Utama

Produksi Rapid test Rapid test BPPT RI-GHA Covid-19 UNAIR Kemenristek UNRAM 

Mantap!! Indonesia Produksi Sendiri Alat Rapid Test, Diedarkan Mulai Agustus



KANTONGI IZIN EDAR: Prof Mulyanto menujukkan alat rapid diagnostic test korona RI-GHA Covid-19. (SIRTUPILLAILI/JAWA POS LOMBOK POST)
KANTONGI IZIN EDAR: Prof Mulyanto menujukkan alat rapid diagnostic test korona RI-GHA Covid-19. (SIRTUPILLAILI/JAWA POS LOMBOK POST)

SELASAR.CO, Balikpapan - Rapid test saat ini menjadi satu keharusan bagi masyarakat, yang ingin bepergian menggunakan transportasi darat, laut dan udara. Biaya tidak sedikit akhirnya harus dikeluarkan oleh calon penumpang, karena tes untuk syarat terbang ini tidak masuk dalam kategori rapid test yang ditanggung oleh pemerintah.

Keluhan dari masyarakat pun terus berdatangan, akibat mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan rapid test. Pemerintah pusat pun baru-baru ini mengeluarkan surat edaran terkait batas atas tarif rapid test sebesar Rp 150 ribu.

“Dengan beredarnya surat Dirjen tersebut, DKK Balikpapan juga langsung melakukan pengecekan ke seluruh distributor alat kesehatan apakah ada yang harganya seperti yang disampaikan, yakni kisaran Rp 30 ribu. Sampai saat ini DKK Balikpapan belum menemukan ada alat rapid test yang dijual seharga Rp 30 ribu atau di bawah Rp 150 ribu,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, dr Andi Sri Juliarty.

Pihaknya pun mengkonfirmasi persoalan ini kepada Kementerian Kesehatan, dan diperoleh informasi bahwa Indonesia saat ini tengah mengembangkan rapid test produksi dalam negeri. Rapid test buatan anak negeri tersebut rencananya dijual dengan harga Rp 75 ribu.

“Informasi yang didapatkan DKK Balikpapan adalah Kemenkes sedang melakukan penelitian alat rapid test buatan dalam negeri yang diberi nama RI-GHA COVID-19, yang nanti akan dijual seharga Rp 75 ribu. Namun alat tersebut saat ini juga belum dijual atau berada di pasaran. Alat rapid test buatan dalam negeri tersebut diperkirakan akan siap untuk diedarkan pada bulan Agustus,” terangnya.

PENGEMBANGAN RI-GHA LIBATKAN UGM DAN UNAIR

Dikutip dari laman jawapos.com, rapid test ini merupakan produk anak negeri yang melibatkan para peneliti dari UGM, Laboratorium Hepatika Mataram, dan Universitas Airlangga (UNAIR). Laboratorium Hepatika yang berada di Kota Mataram dipimpin peneliti Prof dr Mulyanto. Penamaan RI-GHA merupakan akronim dari Republik Indonesia-Gadjah Mada-Hepatika Mataram-Airlangga.

Mulyanto menjelaskan, alat tersebut merupakan proyek nasional di bawah Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Mereka menggalakkan para peneliti di Indonesia untuk membuat alat-alat kesehatan untuk penanganan Covid-19. ”Tim itu dibagi dalam gugus-gugus tugas. Ada yang membuat PCR, ada yang rapid test,” tutur dia kepada Lombok Post.

Laboratorium Hepatika Mataram dilibatkan karena memiliki pengalaman panjang dalam membuat alat serupa untuk pengujian sejumlah penyakit. ”Kemenristek memberikan dana untuk melakukan inovasi, bukan menemukan lho, ya,” katanya.

Tim yang menggarap dibagi dua. Laboratorium Hepatika bertugas membuat alat. Kemudian, peneliti UGM dan Unair melakukan uji validasi. Hepatika mendapatkan dukungan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Mataram (Unram).

Selain menyediakan para peneliti terbaik, Unram mempersilakan RS miliknya untuk menjadi penyedia sampel pasien positif. ”Kalau tidak ada itu, kami tidak tahu alatnya bisa dipakai untuk Covid-19 atau tidak,” jelas mantan dekan FK Unram tersebut.

Untuk akurasinya, Mulyanto mengaku masih menunggu hasilnya. Namun, pemerintah pusat berani mengklaim tingkat akurasi alat itu mencapai 80 persen. Tinggal pembenahan sedikit. Mulyanto memastikan, RI-GHA Covid-19 Rapid Diagnostic Test IgG/IgM telah mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan. Izin edar itu didapatkan pada 19 Mei lalu. ”Sehari sebelum diperkenalkan Presiden Jokowi,” katanya.

Uji validasi membutuhkan waktu sebulan. Awal Juli alat itu rencananya bisa didistribusikan dalam skala besar untuk penanganan Covid-19. Dia mengungkapkan, tiga perusahaan farmasi siap memproduksi, yakni Kalbe Farma, Kimia Farma, dan Bio Farma.
”Jadi, nanti kalau ini baik, ramuannya akan kami serahkan ke Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) supaya bisa diproduksi,” katanya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya