Ragam

Ketinting kota bangun pandemi Covid-19 Desa Kedang Murung 

Satu Jam Gunakan Ketinting, Jangkau Murid Agar Tetap Belajar di Tengah Pandemi



Rojali Kepala Sekolah SDN 014 Kota Bangun mengecek proses belajar di rumah
Rojali Kepala Sekolah SDN 014 Kota Bangun mengecek proses belajar di rumah

SELASAR.CO, Kutai Kartanegara - Bagi sekolah di kawasan perkotaan, menerapkan sistem pembelajaran dalam jaringan (daring) selama pandemic Coronavirus Disease (Covid-19).  Tentu tidak menjadi masalah, asal didukung dengan jaringan internet yang memadai dan alat pendukung. Terlebih hampir seluruh masyarakat di perkotaan memiliki alat pendukung, seperti  gawai dan komputer.

Penerapan pembelajaran daring juga diterapkan di Kutai Kartanegara (Kukar), namun belum semua daerah bisa menerapkannya, seperti yang terjadi di Desa Kedang Murung, Kecamatan Kota Bangun. Di desa tersebut terdapat Sekolah Dasar (SD) Negeri 14 sebagai sekolah induk, yang juga menaungi sekolah kunjung di Dusun Rajak.

Kepala SD 014 Kota Bangun, Rojali mengatakan awalnya sekolah menerapkan dua sistem pembelajaran, yaitu daring dan manual. Sistem daring hanya dipergunakan untuk mata pelajaran yang terdapat praktek, seperti membaca Alquran dan olahraga.

Sementara untuk sistem manual, pihak sekolah menyediakan bahan pembelajarannya. Para guru akan datang ke rumah murid-murid untuk membagikan bahan tersebut, sekaligus melakukan proses belajar mengajar.

Penerapan sistem daring mendapat keluhan dari orang tua murid, pasalnya tidak semua memiliki gawai yang mendukung sistem pembelajaran daring. Jika pun ada, sinyal internet di desa tersebut tergolong buruk.

"Kendalanya memang itu, masyarakat di sini tergolong dalam taraf perekonomian di bawah minimum. Tidak banyak yang punya handphone (HP) android. Kalaupun ada, di sini juga masih susah sinyal," kata Rojali.

Dari 200 siswa SD 14, hanya sekitar 25 siswa saja yang memiliki handphone. Sehingga diputuskan seluruh proses pembelajaran menerapkan sistem manual.

Sekolah harus mencetak sendiri bahan ajar yang akan dibagikan kepada seluruh siswa. Untuk memastikan siswa belajar atau tidak, para guru harus aktif berkomunikasi dengan orang tua murid melalui telepon atau datang langsung ke rumah masing-masing.

Rojali mengaku cukup sedih melihat kondisi ini, pasalnya banyak anak yang mengaku rindu belajar di kelas, termasuk rindu dengan para guru. Untuk menuju dusun Rajak dapat ditempuh dengan menggunakan perahu ketinting dari desa selama kurang lebih satu jam perjalanan.

Menurut Rojali ada hal yang berbeda ketika tidak mengajar langsung dengan tatap muka di ruang kelas. Bahkan, sebagai pengajar dirinya seperti merasa bersalah ketika tidak turun ke sekolah untuk mengajar.

"Guru-guru juga kangen dengan murid, dengan sekolahan. Mereka ingin ketemu langsung, tatap muka di kelas. Murid juga ingin sekolah di ruang kelas, bukan di rumah, mereka jenuh kami juga jenuh dengan kondisi seperti ini," tutupnya.

Penulis: Faidil Adha
Editor: Fathur

Berita Lainnya