Utama

kekerasan terhadap wartawan wartawan diintimidasi PWI Kaltim  AJI Kaltim Penolakan UU Ciptaker 

Jurnalis Korban Aksi Represif Oknum Polisi Buat Laporan ke Propam



Kuasa Hukum, PWI Kaltim, dan AJI Kaltim seusai memberikan pendampingan pembuatan laporan ke Propam
Kuasa Hukum, PWI Kaltim, dan AJI Kaltim seusai memberikan pendampingan pembuatan laporan ke Propam

SELASAR.CO, Samarinda – Aksi represif yang diduga dilakukan oleh oknum petugas kepolisian kepada lima jurnalis Samarinda saat meliput aksi penolakan UU Cipta Kerja, menuai reaksi. Pada hari ini, Sabtu (10/10/2020) kelima pewarta tersebut membuat laporan ke Propam. Mereka didampingi penasihat hukum dan perwakilan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kaltim.

Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Kaltim, Abdurrahman Amin menyebut pembuatan laporan pada hari ini dilakukan setelah pihaknya bertemu dengan lima wartawan yang menjadi korban tindak represif tersebut.

“Ini aksi kekerasannya sungguh tidak bisa kami toleransi lagi. Karena ada upaya-upaya untuk menghalangi kerja-kerja pers. Di samping itu memang ada teman-teman yang mendapat perlakuan kasar mulai dari kaki diinjak, rambut dijambak, minta rekaman video dihapus, dan ada bahasa-bahasa intimidatif,” ujar Abdurrahman kepada SELASAR.

Diskusi cukup panjang pun telah dilakukan sampai ke putusan membuat laporan ini diambil. Diskusi tidak hanya dilakukan dalam lingkup PWI Kaltim, namun juga bersama organisasi jurnalis lainnya seperti Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kaltim dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kaltim.

“Memang aksi yang diterima teman-teman (wartawan) ini tidak sampai meninggalkan luka, tapi dengan sikap arogansi seperti itu dampaknya adalah profesi ini semakin mudah mendapatkan tindak represif. Padahal kan tidak dibenarkan, profesi ini dilindungi undang-undang. Makanya kita mengawali proses hukum dengan melaporkan secara resmi ke Propam,” tambahnya.

Dimintai tanggapan soal sudah adanya permohonan maaf yang disampaikan Kapolresta Samarinda atas kejadian ini, dirinya menyebut lima wartawan yang bersangkutan sudah memaafkan. “Namun proses hukum adalah hal yang berbeda. Agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari,” tegasnya.

Sementara itu penasihat hukum dalam kasus ini, Sabir Ibrahim, setelah mendengar kronologis dari para wartawan yang dimaksud, dirinya menggunakan beberapa pasal dalam laporannya. Pertama pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Kemudian junto pasal 335 ayat 1 tentang kekerasan dan pasal 2 ayat 1 tentang penganiayaan.

“Karena memang kami menilai setelah rekan-rekan korban ini menceritakan kronologisnya, memang ada dugaan penganiayaan. Bahwa itu terbukti atau tidak, nanti kita lihat dari hasil pemeriksaan dan penyelidikan kepolisian,” sebut Sabir.

Laporan hari ini ditujukan kepada Propam. Dia menyebut, untuk aparat kepolisian ada bidang yang menangani oknum anggota kepolisian ketika diduga melanggar kode etik dan pidana umum. Para korban pun sudah menyiapkan bukti-bukti berupa gambar yang diduga sebagai pelaku aksi pemukulan, penekanan, dan tindakan represif pada malam itu.

“Nanti mungkin tinggal waktu pemeriksaan itu akan dilampirkan satu per satu. Karena lima korban ini kejadiannya berbeda-beda. Ada yang diinjak kakinya, dilarang mengambil gambar, ada juga yang dijambak rambutnya,” pungkas Sabir.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya