Utama
bom molotov di Gereja Oikumene Gereja Oikumene Alvaro Aurelius Tristan Sinaga Trinity Hutahaean Bom Molotov di Gereja Bom Gereja Bom Gereja di Samarinda Teror Bom di Samarinda 
Bikin Haru, Surat Perdamaian dari Dua Korban Bom Gereja di Samarinda Usai Peristiwa Makassar
SELASAR.CO, Samarinda - Setelah ledakan bom bunuh diri di gereja katedral Makassar pada Minggu 28 Maret 2021 lalu, memori publik kembali pada kejadian-kejadian serupa sebelumnya. Salah satunya di Samarinda.
Talkshow di televisi swasta 1 April pukul 21.00 Wita, menghadirkan secara daring (dalam jaringan) korban ledakan bom gereja Oikumene Samarinda pada tahun 2016 silam.
Alvaro Sinaga (9), korban ledakan bom Samarinda, ditemani oleh ibunya, Novita, dalam talkshow itu membacakan sebuah surat perdamaian. Di dalamnya terdapat cerita duka yang dialami pada saat bom molotov meledak di gereja Oikumene.
“Aku akan membacakan kisah 4 tahun yang lalu. Aku masih ingat suara ledakan bom di gereja Oikumene. Saat itu suara ledakan itu dekat sekali denganku. Telingaku sakit, aku sangat takut. Tiba-tiba badanku terasa panas dan aku mendapati api di rambutku. Sakit sekali rasanya, lalu aku melihat orang-orang berteriak dan berlarian. Kemudian abangku datang dan menggendongku sambil mengusap api yang ada di rambutku. Aku dirawat di rumah sakit berbulan-bulan di Samarinda serta 10 bulan di rumah sakit Kuala Lumpur hingga aku bosan. Saat itu aku ingin cepat-cepat dapat bisa bermain bersama teman, untung saja dokter dan suster selalu menghiburku. Hampir setiap hari aku melihat mama dan papa menangis karena keadaanku. Aku sedih melihatnya setelah keluar dari rumah sakit aku sempat malu bermain dengan teman-temanku. Aku malu diejek karena ada yang berubah dengan tubuhku. Aku sempat kesal dan marah, mengapa wajahku menjadi berbeda,” kata Alvaro Sinaga, membacakan surat perdamaian dalam tayangan tersebut.
Berita Terkait
“Kenapa orang itu tega melukai aku dan teman-temanku. Kami kan hanya bermain di sekolah Minggu, kami tidak mengenali mereka, kami tidak pernah menyakiti mereka, namun kenapa mereka meledakkan bom di gereja kami, kenapa mereka membenci kami. Tetapi mama bilang aku tidak boleh benci sama mereka yang meledakkan bom itu. Mama bilang, minta Tuhan mengampuni mereka, karena mereka tidak tahu apa yang telah dilakukan kepada kami. Mama juga bilang untuk selalu mendoakan mereka agar hatinya dibukakan Tuhan untuk saling menyayangi dan tidak melakukan itu lagi. Sekarang aku sudah mengampuni dan tidak benci terhadap mereka. Aku juga berdoa supaya tidak ada lagi bom di Indonesia. Aku juga meminta kepada Tuhan agar orang-orang tidak ada lagi yang saling membenci dan semuanya bisa hidup saling menyayangi. Aku ingin menjadi polisi dan juga dokter, agar aku bisa membantu orang sakit yang tidak mampu. Karena saat aku di Rumah Sakit Kuala Lumpur papa mama tidak ada uang, tetapi puji Tuhan banyaknya uluran tangan yang membantuku. Ayo kita saling menyayangi, kita juga harus saling menjaga dan menghormati walau kita berbeda agama maupun suku agar kedamaian di negara kita dapat terwujud. Aku juga mengucapkan turut berduka bagi korban jemaat katedral di Makassar,” tambah Alvaro lagi.
Dalam tayangan tersebut, host talkshow Rosianna Silalahi tampak terharu. Ia memotivasi Alvaro agar bisa bangkit dan tak lagi malu dengan keadaannya yang sekarang. Dikatakan dalam surat tersebut bahwa Alvaro kerap diejek karena bentuk fisiknya yang berubah akibat luka bakar dalam insiden bom di Samarinda.
“Semua yang diucapkan oleh teman-teman itu salah, Alvaro tidak berbeda, kamu istimewa ya sayang. Kamu tidak boleh malu karena kamu berbeda, kamu adalah istimewa dan selalu menjadi anak yang istimewa,” ujar Rosi.
Tak hanya Alvaro Sinaga, seorang anak perempuan yang turut menjadi korban dalam aksi bom gereja Oikumene Samarinda, yaitu Trinity Hutahaean (8), juga membacakan surat perdamaian melawan kebencian.
“Aku sudah bisa tersenyum lho. Semua gara-gara bom jahat itu. Om dan tante masih ingat kan waktu itu aku sedang bermain di gereja. Aku bermain dan beribadah di gereja ini (Oikumene) setiap hari Minggu. Tetapi hari itu ada orang jahat yang menyerang gereja kami. Aku dan beberapa temanku menjadi korban. Setelah kejadian itu, aku sempat marah dan kesal karena setiap orang menatap aneh. Aku tahu kondisi tubuhku kini berbeda, luka bakar ini belum bisa hilang sepenuhnya bahkan luka bakar membuat tanganku kaku seperti kayu. Aku harus dirawat di rumah sakit selama bertahun-tahun dan rasanya sangat bosan. Saat itu usiaku masih 3 tahun, aku ingin bermain dengan teman-temanku, mama dan papa setiap hari menemaniku. Aku melihat wajah mereka bersedih namun mereka tidak pernah jauh dari sampingku. Aku sangat sayang mama dan papa, aku berharap agar tidak pernah ada lagi kejadian itu. Aku tidak mau lagi orang yang tersakiti, aku mau kita semua bisa hidup saling berdampingan dengan damai. Aku ingin bisa pergi ke tempat ibadah tanpa ada rasa takut dan aku ingin kita bisa saling menjaga satu sama lain. Setiap hari aku berdoa kepada Tuhan tolong jaga kami semua, jauhkanlah kami dari macam bahaya, jangan ada korban sepertiku lagi. Ampunilah mereka yang telah berbuat jahat dan tolong hentikan segala kebencian,” ucap Trinity Hutahaean.
Penulis: Bekti
Editor: Awan