Politik

Lembaga survei Survei Pilkada Hasil survei Pilwali samarinda Survei Pilwali samarinda KPU Samarinda 

Survei Pilkada oleh Lembaga yang Tak Terdaftar di KPU Bisa Disebut Ilegal



Ilustrasi
Ilustrasi

SELASAR.CO, Samarinda - Pada November 2020 lalu, salah satu lembaga survei melakukan konferensi pers di Samarinda untuk mengumumkan hasil survei untuk pilkada di Kota Tepian. Hasil survei tersebut menempatkan pasangan Andi Harun-Rusmadi unggul jauh dari dua pesaingnya, yakni Barkati-Darlis dan Zairin-Sarwono.

Hasil survei diklaim dilakukan secara merata ke warga Samarinda yang sudah berusia di atas 17 tahun pada 25-30 November 2020. Metode yang digunakan dalam proses survei ini adalah multistage random sampling dan wawancara tatap muda dengan responden menggunakan instrumen berupa kuesioner.

Namun belakangan, diperoleh informasi bahwa lembaga survei tersebut tidak terdaftar secara resmi di KPU Samarinda. Padahal, sesuai aturan yang tertera di dalam PKPU Nomor 8/2017 tentang sosialisasi, pendidikan pemilih dan partisipasi masyarakat dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota bahwa pada Pasal 47 ayat (1) berbunyi bahwa survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat hasil pemilihan dilakukan oleh lembaga yang telah terdaftar di KPU Provinsi/KIP atau KPU/KIP Kabupaten/Kota. 

M Najib, komisioner Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipan Masyarakat, dan SDM KPU Samarinda menyampaikan bahwa berdasarkan data yang pihaknya terima terkait pendaftaran lembaga survei hanya ada 4 yakni Indobarometer, Poltracking Indonesia, Perkumpulan Jaringan Isu Publik, dan Media Survei Nasional.

“Sampai saat ini, kami tidak pernah memproses pengajuan atau izin untuk mendaftar sebagai lembaga survei atau jajak pendapat dan lembaga pemantau di luar daripada yang sudah ada,” beber Najib saat dikonfirmasi pada Jumat 4 Desember 2020 lalu.

Meski lembaga survei yang menempatkan AH-Rusmadi sebagai pemenang itu mengklaim memiliki kerja sama dengan salah satu lembaga survei yang terdaftar di Samarinda yaitu Perkumpulan Jaringan Isu Publik, klaim ini pun masih dipertanyakan secara aturan. 

Menurut ahli hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, hak untuk melakukan survei atau jajak pendapat, termasuk mempublikasikannya, ada pada lembaga survei yang memang telah terdaftar di KPU provinsi untuk survei lintas daerah, atau KPU kabupaten/kota jika survei hanya di satu daerah saja. 

“Itu sudah disebutkan secara eksplisit dalam PKPU 8/2017 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada. Jadi tidak bisa dengan alasan sudah kerja sama dijadikan sebagai dasar. Itu bisa dikualifikasikan sebagai survei yang tidak berstempel KPU alias survei ilegal,” ujar pria yang akrab disapa Castro, Senin (7/12/2020).

Dosen Fakultas Hukum Unmul ini pun menyebutkan, syarat utama untuk melakukan survei, jajak pendapat, dan perhitungan cepat (quick count), harus terdaftar di KPU. Di KPU provinsi jika surveinya lintas kabupaten/kota, dan di KPU kabupaten/kota jika dilakukan di satu wilayah saja. 

“Dalam ketentuan Pasal 47 dan Pasal 48 PKPU Nomor 8 tahun 2017 tersebut, lembaga pelaksana survei wajib terdaftar di KPU. Kenapa harus terdaftar? Bukan hanya karena alasan normatif, tetapi juga untuk menghindari keberpihakan atau kecenderungan preferensi politik lembaga survei. Jika tidak terdaftar, maka lembaga survei dan kegiatan surveinya, dikualifikasikan sebagai survei yang ilegal dan melanggar regulasi,” pungkasnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya