kafe rapi. Semua iklan kita gratisin 5 tahun, kafe gak usah sewa 5 tahun, tapi keroyokan bikin (membangun bantaran sungai),” jelasnya.

Erwin juga menyampaikan keinginannya agar Samarinda memiliki ribuan CCTV. “CCTV sekarang murah, kok. Warga jadi merasa aman. Ada kejahatan dimana, bisa segera diketahui. Pungli dan sebagainya. Smart City. Bayangkan kalau satu kota dipasangi CCTV,” ujar alumnus University of Wollongong, Australia ini.

Namun, di atas itu semua, menurut Erwin, Samarinda memerlukan pemimpin yang meletakkan kepentingan rakyat di atas kepentingan lain. Dengan begitu, segala perencanaan pembangunan dapat dieksekusi dengan baik.

 

 

Berita Lainnya